Kamis, Agustus 28, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Memahami Pernikahan Dini: Menggali Akar Masalah dan Mencari Solusi Komprehensif

by Mata Banua
27 Agustus 2025
in Opini
0

Oleh: Sumiati, ST (Pemerhati Sosial dan Masyarakat)

Kalimantan Selatan (Kalsel) masih termasuk dalam sepuluh besar provinsi dengan tingkat pernikahan anak tertinggi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, remaja diajak berperan sebagai agen perubahan melalui Program Generasi Berencana (GenRe). Isu ini menjadi fokus utama dalam acara Grand Final Apresiasi Duta GenRe Tingkat Provinsi Kalsel 2025. Acara tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN di Gedung K.H. Idham Chalid, Banjarbaru, pada Minggu (10/8/2025). (garuda.tv, 11/08/25)

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\28 Agustus 2025\8\ricky marpaung.jpg

Fasilitas Mewah Anggota DPR : Cermin Kebobrokan Politik

27 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Raya dan Potret Buram Kesehatan Negeri

27 Agustus 2025
Load More

Pemilihan Duta Generasi Berencana (Genre) merupakan program dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertujuan untuk mengampanyekan Triad KRR: anti-Napza, anti-seks bebas, dan anti-pernikahan dini. Program ini membidik remaja dan pemuda di bawah 40 tahun, dengan tujuan membentuk mereka menjadi individu yang tangguh, berprestasi, dan berakhlak mulia. Tugas utama Duta Genre adalah mengedukasi remaja agar mengoptimalkan masa mudanya untuk berkarya, dengan memprioritaskan pendidikan dan karier sebagai fondasi kemandirian ekonomi.

Namun, mengandalkan Duta Genre sebagai solusi tunggal untuk masalah pernikahan dini dinilai kurang tepat. Meskipun Duta Genre berupaya memberikan edukasi secara masif, dampaknya mungkin tidak akan signifikan selama faktor-faktor penyebab pernikahan dini lainnya tidak ditangani secara menyeluruh oleh negara. Duta Genre hanya mampu memberikan informasi, bukan mengatasi akar permasalahan yang membuat remaja terpaksa atau memilih menikah di usia muda.

Untuk mengatasi permasalahan ini secara tuntas, perlu ditinjau akar permasalahannya lebih dalam. Setidaknya ada lima faktor utama yang seringkali menjadi pemicu:

1. Kondisi Ekonomi yang Mendorong Pernikahan Dini

Faktor ekonomi sering menjadi alasan utama. Keluarga yang kesulitan finansial terkadang melihat pernikahan anak sebagai jalan keluar untuk mengurangi beban. Mereka berharap dengan menikahkan anak, khususnya perempuan, tanggung jawab ekonomi dapat beralih kepada pihak suami. Sejalan dengan itu, anak perempuan juga mungkin berharap pernikahan dapat memperbaiki taraf hidupnya.

2. Pergaulan Bebas dan Dampaknya

Perkembangan zaman dan paparan budaya bebas turut berkontribusi. Kurangnya batasan dalam pergaulan membuat beberapa remaja berani melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Ketika kehamilan tidak terencana terjadi, pernikahan dini sering dianggap sebagai satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

3. Tekanan Adat Istiadat dan Budaya

Norma budaya juga memainkan peran signifikan. Adanya pandangan di masyarakat yang menganggap perempuan yang belum menikah di usia tertentu sebagai “perawan tua” atau tidak laku, seringkali membuat orang tua merasa tertekan untuk segera menikahkan anak mereka. Ini menjadi dorongan kuat, terlepas dari kesiapan anak itu sendiri.

4. Pengaruh Media Sosial dan Informasi Tanpa Batas

Kemudahan akses terhadap internet dan media sosial mempercepat penyebaran konten yang kurang mendidik. Paparan konten yang menampilkan gaya hidup berpacaran, romansa, atau bahkan pornografi dapat memengaruhi pola pikir remaja. Konten-konten tersebut bisa mendorong mereka meniru perilaku yang tidak pantas, yang pada akhirnya berkontribusi pada pergaulan bebas dan berujung pada pernikahan dini, terutama jika kehamilan sudah terjadi.

5. Kurangnya Kesiapan Mental dan Emosional

Banyak remaja saat ini belum sepenuhnya siap untuk menghadapi tanggung jawab besar dalam pernikahan. Prioritas mereka masih pada kesenangan dan kebebasan pribadi. Realitas kehidupan setelah menikah, seperti kesulitan ekonomi dan tantangan dalam mencari pekerjaan, sering kali tidak terbayangkan. Akibatnya, ketika masalah muncul dan harapan tidak sesuai kenyataan, konflik dalam rumah tangga rentan terjadi. Pada akhirnya, perceraian menjadi jalan keluar yang dipilih.

Dengan memahami kelima faktor ini, kita dapat melihat bahwa pernikahan dini bukanlah masalah tunggal, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara masalah ekonomi, sosial, dan psikologis.

Dalam Islam, pernikahan pada usia muda, atau yang sering disebut pernikahan dini, sejatinya bukanlah sebuah masalah. Syariat Islam tidak membatasi pernikahan berdasarkan usia, asalkan individu tersebut telah mencapai usia balig dan mampu. Islam bahkan mendorong pernikahan sebagai bagian dari ibadah, asalkan kedua belah pihak memahami dan siap akan segala konsekuensinya. Setelah menikah, mereka wajib menjalankan syariat pernikahan agar kehidupan rumah tangga berjalan harmonis.

Dalam sistem Islam, negara memiliki peran penting dalam menjamin keberhasilan pernikahan, termasuk pernikahan di usia muda. Negara berkewajiban untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Jaminan ini secara tidak langsung membantu kesiapan pasangan muda yang menikah.

Selain itu, sistem pendidikan Islam juga berperan vital. Pendidikan ini tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan pemahaman yang mendalam tentang tujuan hidup, peran manusia, serta hukum syariat. Dengan bekal keimanan yang kuat, keterampilan hidup yang memadai, dan pemahaman agama yang baik, pasangan muda akan lebih siap menghadapi tantangan dalam berumah tangga. Ini akan melahirkan keluarga yang kokoh, beriman, dan bertakwa, yang pada gilirannya akan mencetak generasi unggul di masa depan.

Jadi, persoalan yang muncul dari pernikahan dini dan tingginya angka perceraian bukanlah karena usia, melainkan karena kurangnya kesiapan dari berbagai aspek, baik individu, keluarga, maupun negara. Untuk mengatasi hal ini secara tuntas, solusinya adalah dengan kembali menerapkan seluruh aturan Islam secara komprehensif. Hanya dengan sistem Islam yang menyeluruh, masalah-masalah sosial seperti pernikahan dini dan perceraian bisa diselesaikan dari akarnya. Wallahu’alam bishawwab

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA