Kamis, Agustus 28, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Fasilitas Mewah Anggota DPR : Cermin Kebobrokan Politik

by Mata Banua
27 Agustus 2025
in Opini
0
D:\2025\Agustus 2025\28 Agustus 2025\8\ricky marpaung.jpg
Ricky Marpaung, (S.H.Trisakti University)

Isu politik memanas terkait pemberitaan tunjangan rumah dan sejumlah fasilitas lainnya yang sempat terucap dari beberapa anggota DPR utamanya Adies Kadir dan Nafa Urbach yang mengatakan bahwa gaji 50 juta tidak mencukupi kebutuhan mereka selama sebulan penuh.

Adanya pernyataan tersebut semakin memperkeruh suasana dimana tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif itu menurun drastis. Berdasarkan survei kepercayaan publik di tahun 2024 oleh Litbang Kompas mencatat rendahnya kepercayaan masyarakat pada DPR sebesar 62,6%. Survei ini memperlihatkan bahwa masyarakat sangat tidak percaya terhadap kinerja yang dilakukan DPR.

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Raya dan Potret Buram Kesehatan Negeri

27 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Memahami Pernikahan Dini: Menggali Akar Masalah dan Mencari Solusi Komprehensif

27 Agustus 2025
Load More

Apalagi berdasarkan prolegnas yang dibuat setiap tahunnya tidak pernah mencapai target“maksimal ataupun mendekati 90 % dari total undang-undang yang berhasil dari naskah akademis“rancangan undang-undang. Kebijakan memanfaatkan rumah dinas, gaji, dan fasilitas lainnya bagi“DPR dinilai tidak mencerminkan kepedulian terhadap nasib rakyat akhir-akhir belakangan.

Mengingat peran, tugas, dan kewenangan DPR yang menjadi suatu tumpuan wajib mengemuka“agar publik menaruh harapan besar tidak hanya sewaktu memilih wakil rakyat pada masa pemilu legislatif, tetapi juga ketika terpilih. Jika kita mencontoh sikap empati di negara lain, anggota DPR di negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Norwegia menyoroti perbedaan kultur politik di luar negeri. Di negara tersebut, transparansi dan egalitarianisme membuat politisi biasa hidup sederhana.

Politisi sebagai public servant (pelayan publik) yang menunjukkan rasa memiliki untuk bersama rakyat seperti menggunakan fasilitas transportasi umum, gaji yang diberikan untuk rakyat hingga gaya hidup yang sederhana dari sebagian besar wakil rakyat di negara mereka.

Perbedaan kultur ini sebenarnya harus menjadi contoh bagi anggota DPR di Indonesia secara menyeluruh bukan hanya segelintir politisi di Senayan. Selain itu, praktik seperti menyetorkan gaji bagi partai politik yang dinilai sebagai donatur juga menjadi salah satu faktor bagaimana sistem renumerasi ini dinilai menghabiskan gaji bagi sebagian elit politik.

Pertanyaan sejumlah pertanyaan muncul, DPR tidak menjalankan fungsinya sesuai tupoksi yang ada. Sikap ini sesuai dengan penelitian oleh terkait objek tugas DPR dimana jika kita melihat Indonesia tidak berhadapan dengan kepentingan rakyat dan malah merugikan rakyat. Mengapa dikatakan seperti itu?.

Rakyat tidak pernah mendapat posisi sebagai evaluator atau memberikan masukan melalui reses dan sosialiasi program dari dapil dimana rakyat telah memberikan suara untuk para wakil rakyat. Disamping itu, rakyat sebagai mandataris dari anggota legislatif hanya disuguhi permainan politik dari wakil rakyat yang memberikan kebutuhan pangan ataupun berupa bantuan sehari-hari“saat sosialisasi hingga ketika anggota DPR turun ke lapangan dari dapil mereka masing-masing.

Menurut Hans Kelsen dalam General Theory of Law and State menekankan bahwa hukum harus berlaku umum dan tidak diskriminatif, serta melindungi kepentingan individu terhadap kesewenang-wenangan negara atau institusi lainnya, termasuk partai politik. Maka, ketika hak konstitusional warga negara dalam hal ini anggota DPR dikorbankan demi kepentingan partai, hal ini merupakan bentuk deviasi dari prinsip negara hukum itu sendiri (Kelsen, 1945).

Sikap ini tidak menjadi contoh dalam pengambilan kebijakan di pemerintahan. Sebagai mitra eksekutif dan yudikatif, DPR wajib menjalankan apa yang menjadi amanat rakyat sesuai pasal 20 A ayat 1 Undang-Undang 1945 dan pasal 69 Undang-Undang No 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah“dimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki tiga fungsi, yakni fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

Lembaga ini harus menyikapi keseriusan yang menjadi persoalan di masyarakat. Tidak hanya segelintir orang-orang yang menggunakan aksesibilitas mereka sebagai anggota DPR untuk kepentingan politik semata, tetap mengedepankan win-win solution bagi masyarakat yang butuh akan aspirasi mereka didengar oleh anggota dewan. Tentu, hal ini harus menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh wakil rakyat untuk memastikan program-program mereka berkontribusi bagi masyarakat melalui berbagai pengambilan kebijakan yang pro-rakyat.

Aktualisasi Kebijakan Kebijakan yang diambil oleh para anggota dewan wajib berpihak kepada rakyat. Dalam konsep kebijakan dikenal dalam konteks teori keadilan, John Rawls menyatakan bahwa prinsip keadilan harus menjamin bahwa hak-hak dasar dan kebebasan individu harus diprioritaskan di atas kepentingan institusional (Rawls, 1971). Seorang anggota legislatif merupakan representasi dan cerminan rakyat yang seharusnya bebas memperjuangkan aspirasi konstituennya.

Jika kita melihat dengan kacamata yang lebih luas lagi, anggota dewan harus menghindari kebijakan heroic populism atau kebijakan populisme heroik dimana dianggap hanya fokus pada tindakan yang diambil atas dasar popularitas tanpa memperhatikan kebijakan berdasarkan data (evidence based policy). Sikap ini wajib menjadi landasan seorang anggota dewan dalam mengimplementasikan setiap kebijakan.

Dalam kemajuan teknologi, anggota dewan juga dapat memanfaatkan platform media sosial agar dapat diketahui masyarakat dan menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam mengeksekusi kebijakan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Program-program lembaga eksekutif juga“dapat menjadi katalisator untuk tidak hanya mendukung peran pemerintahan Presiden Prabowo, tetapi juga diaktualisasikan dalam konsep pembuatan undang-undang. Terlebih lagi, mekanisme checks and balances juga dapat memperkuat peran DPR untuk tidak hanya vokal terhadap kinerja pemerintahan, akan tetapi untuk mendorong pemerintahan yang baik dan inklusif.

Selain itu, DPR sebaiknya mawas diri agar kedepannya kebijakan yang memicu rasa kemarahan dan kekecewaan rakyat tidak terjadi lagi karena akan dianggap tidak adanya sikap empati terhadap permasalahan rakyat di Indonesia. Oleh sebab itu, sikap hidup sederhana wajib menjadi cerminan setiap anggota“dewan bukan hanya gimmick semata.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA