Oleh : Fatimah (Aktivis Muslimah)
Jika anda menaiki kapal pesiar megah dan mewah, penuh dengan dekorasi memukau mata. Namun, nahkodanya tidak memberitahukan kemana tujuan kapal itu. Apakah anda masih ingin menaikinya? Inilah pendidikan kita hari ini, berawal dari ketergantungan dengan nilai tinggi, lalu IPK tinggi, lalu pengalaman magang banyak perusahaan, hanya untuk menciptakan diri yang layak menerima keuntungan lebih banyak.
“Sekolah bener-bener, biar nanti sukses, banyak duit!”
Tak heran, hari ini pemuda kita nyatanya diarahkan ke pulau keuntungan, bukan pulau keselamatan. Mereka lupa untuk membawa pelampung dan meninggalkan barang tak perlu. Tujuannya hanya satu, menghasilkan lebih banyak untung.
Pada tahun 2023, Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama BRIN dan BPS mencatat 1,73% penduduk usia 15–64 tahun di Indonesia sekitar 3,3 juta jiwa adalah penyalahguna narkoba. Lebih memprihatinkan, mayoritas kasus terjadi di kalangan milenial dan Gen Z. Bukan obat, kali ini dengan corbek dan celurit, 54 remaja pelajar diamankan di Serpong saat hendak tawuran bersenjata tajam dan bom molotov (9/8/2025 – Tangerang.news).
Fenomena ini bukan sekadar masalah “kenakalan remaja”. Ini adalah potret suram dari generasi yang tumbuh di bawah sistem kapitalisme, sebuah sistem yang mengagungkan materi, mengabaikan nilai moral, dan gagal membentuk manusia berkepribadian mulia.
Kapitalisme dan Pendidikan Sekuler: Pencipta Generasi Bingung
Di bawah sistem sekuler-kapitalis, pendidikan hanya diukur dari kemampuan akademis dan keterampilan teknis, tanpa membentuk pondasi keimanan dan akhlak. Anak-anak kita tidak diajarkan jati dirinya sebagai Muslim yang memiliki misi penciptaan, yaitu beribadah kepada Allah dan memakmurkan bumi sesuai aturan-Nya.
Hasilnya, generasi mudah terhanyut dalam arus kemaksiatan, narkoba, tawuran, seks bebas, bahkan pembunuhan, karena tidak memiliki panduan hidup yang jelas. Mereka lemah mengendalikan emosi, rapuh menghadapi tekanan, dan mudah mencari pelarian di jalan yang salah.
Media dan Lingkungan ‘Keren’ Tanpa Kontrol
Lingkungan sosial hari ini tidak lagi menjadi pelindung, justru menjadi sumber kerusakan. Media, baik televisi maupun media sosial, bebas menampilkan konten yang mengajarkan kekerasan, gaya hidup bebas, dan ide-ide yang mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Tidak ada filter nilai Islam yang membentengi generasi. Akibatnya, anak-anak kita tumbuh di tengah normalisasi maksiat. Bahkan, perilaku yang seharusnya memalukan dianggap keren dan pantas ditiru.
Solusi Mendasar, Bukan Tambal Ban
Berbagai persoalan ini membutuhkan solusi mendasar, bukan sekadar penambalan. Islam, dengan penerapan menyeluruh di bawah naungan Khilafah, menawarkan sistem yang menata pendidikan, media, dan lingkungan sosial secara terpadu.
Dalam sistem pendidikan Islam, setiap pelajaran tidak hanya mengasah otak, tapi juga menanamkan akidah dan membentuk kepribadian Islam. Generasi dibiasakan berpikir dan bertindak sesuai syariat, sehingga memiliki keteguhan iman dan kontrol diri yang kuat.
Negara Khilafah juga akan memastikan media hanya menjadi sarana edukasi dan dakwah, bukan mesin perusak moral. Lingkungan sosial akan diatur untuk mendukung terciptanya suasana taat kepada Allah.
Dalam sejarah, lahirnya banyak ilmuwan besar dari dunia Islam bukanlah kebetulan, melainkan buah dari sistem pendidikan Islam yang kokoh. Di masa kekhalifahan, pendidikan menjadi tanggung jawab negara, bukan urusan individu atau swasta semata. Tercatat negara bahkan menyediakan:
Ï% Madrasah & universitas (misalnya: Madrasah Nizhamiyah di Baghdad, Universitas Al-Qarawiyyin di Fez, Al-Azhar di Kairo).
Ï% Perpustakaan besar (Bayt al-Hikmah di Baghdad).
Ï% Fasilitas riset & laboratorium.
Semua ini dibiayai dari baitul mal, sehingga ilmuwan bebas dari beban ekonomi dan bisa fokus meneliti serta berkarya.
Yang unik dari sistem pendidikan Islam adalah integrasi akidah, akhlak, dan ilmu. Seorang pelajar tidak hanya dididik cerdas secara intelektual, tapi juga kokoh iman dan adabnya. Karena itu, ilmu yang mereka hasilkan tidak liar, tapi diarahkan untuk kemaslahatan umat. Sebut saja, Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Al biruni, Ibnu Khaldun, dan masih banyak lagi
Sudah terlalu lama generasi kita terseret arus pendidikan sekuler-kapitalis yang hanya mencetak manusia tanpa jati diri. Padahal sejarah sudah membuktikan, ketika Islam memimpin dunia dengan sistem pendidikan yang berpadu dengan akhlak, lahirlah ribuan ilmuwan dan peradaban gemilang yang memberi manfaat bukan hanya bagi umat Islam, tapi juga bagi dunia.
Kini, sudah saatnya kita kembali kepada sistem yang terbukti terbaik: pendidikan Islam dalam naungan negara yang menerapkan syariat secara kaffah. Hanya dengan itu, generasi akan tumbuh bukan sekadar pintar, tapi juga berkepribadian mulia, siap menjadi penerus peradaban agung.