(Refleksi Pekan Menyusui Dunia)

Menyusui bukan hanya sekadar memberi makan, tidak pula sama dengan hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) ke anak, tapi menyusui merupakan praktik berkelanjutan yang berdampak tidak hanya pada ibu dan bayi saja tapi juga ke lingkungan hidup. Dampak positif bagi Ibu yang aktif menyusui bayinya minimal 12 bulan kumulatif, terbukti menurunkan risiko kanker payudara dan kanker ovarium. Menyusui juga memperbaiki metabolisme glukosa dan lemak sehingga mengurangi risiko diabetes tipe 2, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular (Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer, The Lancet, 2002).
Menyusui juga menyangkut hubungan, perlindungan, dan keberlanjutan. Menyusui memberikan keamanan emosional dan ikatan. Skin to skin contact atau sentuhan kulit ke kulit ketika menyusui, memberikan rasa aman dan menciptakan ikatan emosional kuat antara ibu dan bayi. Pada proses menyusui ada dua hormon yang sangat berpengaruh, yaitu hormon prolaktin dan hormon oksitosin. Hormon prolaktin merupakan hormon yang membantu untuk memproduksi asi, sedangkan hormon oksitosin adalah hormon yang membantu mengeluarkan ASI. Hormon oksitosin atau hormon kasih sayang memberikan rasa aman, nyaman dan relasi sehat jangka panjang. Menyusui pun membangun fondasi kesehatan mental bayi sejak dini. Hormon prolaktin dalam proses menyusui juga bisa membantu ibu merasa puas dan damai ketika selesai menyusui. Kedua hormon ini bisa dilepas ketika ibu sedang menyusui, hormon-hormon ini membantu ibu menurunkan stres dan kecemasan, meningkatkan kualitas tidur ibu, meningkatkan bonding atau ikatan ibu dan bayi, dan mencegah baby blues pada sebagian ibu.
Bayi harus diberikan ASI secara eksklusif pada 6 bulan pertama untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal (WHO Guideline: Exclusive Breastfeeding for Six Months). Ada banyak penelitian yang menjabarkan mengenai manfaat ASI bagi kesehatan bayi. Bayi yang mendapatkan ASI terbukti sistem kekebalan tubuhnya lebih tinggi daripada yang tidak, dikarenakan ASI mengandung antibodi alami serta sel imun aktif yang melindungi bayi dari infeksi (Naba-Breastfeeding 2024). Kandungan oligosakarida dalam ASI mendukung pertumbuhan bakteri baik di usus yang terbukti memperkuat imunitas sejak dini. Kebanyakan bayi sering terkena infeksi terutama diare, tapi bayi yang mengkonsumsi ASI terutama yang eksklusif memiliki resiko terkena infeksi lebih rendah karena ASI menyediakan pertahanan biologis aktif yang tidak bisa ditiru oleh susu formula mana pun. Banyak sekali manfaat medis bagi bayi yang diberikan ASI terutama yang eksklusif, mulai dari infeksi sampai penyakit kronis jangka panjang. Semua bisa dicegah dengan pemberian ASI. Sehingga kegiatan menyusui menjadi sebuah bentuk cinta keberlanjutan antara ibu dan anak.
Tentunya jika menyusui dilakukan secara berkelanjutan, maka dapat dikatakan sebagai upaya untuk kunjungan bayi ke dokter atau rumah sakit sehingga lebih hemat energi bahan bakar transportasi. Mengurangi penggunaan obat dan perlengkapan medis, sehingga mengurangi kebutuhan farmasi yang membutuhkan air, energi dan bahan kimia. Limbah medis juga jauh berkurang, karena sebagian besar perlengkapan medis hanya sekali pakai. Dengan lebih sedikit pasien, tenaga medis dan infrastruktur kesehatan bisa lebih fokus, efisien dan mengurangi beban lingkungan dari sistem kesehatan.
Tak hanya keberlanjutan cinta antara bayi dan ibu yang didapat dari menyusui, keberlanjutan kelestarian lingkungan juga akan dapat terwujud, mengingat menyusui tidak menghasilkan limbah apapun, baik dalam bentuk kaleng, botol plastik, kemasan sekali pakai atau emisi dari proses industri. Menyusui juga tidak memerlukan energi listrik, transportasi atau pendinginan yang artinya menyusui menggunakan nol jejak karbon. Sehingga dapat dilihat sesungguhnya ada hubungan antara menyusui dan menjaga bumi, jika dibandingkan tidak menyusui (memilih untuk memberikan susu formula misalnya), sebagaimana konsep produksi formula yang melibatkan banyak faktor, seperti peternakan sapi yang menyumbang emisi gas rumah kaca, terutama metana. Proses pengolahan susu, pengemasan dan distribusi. Produksi kemasan susu formula yang menggunakan logam dan plastik menyumbang emisi karbon dari proses penambangan, peleburan dan manufaktur. Banyak kemasan susu formula yang tidak pernah bahkan tidak bisa didaur ulang, ujung ujungnya akan berakhir di TPA atau mencemari laut. Plastik fleksibel yang banyak digunakan juga sangat sulit didaur ulang karena komposisi multi-lapisnya.
Padahal selain kandungan yang luar biasa pada ASI, menyusui juga memberikan hubungan atau koneksi antara ibu dan anak secara biologis dan emosional. Menyusui bukan hanya memberi nutrisi, tapi juga regulasi suhu, hormon dan stress bayi. Dalam peluk setiap ibu ketika menyusui, tercipta ikatan emosional yang menguatkan, tercipta juga perlindungan imunologis yang menguatkan, dan pondasi kesehatan yang bertahan seumur hidup. Namun, cinta ini ternyata tidak berhenti sampai di bayi saja, dengan menyusui seorang ibu juga turut menjaga bumi. ASI tidak membutuhkan kemasan plastik, botol sekali pakai, transportasi industri atau energi untuk produksi dan distribusi seperti susu formula. Artinya, menyusui adalah pilihan yang alami, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.