
JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso memperkirakan pasokan beras di pasar akan berkurang akibat penurunan suplai gabah di lapangan.
Kondisi ini berpotensi memengaruhi distribusi beras, terutama di masa produksi rendah. Ini juga diperparah dengan penutupan sejumlah penggilingan padi, yang sebagian besar bersifat sementara, namun tetap berdampak pada berkurangnya stok beras di pasaran.
“Oh iya, kemungkinan akan berdampak (pengaruh penutupan penggilingan padi terhadap distribusi beras),” ujar Sutarto.
“Mungkin bahasanya bukan kelangkaan tapi akan berkurang suplainya. Terserah itu kan bahasa, kalau saya mengatakan ya suplai pasti berkurang,” tuturnya.
Ia menjelaskan pada Agustus 2025 sebenarnya panen sudah meningkat. Namun, lambatnya antisipasi membuat harga gabah telanjur naik sejak Juni, yang diikuti kenaikan harga beras.
“Harga gabah (naik), kemudian harga beras juga cenderung naik kalau dibiarkan ya naik. Karena harga gabahnya naik, otomatis harga berasny kan naik. Tapi itu kan cenderung melanggar kan? Artinya di atas HET kan? Kalau yang pakai kualitas, tapi terus akhirnya bisa saja under quality gitu, di bawah kualitas. Tapi harganya tetap naik. Di bawah kualitas itu ya nanti lama-lama kasihan masyarakatnya kan,” ujarnya.
Sutarto menyebut berkurangnya stok dapt memicu kenaikan harga beras, terlebih pada periode pascapanen saat produksi menurun.
“Semua tahu kan, kalau bulan Mei itu panennya mulai turun, Juni apalagi, Juli sedikit naik, baru Agustus surplusnya. Nah, pada saat di bawah itu, itulah yang harusnya pemerintah mengeluarkan stoknya. Jadi tidak bisa stok yang 4 uta (ton) itu didiemin,” katanya.
Ia mengungkapkan, stok beras pemerintah tersebut baru disalurkan pada akhir Juli, yang dinilai sudah terlambat.
“Kalau (penyaluran) akhir Juli itu kan sudah terlambat, harga sudah terlanur naik. Coba lihat data BPS, terjadi inflasi kan. Salah satunya penyebabnya beras. Karena harganya memang naik, data BPS juga menunjukkan seperti itu,” ujar Sutarto.
Menurutnya, penyaluran beras pemerintah harus memenuhi prinsip tepat waktu, tepat tempat, tepat sasaran, tepat cara, dan tepat harga.
Waktu yang tepat, menurut Sutarto, adalah ketika produksi rendah. Tempat sasaran dapat disesuaikan, misalnya operasi pasar di wilayah yang selalu minus pasokan, atau suplai ke daerah produsen pada saat stok menipis.
“Cara yang paling baik sebenarnya meang betul, langsung ke konsumen. Tapi langsung konsumen itu kadang-kadang lebih lambat. Sehingga harus dicari cara lain. Tapi tidak boleh cara itu menimbulkan adanya kecurangan-kecurangan. Kan itu aja kan, mekanismenya,” jelasnya.
Ia menegaskan gabah yang dimaksud adalah gabah kering panen (GKP), yang harganya nik setelah pemerintah menyesuaikan harga untuk mengangkat kesejahteraan petani. cnn/mb06