
SOLO – Presiden ke-7 Joko Widodo selesai menjalani pemeriksaan kasus tudingan ijazah palsu di Polresta Solo, Jawa Tengah, Rabu (23/7) siang. Total, ia menjalani pemeriksaan sekitar 3 jam lebih terhitung sejak tiba di Polresta Solo pukul 10.16 WIB.
Jokowi, seperti dikutip CNNIndonesia.com, keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 13.15 WIB, didampingi sejumlah kuasa hukumnya. Sejumlah dokumen dibawa Jokowi saat mendatangi Mapolresta Solo, terutama ijazah dari SD hingga perguruan tinggi. Dia langsung masuk ruang pemeriksaan.
Tim pemeriksa Jokowi berasal dari Polda Metro Jaya yang memang menangani kasus ini. Saat keluar ruang pemeriksaan, Jokowi langsung ditemui wartawan yang telah menunggu.
Pemeriksaan berlangsung sekitar 3 jam dengan materi berupa pendalaman sejumlah hal seperti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jokowi dan dosen pembimbingnya.
“Hari ini ada 10 orang diperiksa, plus bapak (Jokowi) jadi 11 orang. Jadi bapak diperiksa bersama-sama 10 saksi lainnya,” kata Yakup.
Selain itu, Yakup mengungkap bahwa polisi menyita sejumlah dokumen, antara lain ijazah SMA dan S1 Jokowi. Menurut Yakup, dokumen itu akan diperlihatkan di persidangan.
Yakup menambahkan, pihaknya belum mendapat informasi soal tersangka di kasus ini.
“Belum ada informasi sudah ada tersangka, belum, karena penyidikan baru dimulai, Pak Jokowi baru diperiksa,” katanya.
Selain itu, ia mengklarifikasi pemberitaan media terkait permintaan Jokowi menunda pemeriksaan.
Yakup berkata kliennya memang minta penundaan pemeriksaan pekan lalu, tapi bukan karena kondisi kesehatan. Alasan utama permintaan penundaan karena telah ada agenda yang tak bisa ditinggalkan.
Kasus tudingan ijazah palsu Jokowi diproses oleh Polda Metro Jaya. Sedikitnya ada enam laporan polisi di kasus ini, termasuk laporan langsung dari Jokowi.
Jokowi melayangkan laporan terkait dugaan fitnah atau pencemaran nama baik buntut tudingan ijazah palsu. Dalam laporan itu, Jokowi melaporkan soal dugaan pelanggaran Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 305 Jo 51 ayat 1 UU ITE.
Teranyar, polisi telah menaikkan status laporan yang dilayangkan Jokowi ke tahap penyidikan. Hal ini berdasarkan gelar perkara di mana penyidik menemukan ada unsur pidana di dalamnya.
Untuk lima laporan lain, tiga di antaranya naik ke tahap penyidikan. Sedangkan dua laporan lainnya dicabut oleh pihak pelapor.
Selain menyita ijazah SMA dan S1 Joko Widodo, penyidik Polda Metro Jaya juga menyita lima ijazah teman SMA Presiden Ketujuh RI itu.
Salah satu teman SMA Jokowi, Sigit Haryanto mengatakan lima ijazah itu disita penyidik usai mereka menjalani pemeriksaan di Mapolresta Surakarta, Selasa (22/7) kemarin.
“Ada lima ijazah sebagai bukti nanti uji forensik,” kata Sigit saat ditemui di Mapolresta Surakarta, Rabu (23/7), yang dikutip CNNIndonesia.com.
Sigit mengatakan lima ijazah tersebut milik teman seangkatan Jokowi saat sekolah di SMA Negeri 6 Surakarta. Mereka lulus bersama Jokowi pada tahun 1980.
“Jadi, kami semua adalah teman sekolah SMA pada saat itu, tahun 1980,” kata dia.
Sigit bersama empat rekan lainnya sudah diperiksa penyidik dari Polda Metro Jaya. Ia mengatakan ada 95 pertanyaan dari penyidik selama pemeriksaan tersebut.
“Intinya pertanyaan-pertanyaan itu seputar pada saat itu kami semua adalah siswa sekolah SMA 6 atau SMPP. Kenal Pak Jokowi atau tidak,” kata dia.
“Kami tentunya menjawabnya saya mengenal karena Pak Jokowi itu adalah teman kami dan lulus bersama-sama beliau,” lanjutnya.
Teman sekolah Jokowi lainnya, Bambang Surojo menambahkan, penyidik juga menanyakan tentang penamaan SMA Negeri 6 Surakarta. Sekolah yang berada di sisi Utara Kota Solo itu sebelumnya bernama Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP).
Bambang menjelaskan saat itu teman seangkatan Jokowi bersama-sama mendaftar di SMA Negeri 5 Surakarta. Saat itu, SMA Negeri 5 memiliki 11 kelas, yaitu Kelas 1-1 sampai dengan Kelas 1-11.
“Kelas 1-1 sampai 1-6 masuk pagi, kelas 1-7 sampai 1-11 masuk siang. Kami menyebutnya SMA 5 siang,” kata dia.
Pemerintah lalu membangun gedung tambahan untuk mengakomodasi murid-murid yang masuk siang.
“Kemudian setelah ruang itu tersedia bagi kami, kami masuk pagi sehingga kami menjadi siswa SMPP atau SMA 6 Surakarta,” jelas Bambang.
Dalam perjalanannya, SMPP berganti nama menjadi SMA Negeri 6 Surakarta. Bambang menjelaskan perubahan nama tersebut merupakan kebijakan Pemerintah.
“Mengenai nama SMPP dan SMA 6 yang menjadi polemik selama ini yang digoreng-goreng itu adalah kebijakan dari pemerintah. Dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu menterinya Pak Daud Yusuf,” terangnya.
Ia juga menyebut saat itu terjadi perubahan sistem pendidikan dari catur wulan menjadi semester. Akibatnya, siswa seangkatan Jokowi menjalani masa SMA selama 3 tahun 6 bulan.
“Waktu itu juga ada pergeseran waktu yang terjadi 6 bulan kemudian sehingga kita menikmati sekolah itu bukan 3 tahun, tapi 3 tahun setengah,” kata dia. web