Selasa, Juli 22, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Tarif Impor Trump 19%: Waktunya Indonesia Bangkit dari Ketergantungan

by Mata Banua
21 Juli 2025
in Opini
0
D:\2025\Juli 2025\22 Juli 2025\8\8\master opini.jpg
Ilustrasi bendera Indonesia.(foto:mb/ist)

 

Oleh : Muchammad Saifuddin. (Dosen Prodi Mananajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya. Mahasiswa akhir Doktor Ilmu Manajemen Universitas Airlangga Surabaya.)

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Penguatan Karakter Positif Melalui Menulis Puisi

21 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\21 Juli 2025\8\dsvd.jpg

Ketika Janda Jadi Algojo

20 Juli 2025
Load More

Pada Juli 2025, Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan bahwa Indonesia akan dikenakan tarif impor sebesar 19% untuk produk-produk yang masuk ke pasar AS, sebuah langkah yang lebih rendah dari ancaman tarif sebelumnya yang mencapai 32%. Bagi banyak pihak, keputusan ini dianggap sebagai angin segar karena mengurangi beban tarif yang semula akan diterapkan. Namun, meskipun tarif ini lebih ringan, tetap saja kebijakan ini menggambarkan ketergantungan Indonesia yang besar terhadap pasar ekspor tunggal. Hal ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya melihat lebih jauh dan mulai berpikir bagaimana Indonesia bisa lebih mandiri secara ekonomi, tanpa harus terlalu bergantung pada kebijakan negara lain yang bisa berubah kapan saja.

Dampak Tarif Impor bagi Indonesia

Ketergantungan Indonesia terhadap pasar AS sangat terasa di sektor-sektor utama, seperti manufaktur dan tekstil, yang mengandalkan ekspor ke pasar AS. Salah satu contohnya bisa kita lihat pada sektor tekstil, yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia. Pada 2024, Indonesia mengekspor tekstil ke AS senilai lebih dari USD 5,3 miliar. Ketika AS mengenakan tarif impor yang lebih tinggi, ini jelas bisa menurunkan daya saing produk tekstil Indonesia. Selain itu, semakin banyak biaya yang harus ditanggung oleh produsen, ini bisa memengaruhi harga jual dan menyebabkan barang-barang lokal menjadi kurang kompetitif.

Meski tarif impor ini lebih rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya, kita tak bisa menutup mata pada fakta bahwa kebijakan semacam ini tetap akan memberi dampak negatif. Indonesia masih menghadapi risiko ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan internasional yang berubah-ubah, yang bisa membuat para pelaku usaha terhimpit dan berjuang keras untuk tetap bersaing.

Ketidakadilan dalam Relasi Ekonomi Global

Ada satu hal yang patut dipertanyakan dalam kebijakan tarif ini: Mengapa negara seperti Indonesia yang sedang berkembang harus dikenakan tarif lebih tinggi, sementara negara maju lainnya, seperti Jepang dan Korea, tidak dikenakan kebijakan yang sama? Tarif impor ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam relasi ekonomi global. Negara-negara besar, seperti AS, sepertinya menggunakan kebijakan ini untuk menjaga dominasi mereka dalam perdagangan internasional, sementara negara-negara berkembang yang baru saja mencoba menapaki jalur ekspor justru harus menghadapi hambatan yang lebih besar.

Di sisi lain, negara seperti Jepang, dengan industri manufaktur yang jauh lebih besar dan lebih maju, tidak dikenakan tarif serupa. Ini menunjukkan ketidakseimbangan yang membuat negara berkembang, seperti Indonesia, semakin terpojok dalam permainan perdagangan internasional.

Strategi Diversifikasi Pasar: Mengurangi Ketergantungan yang Berisiko

Untuk keluar dari ketergantungan pada pasar tunggal seperti AS, Indonesia harus segera mencari jalan keluar dengan mempercepat diversifikasi pasar ekspor. Negara-negara seperti India, negara-negara ASEAN, dan pasar Afrika memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi tujuan ekspor baru bagi produk Indonesia. Sebagai contoh, produk kelapa sawit Indonesia sudah mulai banyak diminta oleh China dan India. Bahkan, Indonesia kini menjadi eksportir terbesar untuk produk ini. Ini adalah bukti bahwa dengan diversifikasi pasar, kita tidak hanya mengandalkan satu negara saja. Lebih banyak peluang bisa tercipta jika kita menjalin hubungan lebih erat dengan negara-negara berkembang yang membutuhkan produk kita.

Ke depannya, Indonesia perlu lebih fokus memperkuat hubungan dengan negara-negara yang memiliki tantangan dan peluang serupa. Negara-negara berkembang bisa saling mendukung untuk meningkatkan daya saing bersama. Ini adalah langkah strategis yang harus dilakukan untuk menciptakan kemitraan ekonomi yang saling menguntungkan, dan mengurangi dampak kebijakan proteksionis dari negara besar.

Meningkatkan Daya Saing: Investasi dalam Inovasi

Selain itu, Indonesia harus lebih serius dalam meningkatkan daya saing produk domestik. Tak cukup hanya mengandalkan ekspor komoditas atau produk dengan nilai tambah rendah. Sektor-sektor seperti teknologi dan manufaktur berbasis inovasi harus menjadi prioritas utama. Lihat saja bagaimana sektor teknologi di Indonesia, seperti Gojek dan Tokopedia, meskipun menghadapi tantangan berat dalam pasar domestik, telah mampu bersaing dan meraih kesuksesan, bahkan mulai mengembangkan pasar di luar negeri. Dengan dukungan riset dan pengembangan yang lebih baik, Indonesia bisa menciptakan lebih banyak inovasi yang relevan dengan kebutuhan pasar global, yang tentunya akan meningkatkan daya saing kita.

Melalui peningkatan keterampilan dan inovasi, Indonesia bisa merubah paradigma bahwa kita hanya bisa bersaing di sektor komoditas atau produk murah. Kita memiliki potensi untuk lebih maju, asalkan kita memberikan perhatian lebih pada pendidikan dan riset, serta menciptakan industri berbasis teknologi yang lebih berkelanjutan.

Kesempatan untuk Melakukan Reformasi Ekonomi

Meskipun kebijakan tarif ini membawa tantangan, kita bisa melihatnya sebagai kesempatan untuk melakukan perubahan besar dalam perekonomian Indonesia. Ini adalah momentum yang tepat bagi kita untuk mempercepat reformasi ekonomi dengan berfokus pada sektor-sektor yang lebih berkelanjutan dan berbasis teknologi. Ketergantungan pada sumber daya alam dan produk dengan nilai tambah rendah harus mulai dikurangi, sementara sektor-sektor yang ramah lingkungan dan efisien harus lebih didorong untuk berkembang.

Selain itu, Indonesia perlu berinvestasi lebih banyak dalam sektor pendidikan dan pengembangan teknologi. Hanya dengan memiliki generasi yang terampil dan siap bersaing di pasar internasional, Indonesia bisa keluar dari ketergantungan ini dan memanfaatkan peluang yang ada. Melalui pendidikan yang berkualitas, kita dapat mempersiapkan tenaga kerja yang mampu mengelola dan mengembangkan sektor-sektor berbasis inovasi yang lebih maju.

Menyongsong Masa Depan Ekonomi yang Lebih Kuat

Tarif impor 19% yang dikenakan AS terhadap Indonesia memang membawa tantangan, tetapi ini juga memberikan peluang untuk memperbaiki ketergantungan Indonesia pada pasar global. Diversifikasi pasar, peningkatan daya saing melalui inovasi dan pendidikan, serta kemitraan dengan negara-negara berkembang, adalah langkah-langkah yang harus segera diambil untuk menciptakan masa depan ekonomi yang lebih kuat dan mandiri. Jika Indonesia mampu memanfaatkan peluang ini, kita bisa mengurangi dampak negatif dari kebijakan proteksionis dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ke depannya, Indonesia harus lebih berani untuk mengambil langkah nyata dalam menghadapi tantangan global dan menciptakan ekonomi yang lebih kuat dan mandiri. (detikNews)

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA