
JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) meminta majelis hakim menolak nota pembelaan atau pleidoi terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto, serta tetap menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara.
Hal itu disampaikan jaksa saat membacakan replik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (14/7), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
“Kami tetap bersikap pada surat tuntutan pidana yang telah dibacakan pada tanggal 3 Juli 2025 dan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa harus dinyatakan ditolak,” ujar jaksa.
“Selanjutnya kami Penuntut Umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan pidana Penuntut Umum yang telah ada dibacakan 3 Juli 2025,” imbuh jaksa.
Menurut jaksa, Hasto bersama-sama dengan pihak lain dari internal PDIP seperti Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah menyadari perbuatan yang dilakukan adalah dilarang berdasarkan peraturan perundang undangan.
Akan tetapi, masing masing dari mereka secara bersama-sama tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling membagi peran satu sama lain dalam mewujudkan sempurnanya delik.
“Bahwa terdakwa bersama sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah melakukan kerja sama yang erat dan diinsafi dalam mewujudkan tindak pidana korupsi secara bersama sama dan berlanjut, sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif pertama,” kata jaksa.
Berdasarkan analisis yuridis tersebut di atas, lanjut jaksa, maka dalil nota pembelaan Hasto dan tim penasihat hukumnya yang menyatakan perbuatan terdakwa tidak memenuhi unsur Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP haruslah dinyatakan ditolak dan dikesampingkan.
Jaksa menegaskan telah mampu membuktikan berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwa Hasto bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
Yaitu secara bersama-sama telah memberi uang secara bertahap dengan total sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan (Komisioner KPU 2017-2022) bersama-sama Agustiani Tio Fridelina (mantan Anggota Bawaslu) sebagaimana telah diuraikan dalam analisis yuridis surat tuntutan halaman 1.387-1.388.
“Maka, Penuntut Umum tetap berkesimpulan bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana, mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu,” kata jaksa.
Sebelumnya, Hasto dituntut dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam menjatuhkan tuntutan pidana tersebut, jaksa mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Keadaan memberatkan adalah perbuatan Hasto tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan keadaan meringankan Hasto bersikap sopan selama persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan tidak pernah dihukum.
Sementara, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto selaku terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan menilai jaksa KPK tidak mampu menjawab soal kriminalisasi dan penyelundupan fakta hukum dalam repliknya.
“Dari replik tadi terlihat bahwa terhadap fakta-fakta yang kami sampaikan adanya rekayasa dan juga penyelundupan fakta dan kriminalisasi ternyata tidak mampu dijawab oleh Penuntut Umum,” ujar Hasto seusai mengikuti persidangan pembacaan replik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (14/7), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Menurut Hasto, yang justru terjadi adalah penggiringan opini bahwa saksi-saksi dari internal KPK adalah saksi fakta terhadap kejadian Operasi Tangkap Tangan (OTT).
“Padahal yang terjadi sebenarnya mereka dihadirkan dengan suatu Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di mana di dalam BAP itu mengungkapkan suatu fakta-fakta yang diselundupkan, suatu fakta-fakta palsu yang berasal dari BAP dan itulah yang menjadi dasar dari pembuatan surat dakwaan dan surat tuntutan,” ucap Hasto.
“Dan seluruh argumentasi kami sampaikan dalam pleidoi tidak mampu dijawab oleh JPU,” sambungnya.
Hasto menambahkan pihaknya akan menyiapkan duplik untuk menjawab argumen-argumen yang tertuang dalam replik jaksa. Sidang duplik akan digelar pada Jumat, 18 Juli 2025.
Dalam repliknya, jaksa meminta majelis hakim menolak nota pembelaan atau pleidoi Hasto serta tetap menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara.
“Kami tetap bersikap pada surat tuntutan pidana yang telah dibacakan pada tanggal 3 Juli 2025 dan nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa harus dinyatakan ditolak,” kata jaksa.
“Selanjutnya kami Penuntut Umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan pidana Penuntut Umum yang telah ada dibacakan 3 Juli 2025. web