Selasa, Juli 15, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Gaji rendah, Kesejahteraan Guru Masih Sekedar Wacana

by Mata Banua
14 Juli 2025
in Opini
0

Oleh : Fatimah (Aktivis Muslimah)

“Seorang alim yang mengajarkan ilmunya lebih mulia daripada seorang mujahid yang berjihad di medan perang.” – Imam Syafi’i –

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\15 Juli 2025\8\8\Ahmad Mukhallish Aqidi Hasmar.jpg

Huru-Hara Konstitusi

14 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\15 Juli 2025\8\8\palestina.jpg

Palestina dan Fajar Kebangkitan Umat di Depan Mata

14 Juli 2025
Load More

Isu sederhana tapi mengiris hati, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebutkan pada 2024 sebanyak 94% guru madrasah belum sejahtera. Kenaikan gaji yang sempat digaungkan Presiden hari ini nyatanya tidak merata dan cenderung tidak tepat sasaran.

Tak hanya itu, kabar terbaru ini telah dihapusnya tunjangan Tugas Tambahan (TUTA) Guru di APBD Banten 2025. Keputusan ini membuat ribuan guru terancam kehilangan penghasilan tambahan yang selama ini menopang kebutuhan hidup mereka. Bukan hanya kecewa, para guru pun mulai bersiap melayangkan protes ke pemerintah.

Kesejahteraan guru seharusnya bukan jadi urusan sampingan yang bisa dipangkas seenaknya ketika maraknya ‘efisiensi’. Saat pemerintah masih ragu memberi prioritas pada guru, berarti kita belum sepenuhnya serius dalam membangun masa depan bangsa. Alhasil, tidak sedikit penerus yang kecerdasannya bak menjadi mahal dan terbatas hanya untuk kalangan atas saja.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru terpaksa mencari penghasilan tambahan. Tak sedikit yang mengajar di lebih dari satu sekolah, atau bahkan berjualan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bagaimana bisa mendidik generasi emas jika kesejahteraan mereka sendiri saja tidak dijamin? Sayangnya, negara justru cenderung memperlakukan guru sebagai pekerja biasa, bukan sebagai pilar utama peradaban.

Kondisi ini semakin diperparah oleh sistem ekonomi kapitalistik yang sarat utang dan ketergantungan pada investor. Akibatnya, pengeluaran negara kerap dipangkas dengan alasan efisiensi, termasuk di sektor pendidikan. Tidak sedikit, ruangan yang sebelumnya dingin dengan AC kini harus dimatikan karena kampus tidak lagi punya anggaran untuk itu. Negara pun menyerahkan sebagian besar tanggung jawab pendidikan kepada pihak swasta, sementara guru-guru di sekolah negeri ditinggalkan dalam ketidakpastian.

Berbeda halnya dengan sistem pendidikan Islam. Dalam sejarah peradaban Islam, guru bukan hanya dihormati tapi juga dijamin kesejahteraannya oleh negara. Dalam peradaban Islam, pendidikan bukan hanya kebutuhan, melainkan kewajiban negara dan pondasi utama peradaban. Karena itu, sistem Islam menempatkan guru dalam posisi yang sangat mulia dan strategis, bukan sekadar ‘pekerja pendidikan’, tetapi pembina generasi dan penjaga ilmu.

Dari pendidikan dasar hingga lanjutan menjadi hak seluruh rakyat, tanpa memandang statusnya. Sistem Islam mewajibkan negara menyediakan lembaga pendidikan, kurikulum, tenaga pendidik, serta fasilitas yang memadai, tanpa pungutan biaya.

Kenapa bisa gratis? Pendidikan tidak dijadikan lahan bisnis. Maka tidak ada komersialisasi sekolah, tidak ada pungutan liar, apalagi penyerahan pendidikan ke pihak swasta yang hanya memikirkan profit. Selain itu, Islam juga mengatur bahwa untung kekayaan sumber daya alam diperuntukkan untuk masyarakat, tidak untuk satu pihak saja. Tidak ada lagi yang berani korupsi, jika di dalam pendidikan kurikulumnya selalu berbasis akidah Islam. Ilmu-ilmu syar’i menjadi pusat, namun ilmu sains, kedokteran, matematika, dan lainnya, juga berkembang pesat dan diajarkan secara terintegrasi dengan nilai-nilai Islam. Tidak hanya diajarkan kepada siswa, tapi menyeluruh diterapkan oleh seluruh warga sekolah, bahkan masyarakat sekalipun.

Bukan hanya bualan, era Dinasti Abbasiyah (khususnya di masa Khalifah Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun), guru-guru di Baitul Hikmah Baghdad digaji hingga 100–200 dinar per bulan. Sebagai gambaran, saat itu 1 dinar emas = ± 4,25 gram emas. Jika 1 gram emas hari ini Rp1.300.000, maka 100 dinar setara Rp552 juta per bulan! Dari masa inilah menghadirkan ilmuwan dahsyat, seperti Al Khawarizmi, Ibnu Sina, Al Farabi, dan masih banyak lagi.

Maka, jika bangsa ini benar-benar ingin membangun generasi unggul, bukan reformasi kecil-kecilan yang dibutuhkan, tapi transformasi sistemik, dimulai dari cara pandang terhadap pendidikan dan siapa yang mendidik. Karena tanpa guru yang sejahtera, semua cita-cita besar akan tinggal dalam tumpukan rencana.

Sudah saatnya pemerintah berhenti memperlakukan guru seperti beban anggaran. Karena sejatinya, investasi terbaik bukan di infrastruktur, tapi di kepala-kepala anak bangsa yang hanya bisa dibentuk oleh guru-guru yang sejahtera. Yang kita dibutuhkan adalah perubahan sistemik, mengembalikan peran negara sebagai pelayan umat yang sepenuhnya bertanggung jawab atas pendidikan dan kehidupan rakyat. Hal ini hanya dapat terwujud dengan diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam semua aspek.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA