
BANJARMASIN – Mencuat temuan BPK terhadap dugaan yang terjadi di Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Tenaga Kerja (Diskopumker) Banjarmasin. Temuan ini diduga dilakukan oleh bendahara Diskopumker dengan melakukan praktik rekayasa laporan anggaran pada dinas tersebut.
Kepala Inspektorat Kota Banjarmasin, Dolly Syahbana, mengatakan pihaknya juga melakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap temuan tersebut.
Menurutnya, ada sejumlah kelemahan dalam sistem pengelolaan keuangan yang dikelola oleh bendahara selama ini.
Pelaku sengaja membuat dobel laporan keuangan atau dobel akunting yang dapat merugikan Negara, hingga dapat menyeretnya ke ranah hukum. “Kami menelusuri, mulai dari modusnya dan caranya seperti apa. Ternyata selama ini banyak kelemahan yang kami temui di dalam sistem pengelolaan keuangan,” kata Dolly, Minggu kemarin
“Temuan krusial yakni pelaku sangat mudah melakukan transaksi ganda. Hal itu kami anggap sebagai pelanggaran,” tegas Dolly.
Dolly menjelaskan bahwa peran inspektorat dalam kasus ini adalah melakukan penelusuran dan pengawasan internal. Saat ini, kasus tersebut sedang dalam proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Inspektorat masih menunggu hasil resmi dari lembaga tersebut
“Posisinya sekarang masih dalam masa audit di BPK,” jelasnya.
Ditambahkan Inspektur Pembantu Khusus (Irbansus) Inspektorat Banjarmasin, Rabiatul Adawiyah, bahwa pelaku kebocoran anggaran tetap berpotensi terjerat hukuman. Meskipun, lanjut dia, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) saat ini lebih memprioritaskan upaya pengembalian kerugian negara.
“Bukan berarti pelakunya tidak berpotensi dihukum hanya saja saat ini kami fokus dulu pada penegasan besaran yang harus dibayar dan diganti,” kata Rabiatul.
Mengenai jenis hukuman, Rabiatul menjelaskan bahwa hal itu akan berdasarkan rekomendasi dari BPK. “Kalau dianggap hanya kesalahan administrasi (TGR), maka sanksinya hanya pengembalian uang sebesar kerugian negara,” katanya.
Namun, jika dalam hasil pemeriksaan ditemukan kesalahan yang tidak hanya bersifat administratif, BPK bisa langsung menyerahkan kasus tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
“Itu penetapan dari BPK, kalau dia anggap ini ruang lingkup yang sangat riskan. Tapi kalau dianggap ini hanya TGR, maka hanya mengembalikan kerugian negara, dengan batas waktu yang ditentukan,” ungkap Rabiatul.
Rabiatul menambahkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, pihaknya tidak menemukan adanya penyelewengan uang hak orang lain oleh oknum ASN tersebut, melainkan lebih condong pada aspek pemeliharaan. via