
BANJARMASIN – Majelis hakim yang di pimpin Cahyono Riza Adrianto menjatuhkan vonis terhadap empat terdakwa dalam perkara kasus dugaan suap dan gratifikasi di Dinas PUPRP Kalimantan Selatan pada sidang lanjutan yang di gelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (9/7).
Pada sidang dengan agenda putusan tersebut, majelis hakim menyatakan keempat terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana suap dan gratifikasi sebagaimana pada Pasal 12 Huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana di ubah dan di tambah pada UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim pun menjatuhkan pidana masing-masing kepada terdakwa Ahmad Solhan lima tahun penjara, denda Rp 600 juta atau subsidair empat bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 7,4 miliar dengan ketentuan apabila tidak di bayar maka gantinya dengan hukuman tiga tahun penjara.
Kemudian, terdakwa Yulianti Erlina di vonis empat tahun dan dua bulan penjara, denda Rp 600 juta atau subsidair empat bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 395 juta dengan ketentuan apabila tidak membayar maka gantinya dua tahun dan enam bulan penjara.
Sedangkan terdakwa H Akhmad di vonis emapt tahun penjara dan denda Rp 200 juta atau subsidair dua bulan kurungan. Dan terdakwa Agustya Febri Andrean di vonis empat tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsidair tiga bulan kurungan.
Selain itu, majelis hakim juga meminta kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk memeriksa PT Asri Karya Lestari selaku pemberi dalam kasus suap dan gratifikasi. Karena menurut majelis hakim yang namanya suap dan gratifikasi itu erat dengan pemberi dan penerima
Menurut majelis hakim dalam kasus suap dan gratifikasi di Dinas PUPRP Kalsel ini, PT Asri Lestari harus di periksa lantaran memberikan uang sebesar Rp 10 miliar, karena pemberian tersebut ada kaitannya dengan jabatan dan pekerjaan.
Apalagi menurut majelis hakim, dalam kasus suap dan gratifikasi di Dinas PUPRP Kalsle ini dua pemberi atas nama Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto yang sudah lebih dulu menjalani proses persidangan dan terbukti bersalah.
Sebelumnya, saat pihak PT Asri Karya Lestari menjadi saksi, majelis hakim juga meminta agar JPU memeriksa, karena ketika menjadi saksi pihak PT Asri Karya Lestari telah mengakui memberikan uang sebesar Rp 10 miliar kepada Dinas PUPRP Kalimantan Selatan.
Menanggapi isi amar putusan majelis hakim, JPU Ikhsan mengatakan akan melaporkannya kepada pimpinan.
“Ya benar, dalam putusannya majelis hakim meminta untuk memeriksa kembali pihak PT Asri Karya Lestari selaku pemberi, dan ini akan kita sampaikan pada pimpinan,” ucap Ikhsan.
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Ahmad Solhan dengan hukuman lima tahun dan delapan bulan penjara, denda Rp 1 miliar atau subsidair enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 16 miliar dengan ketentuan apabila tidak bisa membayar maka diganti kurungan selama empat tahun.
Untuk terdakwa Yulianti Erlynah di tuntut empat tahun dan enam bulan, denda Rp 1 miliar atau subsidair enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 4 miliar dengan ketentuan apabila tidak bisa membayar maka diganti kurungan tiga tahun penjara.
Kemudian, terdakwa H Akhmad di tuntut empat tahun penjara, denda Rp 200 juta atau subsidair empat bulan kurungan. Dan terdakwa Agustya Febri di tuntut empat tahun dan dua bulan penjara serta denda Rp 500 juta atau subsidair lima bulan kurungan.
Dalam surat dakwaan dijelaskan, kasus ini berawal dari pemenangan tiga proyek yang akan dikerjakan kedua terdakwa, yakni proyek pembangunan kolam renang senilai Rp 9 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp 22 miliar, dan lapangan sepak bola senilai Rp 23 miliar.
Atas pemenangan lelang tersebut, Ahmad Solhan yang dulu merupakan Kepala Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Selatan meminta uang kepada para terdakwa sebesar Rp 1 miliar melalui Kabid Cipta Karya Yulianti Erlina.
Uang tersebut diserahkan kedua terdakwa dengan cara menaruh di dalam mobil milik Yulianti Erlina dalam pertemuan di sebuah rumah makan di Kota Banjarbaru. Setelah kasusnya terungkap, tim KPK pun menyeret enam orang tersangka.
Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto merupakan pihak swasta yang menjadi tersangka saat OTT KPK terkait dugaan gratifikasi proyek pada Dinas PUPR Kalsel.
Selain dua orang tersebut, KPK juga menangkap Kepala Dinas PUPR Kalsel Ahmad Solhan, Kabid Cipta Karya PUPR Kalsel sekaligus PPK Yulianti Erlina, Agustya Febry Andrean selaku Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, dan Ahmad Pengurus Rumah Tahfidz.
Anggaran yang digelontorkan Pemprov Kalsel untuk pembangunan Gedung Samsat Terpadu sebesar Rp 22.268.020.250 dan dikerjakan PT Haryadi Indo Tama (HIU).
Sementara dua proyek lainnya, yakni pembangunan lapangan sepak bola yang berada di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalsel sebesar Rp 23.248.949.136 dengan penyedia PT Wismani Kharya Mandiri (WKM), dan pembangunan kolam renang dengan biaya Rp 9.178.205.930 dengan penyedia terpilih CV Bangun Banua Bersama (CBB).
Berdasarkan isi BAP, perusahaan yang memenangkan lelang atau tender ketiga proyek tersebut sebagian merupakan milik Yulianti Erlina. ris