
Minimnya partisipasi pemilih pada pemilu dan pilkada secara tidak disadari memberikan dampak boros dalam penggunaan alokasi anggaran pemilu. Banyaknya kertas suara yang tidak terpakai menjadi salah satu contoh mengapa rendahnya partisipasi pemilih menyebabkan kerugian dalam penggunaan anggaran pemilu. Pada umumnya partisipasi pemilih rendah dalam memberikan suaranya untuk memilih wakil rakyat di kursi parlemen di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Kondisi ini menjadi permasalahan apalagi saat ini Pemerintahan Prabowo-Gibran menekankan efisiensi dalam penggunaan anggaran program pemerintah mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah. Penulis memandang mengusulkan metode pemungutan suara melalui sistem e-voting dapat membantu menimalisir penggunaan alokasi anggaran yang terbuang karena minimnya partisipasi pemilih.
Secara yuridis aturan pemilu menggunakan e-voting sudah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 pada pasal 85 ayat 1 “Pemberian suara untuk pemilihan dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau memberi suara melalui peralatan pemilihan secara elektronik.” E-voting berperan dalam menekan biaya pemilu seperti biaya pembuatan kertas suara, kotak suara dan kebutuhan logistik yang dibutuhkan dalam pemungutan suara yang dilakukan di TPS.
Permasalahan yang terjadi akibat rendahnya partisipasi pemilih yaitu tidak terpakainya kertas suara yang mengakibatkan pemborosan dan tidak efektiknya penggunaan anggaran. E-Voting dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Pelaksanaan metode pemungutan suara melalui e-voting memang memberikan manfaat dalam penghematan dan akurasi penggunaan anggaran. E-voting juga memiliki sejumlah tantangan dan hambatan dalam penerapannya.
Permasalahan aksebilitas wilayah, infrastruktur penerapan e-voting dan kapasitas SDM penyelenggara pemilu merupakan beberapa hambatan dan tantangan dalam menyelenggarakan pemungutan suara menggunakan metode e-voting. Penulis menilai implementasi pemungutan suara dengan e-voting masih belum bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.
Hal ini dikarenakan permasalahan aksebilitas dan kondisi geografis daerah-daerah di Indonesia yang masih banyak mengalami masalah akses infrastruktur digital. Penulis memberikan saran implementasi metode e-voting ini diterapkan pada daerah yang rendah angka partisipasi pemilih pada gelaran pemilu terakhir. Rasionalisasi alasan mengapa daerah angka rendah partisipasi pemilih yang dipilih adalah sebagai bentuk konsekuensi dari tidak optimalnya peran dari lembaga penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), partai politik dan para calon politisi dalam memberikan sosialisasi politik kepada masyarakat.
Secara tidak langsung kurang optimalnya para stakeholder penyelenggara pemilu dalam melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan partisipasi pemilih membuat tidak efektifnya penggunaan anggaran kebutuhan penyelenggara pemilu. KPU dapat memilih daerah-daerah mana yang harus melaksanakan pemungutan suara dengan sistem e-voting. Daerah dengan persentase kehadiran pemilih dibawah 60% harus menerapkan metode e-voting sebagai kompensasi atas minimnya partisipasi pemilih menggunakan hak suaranya pada pemilu.
Maka sangat diperlukan kegiatan pelatihan penggunaan metode e-voting kepada seluruh sdm penyelenggara pemilu. Fasilitas dan sarana yang dibutuhkan untuk menggelar sistem pemungutan suara e-voting juga harus dipenuhi. Beberapa fasilitas yang harus dipersiapkan diantaranya mesin pemungutan suara, komputer, pembaca sidik jaro, printer, kotak suara elektronik, jaringan komputer, pembangkit listrik dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan. Sosialisasi yang masif kepada masyarakat mengenai e-voting sangat penting untuk terus disuarakan agar masyarakat menjadi paham dengan metode e-voting dalam memilih ini.
Perlu setidaknya diagendakan sosialisasi berkala dan terjadwal kepada masyarakat akan implementasi pemilu e-voting ini. Memang sudah seharusnya metode e-voting ini diterapkan secara bertahap agar kedepannya dapat diperluas implementasinya di beberapa wilayah. E-voting sangat mendukung program efisiensi dan mengurangi alokasi dana pemilu yang terbuang. Salah satu contohnya dapat dilihat dengan banyaknya kertas suara yang tidak terpakai karena minimnya partisipasi pemilih.