Minggu, Juli 13, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Peran Seni dalam Pendidikan Karakter untuk Generasi Bebas Kekerasan

by Mata Banua
18 Juni 2025
in Opini
0

Oleh: Maila Dinia Husni Rahiem

Guru Besar Pendidikan Anak Usia Dini dan Kesejahteraan Sosial di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penasehat ahli Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, anggota Board Advisor Kids Biennale Indonesia. ( detikNews)

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Menuju Negeri Bersih dan Berdaya

10 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\Nur Alfa Rahmah.jpg

Indonesia Darurat Perundungan Anak: Mencari Solusi Sistemik

10 Juli 2025
Load More

Pendidikan karakter tidak hanya soal menghafal norma atau prinsip moral, melainkan menanamkan nilai kepedulian, tanggung jawab, dan keberanian untuk bertindak adil. Seni memegang peran strategis dalam upaya membentuk generasi yang terbebas dari kekerasan: ia bukan sekadar hiburan, melainkan medium nyata yang memungkinkan anak mengenal diri, meresapi perspektif orang lain, dan mempraktikkan nilai-nilai kemanusiaan.

Etika Peduli dan Keterampilan Sosial

Nel Noddings menyatakan bahwa ethics of care berakar pada hubungan saling peduli dan keterbukaan hati. Dalam praktiknya, aktivitas seni berkelompok—seperti kolase, teater partisipatif, atau musik bersama—menuntut anak untuk mendengarkan, menghargai gagasan teman, dan bertindak responsif. Lewat proses ini, nilai kepedulian tumbuh secara alami dan membentuk fondasi moral yang menentang sikap agresif.

UNESCO juga menegaskan bahwa pendidikan seni meningkatkan social and emotional skills, termasuk empati, toleransi, dan kepekaan budaya. Ketika siswa diajak membuat mural keragaman atau menari dalam kelompok multikultural, mereka mempraktikkan kerja sama dan pengakuan perbedaan. Evaluasi UNESCO menunjukkan partisipasi seni berkorelasi positif dengan keterlibatan sipil dan perilaku saling menghormati.

Bukti Empiris dan Tantangan di Indonesia

Studi Cabedo-Mas, Nethsinghe, dan Forrest (2017) di Australia dan Spanyol menemukan bahwa kurikulum terintegrasi seni berkontribusi pada peacebuilding serta pengembangan kompetensi sipil siswa. Sekolah yang rutin menyelenggarakan pementasan drama bertema persahabatan melaporkan penurunan insiden perundungan hingga 30 % dan peningkatan rasa solidaritas.

Di Indonesia, tantangan masih besar. Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR, 2024) mencatat lebih dari 50,8 % anak usia sekolah pernah mengalami kekerasan fisik, emosional, atau seksual. Angka ini menuntut upaya proaktif: bukan hanya penanganan pasca-kekerasan, tetapi pencegahan lewat pembentukan karakter yang kuat. Seni, dengan segala bentuknya—visual, musikal, tari, atau teater—memberi ruang aman bagi anak untuk mengolah emosi dan membangun kebiasaan respek yang berkelanjutan.

Kids Biennale dan Kolaborasi Ekosistem

Sebagai wujud nyata dari integrasi seni dan pendidikan karakter, Kids Biennale Indonesia mengusung tema “Tumbuh Tanpa Takut” dalam pamerannya di Galeri Nasional Indonesia (3–31 Juli 2025). Lebih dari 1 000 karya—lukisan, instalasi, film pendek, fotografi, hingga wayang cilik—menjadi cermin kreativitas dan keberanian anak-anak. Karya-karya ini bukan sekadar estetika, tetapi perwujudan nilai empati, keadilan, dan kerjasama.

Kids Biennale bekerja sama dengan pendidik, seniman, psikolog, dan pembuat kebijakan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung tumbuh kembang karakter. Pendidik dilatih mengadopsi metode arts-based learning; orang tua didorong mengapresiasi kreasi anak di rumah; pembuat kurikulum diundang mempertimbangkan seni sebagai instrumen pendidikan karakter. Kolaborasi lintas sektor ini—pendidikan, budaya, kesehatan, dan sosial—disebut UNESCO sebagai kunci keberlanjutan program seni edukatif.

Memberi ruang luas bagi seni berarti memberi anak pijakan untuk mengenal diri, memproses emosi, dan membentuk karakter yang menolak kekerasan. Dengan sinergi seluruh pemangku kepentingan, pendidikan karakter berbasis seni tidak hanya mencegah kekerasan, tetapi juga menyiapkan generasi yang berdaya, berempati, dan siap membangun tatanan sosial yang damai. ( detikNews)

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA