Selasa, Juli 8, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Haji: Momentum Persatuan Umat, Bukan Sekadar Seremoni

by Mata Banua
15 Juni 2025
in Opini
0

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.)

Tiap tahun, jutaan Muslim dari berbagai penjuru dunia—berbeda budaya, bahasa, warna kulit, dan status sosial—berkumpul di Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Peristiwa spiritual ini menjadi simbol agung ketaatan individu kepada Allah SWT dan lambang persatuan umat Islam yang berakar dari aqidah yang kokoh dan universal. Sebuah ukhuwah imaniyyah yang menyatukan hati, menghapus sekat-sekat duniawi yang semu.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\8 Juli 2025\8\8\Cikra Wakhidah Nur Fitrotun Aziza.jpg

Perumahan Subsidi Tanpa Akses Jalan: Peran Pemerintah Antara Janji Developer dan Nasib Warga

7 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Nasionalisme dan Negara Bangsa: Tembok Penghalang Pembebasan Palestina

7 Juli 2025
Load More

Dengan jumlah hampir 2 miliar jiwa, umat Islam sesungguhnya memiliki potensi luar biasa untuk menjadi kekuatan global yang disegani. Potensi ini mencakup berbagai bidang. Seperti politik, ekonomi, hingga sosial. Namun, hal itu yang dapat terwujud jika umat Islam mampu melepaskan diri dari belenggu perpecahan yang disebabkan sekat-sekat Nasionalisme sempit, fanatisme golongan, serta kepentingan duniawi yang memecah-belah. Sebaliknya, persatuan atas dasar aqidah Islam harus dijadikan fondasi utama membangun peradaban yang adil dan bermartabat di kancah dunia.

Ironisnya, bahkan dalam momen Idul Adha, umat Islam belum seragam dalam penetapan hari raya. Di momen Idul Adha tahun ini, umat Islam berbagai negara menunjukkan perbedaan dalam penetapannya. Malaysia misalnya, menetapkan Idul Adha jatuh pada 7 Juni 2025. Sementara Arab Saudi menetapkannya pada 6 Juni (detik.com). Perbedaan ini mencerminkan persatuan umat Islam secara global belum benar-benar terwujud.

Momentum spiritual di Tanah Suci pun seringkali sebatas seremonial tahunan. Persatuan yang tampak begitu indah saat melalui aktivitas ibadah di Tanah Suci seringkali hanya bersifat sementara. Jutaan umat Islam berbagai bangsa dan latar belakang memang berkumpul dalam satu tujuan yang sama, mencerminkan semangat ukhuwah yang luar biasa. Sayangnya, setelah momen itu berlalu, umat kembali tercerai-berai. Bahkan, tidak jarang terjadi permusuhan di antara sesama Muslim, akibat konflik kepentingan dan fanatisme kelompok.

Penderitaan dan ketidakadilan yang menimpa saudara seiman di berbagai penjuru dunia sering kali dilupakan. Sebagaimana terjadi di Palestina, Uyghur, Rohingya, dan lain-lain. Padahal, penderitaan mereka sudah seharusnya menjadi perhatian dan tanggung jawab bersama sebagai bagian dari ukhuwah Islamiyyah.

Sejatinya, persatuan sejati umat Islam tidak akan benar-benar terwujud hanya melalui seruan moral atau momentum tahunan semata. Melainkan membutuhkan institusi politik Islam global, yang mampu menyatukan umat dalam satu kepemimpinan, satu sistem hukum, dan satu tujuan hidup berdasarkan syariat Islam. Sehingga, umat tidak lagi tercerai-berai oleh batas-batas negara, kepentingan nasional, atau ideologi buatan manusia yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Idul Adha bukan hanya perayaan spiritual, tapi juga momentum untuk meneladani ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah SWT. Keteladanan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tercermin saat dengan ikhlas dan segera bersiap melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih putranya Nabi Ismail ‘alaihissalam. Meski perintah itu sangat berat, ia tetap taat. Padahal, Ismail adalah anak yang telah lama di nanti dan baru dikaruniai di usia tuanya.

Betapa besar ujian itu, namun Nabi Ibrahim tetap mendahulukan ketaatan kepada Allah. Peristiwa ini mengajarkan pentingnya kepatuhan total terhadap perintah-Nya. Ketaatan yang dilakukan tanpa memilah-milih, menimbang perasaan, apalagi kepentingan duniawi. Seluruh perintah Allah wajib disambut umat Islam dengan penuh kepatuhan dan ketaatan tanpa ragu atau dengan kalimat “Sami’na wa atho’na” kami mendengar dan kami taat, sebagaimana dalam QS. an-Nur ayat 51.

Idul Adha seharusnya menginspirasi umat Islam untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Bukan hanya dalam konteks individual, moral, atau ritual. Namun juga ekonomi, politik, pendidikan, sosial, budaya, hingga negara. Ketaatan totalitas ini tentu diperintahkan Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.”(QS. al-Baqarah [2]: 208).

Karena itu, setiap Muslim memiliki kewajiban untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. Islam tidak memisahkan urusan agama dari politik, ekonomi, maupun pemerintahan, atau yang disebut sekularisme. Penegakan Khilafah dan upaya untuk mewujudkannya merupakan bentuk ketaatan kepada Allah.

Melalui Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, syariat Islam dapat diterapkan secara sempurna dan menyeluruh. Sebab, penerapan Islam secara total tidak dapat dilepaskan dari keberadaan institusi negara yang menjalankan syariat secara menyeluruh. Karena itu, kaum Muslimin tidak boleh mengabaikan kewajiban memperjuangkan hadirnya syariat Islam kaffah di bawah institusi Khilafah.

Sayangnya, kaum Muslim ibarat kehilangan induk. Tiada yang mengomandoinya. Ini beda ketika dulu umat Islam bersatu dan memiliki negara, yakni Khilafah. Kaum Muslim semestinya bisa mengambil peran besar di tengah kondisi saat ini. Hanya saja itu bisa dilakukan jika kaum Muslim bersatu. Ada modal dasar yang bisa menyatukan yakni akidah Islam. Bila bersatu, dunia Islam memiliki potensi jauh lebih dahsyat daripada negara mana pun.

Persatuan sejati hanya dapat terwujud dalam institusi politik Islam global (Khilafah), yang menyatukan umat dalam satu tubuh dan tujuan.Idul Adha mengajarkan ketaatan mutlak kepada Allah, dan seharusnya mendorong umat untuk patuh sepenuhnya pada syariat Islam, bukan hanya pada aspek ritual, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Khilafah ala minhajinnubuwah mengembalikan dua perkara penting yang membuat Islam menjadi negara adidaya. Pertama, kekuasaan yang mandiri (sulthan dzaty), yang bersandar kepada kaum Muslimin semata, tidak bersandar kepada negara asing (kafir) atau orang asing (kafir). Kedua, keamanan (al-aman) di negeri tersebut haruslah merupakan keamanan Islam, dalam arti perlindungan (al-himayah) bagi negeri tersebut, baik keamanan dalam negeri maupun keamanan luar negerinya.

Selama sistem buatan manusia masih dipertahankan, kondisi umat tak akan banyak berubah. Idul Adha semestinya menjadi pengingat, bahwa hanya dengan bersatu dalam naungan syariat, umat Islam akan kembali jaya dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.[]

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA