Minggu, Juli 13, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ironi Penghargaan Terhadap Alam yang Mulai Rusak

by Mata Banua
9 Juni 2025
in Opini
0
D:\2025\Juni 2025\10 Juni 2025\8\8\Inosensius Enryco Mokos.jpg
Inosensius Enryco Mokos (Dosen Ilmu Komunikasi ISBI Bandung, Jawa Barat)

Di tengah isu politik dan ekonomi yang silih berganti datang menghampiri masyarakat Indonesia, muncul sebuah isu baru yang tidak kalah penting yaitu kerusakan lingkungan dan hancurnya alam di Indonesia.

Ketika upaya menyuarakan kerusakan di ‘surga terakhir’ Raja Ampat yang dilakukan oleh seorang aktivis greenpeace justru berujung pada penangkapan, sebuah pertanyaan mendasar menggema: mengapa pembela lingkungan kerap menghadapi rintangan, bahkan kriminalisasi, saat menyuarakan fakta kerusakan yang mengancam masa depan bersama? Insiden ini bukan sekadar kasus lokal, melainkan memantik refleksi lebih dalam tentang kondisi ekologis Indonesia secara keseluruhan.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Menuju Negeri Bersih dan Berdaya

10 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\Nur Alfa Rahmah.jpg

Indonesia Darurat Perundungan Anak: Mencari Solusi Sistemik

10 Juli 2025
Load More

Esai ini akan mengupas lebih jauh, mencoba menjawab: sejauh manakah sebenarnya kerusakan alam telah mencengkeram negeri ini, dan data apa yang bisa memotret krisis tersebut secara gamblang? Dampak mengerikan apa saja yang kini telah dan akan terus dirasakan oleh masyarakat akibat rapuhnya ekosistem kita? Dan yang paling krusial, langkah-langkah konkret dan kolaboratif seperti apa yang harus segera diambil oleh pemerintah dan seluruh elemen bangsa untuk memitigasi ancaman ini demi mewujudkan keberlanjutan lingkungan bagi generasi kini dan mendatang.

Ironi di Surga Terakhir: Suara Aktivis Lingkungan, Krisis Ekosistem

Raja Ampat, permata nusantara yang kerap dijuluki sebagai “surga terakhir di bumi,” baru-baru ini menjadi panggung ironi. Seorang aktivis lingkungan, yang menyuarakan keprihatinan atas kerusakan ekosistem yang nyata terjadi di kawasan tersebut, justru harus berhadapan dengan tindakan represif berupa penangkapan. Peristiwa ini memicu kontroversi dan menyorot tajam betapa peliknya perjuangan pelestarian lingkungan di Indonesia. Apa yang disuarakan sang aktivis bukanlah isapan jempol belaka, melainkan cerminan dari krisis ekologis yang lebih besar dan serius yang tengah melanda Indonesia. Rusaknya alam dan ekosistem bukan lagi sekadar isu, melainkan ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup masyarakat.

Penangkapan aktivis tersebut menjadi paradoks yang menyakitkan. Di satu sisi, pemerintah gencar mempromosikan keindahan alam Indonesia, termasuk Raja Ampat, sebagai destinasi wisata kelas dunia. Namun di sisi lain, kritik konstruktif terhadap pengelolaan lingkungan yang berpotensi merusak keindahan tersebut justru dibungkam. Padahal, suara-suara kritis inilah yang seharusnya menjadi alarm bagi pengambil kebijakan untuk bertindak lebih tegas dan bijaksana dalam melindungi aset bangsa yang tak ternilai harganya. Realitas menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan di Raja Ampat dan wilayah Indonesia lainnya adalah fakta yang tak terbantahkan.

Indonesia, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia (mega-biodiversity), menghadapi tantangan lingkungan yang luar biasa kompleks. Data dan fakta menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. Pertama, deforestasi. Laju kehilangan hutan di Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), meskipun ada tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir, deforestasi netto Indonesia pada periode 2021-2022 masih mencapai 104 ribu hektar. Penyebab utamanya beragam, mulai dari alih fungsi hutan untuk perkebunan skala besar (terutama kelapa sawit), pertambangan, penebangan liar (illegal logging), hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Laporan dari Forest Watch Indonesia (FWI) pada tahun 2022 juga menunjukkan bahwa tutupan hutan alam Indonesia terus menyusut, menyisakan sekitar 89,7 juta hektar, dengan ancaman deforestasi yang terus berlanjut.

Kedua, kerusakan ekosistem laut dan pesisir. Sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memiliki ekosistem laut dan pesisir yang sangat vital. Terumbu karang terancam. Lebih dari sepertiga terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi buruk hingga sangat buruk akibat praktik penangkapan ikan yang merusak (bom dan sianida), perubahan iklim (pemutihan karang), sedimentasi dari daratan, dan polusi. Padahal, Raja Ampat adalah jantung dari segitiga terumbu karang dunia.

Hutan mangrove hancur. Data KLHK menunjukkan luas mangrove Indonesia sekitar 3,36 juta hektar pada tahun 2021, namun banyak di antaranya mengalami degradasi akibat konversi lahan untuk tambak, perkebunan, dan infrastruktur. Kehilangan mangrove berarti hilangnya benteng alami pelindung pantai dan tempat berkembang biak berbagai jenis ikan.

Sampah plastik di laut. Indonesia merupakan salah satu penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar di dunia. Studi menunjukkan jutaan ton sampah plastik masuk ke perairan Indonesia setiap tahunnya, mengancam biota laut dan kesehatan manusia melalui rantai makanan.

Ketiga, pencemaran sungai dan air tanah. Mayoritas sungai di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, tercemar berat oleh limbah industri dan domestik. Kualitas air yang buruk mengancam ketersediaan air bersih dan kesehatan masyarakat.

Keempat, kehilangan keanekaragaman hayati. Deforestasi dan kerusakan habitat menyebabkan banyak spesies flora dan fauna endemik Indonesia terancam punah. Satwa ikonik seperti orang utan, harimau sumatera, gajah sumatera, dan badak jawa berada di ambang kepunahan.

Kerusakan alam dan ekosistem yang masif ini bukan hanya angka statistik, melainkan membawa dampak buruk yang nyata dan telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia seperti krisis air bersih. Pencemaran sungai dan penyusutan daerah resapan air akibat alih fungsi lahan menyebabkan banyak daerah mengalami krisis air bersih, terutama saat musim kemarau. Ditambah lagi peningkatan risiko bencana alam. Banjir, tanah longsor, dan kekeringan menjadi langganan di berbagai wilayah, menyebabkan kerugian harta benda, korban jiwa, dan pengungsian. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan menjadi semakin rentan. Ancaman kesehatan tidak dapat terhindarkan. Polusi udara akibat karhutla menyebabkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Konsumsi air dan ikan yang tercemar limbah berbahaya mengancam kesehatan jangka panjang. Sampah plastik yang terurai menjadi mikroplastik telah masuk ke dalam rantai makanan dan tubuh manusia.

Langkah Nyata: Sinergi Pemerintah dan Masyarakat

Mengatasi krisis lingkungan yang kompleks ini membutuhkan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Beberapa saran terbaik yang dapat dipertimbangkan. Pertama, penegakan hukum tanpa pandang bulu. Memberantas praktek illegal logging, penambangan tanpa izin, dan perusakan lingkungan lainnya dengan tegas. Proses hukum terhadap korporasi maupun individu perusak lingkungan harus transparan dan memberikan efek jera. Perlindungan terhadap aktivis dan pelapor lingkungan juga harus ditingkatkan.

Kedua, tata ruang yang konsisten dan berkelanjutan. Memastikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) benar-benar berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan diimplementasikan secara konsisten. Moratorium izin baru di kawasan hutan primer dan lahan gambut perlu diperkuat dan diawasi.

Ketiga, transisi ke ekonomi hijau. Mendorong investasi pada sektor-sektor ekonomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, termasuk energi terbarukan, ekowisata yang bertanggung jawab, dan pertanian organik.

Keempat, restorasi ekosistem kritis. Menggalakkan program reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis, restorasi mangrove dan terumbu karang secara masif dan terukur, dengan melibatkan masyarakat lokal.

Kelima, pendidikan dan kampanye kesadaran lingkungan. Mengintegrasikan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum sekolah dan menggalakkan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.

Keenam, pengelolaan sampah terpadu. Membangun sistem pengelolaan sampah yang komprehensif dari hulu ke hilir, termasuk pengurangan sampah (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle), serta penanganan sampah plastik secara serius.

Terakhir, pendidikan dan kampanye kesadaran lingkungan. Mengintegrasikan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum sekolah dan menggalakkan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Bisa juga melakukan penguatan peran masyarakat adat. Mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat atas hutan dan wilayah kelola mereka, karena banyak diantaranya memiliki kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam.

Insiden yang menimpa aktivis lingkungan di Raja Ampat bukan sekadar catatan kelam, melainkan cermin besar yang memantulkan urgensi kita dalam menghadapi darurat ekologis. Data kerusakan alam dan rentetan dampak buruk yang telah dipaparkan dengan gamblang menegaskan bahwa Indonesia berada di persimpangan jalan kritis; satu jalan menuju kehancuran yang tak terpulihkan, satu jalan lagi menuju pemulihan dan keberlanjutan melalui tindakan sadar dan terencana. Membungkam suara-suara kritis yang menyuarakan kebenaran lingkungan hanya akan mempercepat laju kita ke arah yang salah. Sebaliknya, kini adalah momentum untuk membangun sinergi sejati antara pemerintah yang memiliki kemauan politik kuat dan tata kelola yang transparan, dengan masyarakat yang proaktif, kritis, dan berdaya. Semoga!

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA