Senin, Juli 14, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Jangan Abaikan Peran Ibu

by Mata Banua
22 Mei 2025
in Opini
0

Oleh: Zahra Kamila

Pemerintah kota Banjarbaru kembali menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan perempuan melalui pembukaan Sekolah Pemberdayaan Perempuan 2025. Program ini resmi dibuka oleh Pejabat Sekretaris Daerah Kota Banjarbaru, pada Sabtu (3/5/2025), di Aula Gawi Sabarataan (riliskalimantan.com, 3/5/2025)

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\14 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Nasib Guru: Cermin Kualitas Pendidikan Bangsa

13 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Darurat Pendidikan di Kalimantan Selatan: Refleksi Sistemik dan Solusi Islam

13 Juli 2025
Load More

Sekolah Pemberdayaan Perempuan ini berupa pelatihan keterampilan yang difokuskan pada life skill massage dan bekam untuk Batch 1dan 2.Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menciptakan kemandirian ekonomi perempuan.

Sekolah Pemberdayaan Perempuan telah digagas sejak 2019 dan dilaksanakan secara gratis. Program tersebut telah melahirkan banyak alumni sukses yang kini menjalankan usaha di bidang salon kecantikan, layanan pijat dan terapi bekam.

Kegiatan tersebut, diinisiasi sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui pelatihan keterampilan yang aplikatif dan bermanfaat secara ekonomi maupun kesehatan.

Kaum feminis menganggap belenggu kemiskinan, kekerasan dan ketertindasan yang dialami perempuan, adalah akibat diberlakukannya tatanan kehidupan patriarkis ( superioritas kaum laki-laki). Hal ini dianggap menyebabkan ketidakadilan perlakuan ( diskriminasi), baik dalam keluarga maupun negara, merugikan perempuan dan menjadikan kaum perempuan ‘tidak berdaya ‘. Oleh karena itu, menurut mereka harus ada upaya untuk memajukan perempuan.

Kalangan feminis meyakini liberalisasi atau pembebasan perempuan merupakan pondasi untuk mencapai kemajuan. Tatkala kaum perempuan berhasil memperoleh kebebasan dan independensinya, berarti mereka telah keluar dari status inferior yang mereka miliki selama ini, sekaligus berkesempatan secara ekspresif mengejar ‘ketertinggalan ‘ tanpa harus khawatir dengan pembatasan -pembatasan kultural dan struktural yang dianggap menghambat kehidupan mereka.

Alih-alih memberdayakan perempuan secara hakiki, perempuan sering dijadikan sebagai komoditas ekonomi, didorong untuk aktif di pasar kerja agar dapat meningkatkan produktivitas ekonomi nasional, padahal ini kerap menambah beban peran ganda bagi perempuan. Banyaknya perempuan berkiprah di bidang pemerintahan diberbagai negara, dianggap sebagai prestasi atas keberhasilan perjuangan pembebasan perempuan.

Bila kita cermati lebih dalam, kita saksikan saat ini ‘ kemajuan ‘ yang digembar gemborkan barat sekarang ternyata harus dibayar mahal oleh kaum perempuan sendiri maupun pihak-pihak lain.

Liberalisasi perempuan ini tidak saja memberikan dampak buruk bagi perempuan, tetapi telah membawa malapetaka bagi masyarakat secara keseluruhan, akibat kian rancunya relasi dan pembagian peran di antara laki-laki dan perempuan.

Islam memandang perempuan sebagai makhluk mulia yang memiliki peran strategis dalam membangun peradaban, bukan sebagai pencari nafkah atau objek kebijakan pembangunan.

Konsep pemberdayaan perempuan dalam Islam harus didasarkan pada akidah Islam dan dijalankan sesuai syariat Islam secara menyeluruh. Islam memerintahkan perempuan untuk menuntut ilmu, memahami hukum -hukum syariah dan memainkan peran dalam masyarakat dengan batasan syar’i.

Jika pemberdayaan perempuan yang diperjuangkan selama ini adalah semata-mata demi akses ekonomi, maka sesungguhnya arah pemberdayaan itu telah salah kaprah. Karena di balik pemberdayaan akses ekonomi tersebut sesungguhnya terselip “potensi bencana” gagalnya wanita menjadi sosok pencetak generasi bangsa yang tangguh. Ketika nilai perempuan diukur dari keberdayaannya secara ekonomi, maka kepada siapa tugas melahirkan dan mendidik generasi unggul diamanatkan?

Pemberdayaan perempuan yang mesti kita lakukan sekarang adalah mengembalikan perempuan pada posisi dan peran yang sesuai dengan fitrah penciptaan mereka. Pemberdayaan perempuan adalah memberikan daya atau power kepada perempuan sesuai dengan tujuan penciptaannya. Basis perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga, maka pemberdayaan mereka adalah membuat ibu yang punya power dalam mendidik generasi hingga menghasilkan generasi calon pemimpin umat. Saat ini, pemberdayaan perempuan dalam jargon ‘ peningkatan harkat dan martabat perempuan ‘ menjauhkan mereka dari basis penciptaannya.

Sejatinya pemberdayaan perempuan adalah pemberdayaan ibu bukan menjauhkan mereka dari fitrah penciptaannya. Beda yang sangat nyata antara pemberdayaan perempuan yang menguatkan peran utama mereka dengan pemberdayaan perempuan ala kapitalis yang menjauhkan ibu dari tugas utama mereka dan mempertaruhkan nasib generasi.

Kita butuh cara pandang yang khas tentang perempuan. Bahwa perempuan perlu berdaya jelas betul. Bahwa perempuan harus pintar dan berpendidikan jelas diperlukan. Namun pemberdayaan perempuan semestinya diarahkan untuk menjadikannya sebagai sosok agung dan mulia sebagai kantong pencetak generasi unggul bangsa karena pada hakikatnya ia adalah seorang ibu, dan bukan sebagai mesin ekonomi yang dibalut kemasan pemberdayaan. Agar bisa menjadi sosok agung tersebut, maka yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana kaum perempuan dicerdaskan agar memahami hukum syari’at Islam sehingga mereka akan memahami peran dan tanggung jawabnya sebagai pendidik generasi sekaligus sebagai pendidik bagi umat.

Jangan Abaikan Peran Ibu

Oleh: Zahra Kamila

Pemerintah kota Banjarbaru kembali menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan perempuan melalui pembukaan Sekolah Pemberdayaan Perempuan 2025. Program ini resmi dibuka oleh Pejabat Sekretaris Daerah Kota Banjarbaru, pada Sabtu (3/5/2025), di Aula Gawi Sabarataan (riliskalimantan.com, 3/5/2025)

Sekolah Pemberdayaan Perempuan ini berupa pelatihan keterampilan yang difokuskan pada life skill massage dan bekam untuk Batch 1dan 2.Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menciptakan kemandirian ekonomi perempuan.

Sekolah Pemberdayaan Perempuan telah digagas sejak 2019 dan dilaksanakan secara gratis. Program tersebut telah melahirkan banyak alumni sukses yang kini menjalankan usaha di bidang salon kecantikan, layanan pijat dan terapi bekam.

Kegiatan tersebut, diinisiasi sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui pelatihan keterampilan yang aplikatif dan bermanfaat secara ekonomi maupun kesehatan.

Kaum feminis menganggap belenggu kemiskinan, kekerasan dan ketertindasan yang dialami perempuan, adalah akibat diberlakukannya tatanan kehidupan patriarkis ( superioritas kaum laki-laki). Hal ini dianggap menyebabkan ketidakadilan perlakuan ( diskriminasi), baik dalam keluarga maupun negara, merugikan perempuan dan menjadikan kaum perempuan ‘tidak berdaya ‘. Oleh karena itu, menurut mereka harus ada upaya untuk memajukan perempuan.

Kalangan feminis meyakini liberalisasi atau pembebasan perempuan merupakan pondasi untuk mencapai kemajuan. Tatkala kaum perempuan berhasil memperoleh kebebasan dan independensinya, berarti mereka telah keluar dari status inferior yang mereka miliki selama ini, sekaligus berkesempatan secara ekspresif mengejar ‘ketertinggalan ‘ tanpa harus khawatir dengan pembatasan -pembatasan kultural dan struktural yang dianggap menghambat kehidupan mereka.

Alih-alih memberdayakan perempuan secara hakiki, perempuan sering dijadikan sebagai komoditas ekonomi, didorong untuk aktif di pasar kerja agar dapat meningkatkan produktivitas ekonomi nasional, padahal ini kerap menambah beban peran ganda bagi perempuan. Banyaknya perempuan berkiprah di bidang pemerintahan diberbagai negara, dianggap sebagai prestasi atas keberhasilan perjuangan pembebasan perempuan.

Bila kita cermati lebih dalam, kita saksikan saat ini ‘ kemajuan ‘ yang digembar gemborkan barat sekarang ternyata harus dibayar mahal oleh kaum perempuan sendiri maupun pihak-pihak lain.

Liberalisasi perempuan ini tidak saja memberikan dampak buruk bagi perempuan, tetapi telah membawa malapetaka bagi masyarakat secara keseluruhan, akibat kian rancunya relasi dan pembagian peran di antara laki-laki dan perempuan.

Islam memandang perempuan sebagai makhluk mulia yang memiliki peran strategis dalam membangun peradaban, bukan sebagai pencari nafkah atau objek kebijakan pembangunan.

Konsep pemberdayaan perempuan dalam Islam harus didasarkan pada akidah Islam dan dijalankan sesuai syariat Islam secara menyeluruh. Islam memerintahkan perempuan untuk menuntut ilmu, memahami hukum -hukum syariah dan memainkan peran dalam masyarakat dengan batasan syar’i.

Jika pemberdayaan perempuan yang diperjuangkan selama ini adalah semata-mata demi akses ekonomi, maka sesungguhnya arah pemberdayaan itu telah salah kaprah. Karena di balik pemberdayaan akses ekonomi tersebut sesungguhnya terselip “potensi bencana” gagalnya wanita menjadi sosok pencetak generasi bangsa yang tangguh. Ketika nilai perempuan diukur dari keberdayaannya secara ekonomi, maka kepada siapa tugas melahirkan dan mendidik generasi unggul diamanatkan?

Pemberdayaan perempuan yang mesti kita lakukan sekarang adalah mengembalikan perempuan pada posisi dan peran yang sesuai dengan fitrah penciptaan mereka. Pemberdayaan perempuan adalah memberikan daya atau power kepada perempuan sesuai dengan tujuan penciptaannya. Basis perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga, maka pemberdayaan mereka adalah membuat ibu yang punya power dalam mendidik generasi hingga menghasilkan generasi calon pemimpin umat. Saat ini, pemberdayaan perempuan dalam jargon ‘ peningkatan harkat dan martabat perempuan ‘ menjauhkan mereka dari basis penciptaannya.

Sejatinya pemberdayaan perempuan adalah pemberdayaan ibu bukan menjauhkan mereka dari fitrah penciptaannya. Beda yang sangat nyata antara pemberdayaan perempuan yang menguatkan peran utama mereka dengan pemberdayaan perempuan ala kapitalis yang menjauhkan ibu dari tugas utama mereka dan mempertaruhkan nasib generasi.

Kita butuh cara pandang yang khas tentang perempuan. Bahwa perempuan perlu berdaya jelas betul. Bahwa perempuan harus pintar dan berpendidikan jelas diperlukan. Namun pemberdayaan perempuan semestinya diarahkan untuk menjadikannya sebagai sosok agung dan mulia sebagai kantong pencetak generasi unggul bangsa karena pada hakikatnya ia adalah seorang ibu, dan bukan sebagai mesin ekonomi yang dibalut kemasan pemberdayaan. Agar bisa menjadi sosok agung tersebut, maka yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana kaum perempuan dicerdaskan agar memahami hukum syari’at Islam sehingga mereka akan memahami peran dan tanggung jawabnya sebagai pendidik generasi sekaligus sebagai pendidik bagi umat.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA