Kamis, September 18, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Peran Kampus dalam Gerakan Merawat Bumi

by Mata Banua
18 Mei 2025
in Opini
0
D:\2025\Mei 2025\19 Mei 2025\8\8\kharismanaumia Wulandari.jpg
Kharismana Umia Wulandari, S.Tr.Kes (Pegawai Poltekkes Kemenkes Semarang, Aktivis Peduli Lingkungan)

Kekeliruan cara pandang manusia mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) terhadap alam menimbulkan krisis lingkungan hidup. Fenomena bencana banjir, seperti yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menegaskan kembali bahwa krisis lingkungan masih terus berlanjut. Banjir ataupun fenomena lain, seperti pencemaran air, tanah, udara, laut serta kerusakan alam lainnya kemungkinan disebabkan oleh dua faktor; proses alam atau ulah manusia. Dilihat secara global, krisis lingkungan lebih banyak disebabkan dari sikap serta perilaku manusia itu sendiri yang serakah dan tak pernah puas.

Gejala perusakan bumi oleh keserakahan manusia sejatinya sudah dikhawatirkan oleh Jhon Ormsbee Simonds semenjak lebih dari tiga dekade silam. Dalam bukunya ’Earthscape’ (1978), Simonds menggaungkan istilah “Bunuh Diri Ekologis” (Ecological Suicide). Menurutnya, planet bumi ini cukup bagi seluruh makhluk hidup, tapi tak cukup bagi seorang makhluk berpredikat manusia yang serakah.

Artikel Lainnya

D:\2025\September 2025\18 September 2025\8\8\Ridho Pratama Satria.jpg

Gaya Hidup Sehat dan Oknum-Oknum Kapitalis

17 September 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kurikulum Berbasis Cinta, Solusi untuk Pendidikan Hari Ini?

17 September 2025
Load More

Mereka yang serakah dan tak peduli pada lingkungan itu bukanlah orang yang tak mengerti teknologi dan ilmu pengetahuan. Sebaliknya, mereka menguasai iptek dan menganggap wajar jika menggunakannya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan manusia. Sayangnya, kepentingan itu sekadar didasarkan fungsi ekonomis, tanpa mempertimbangkan dampak yang diakibatkannya.

Hal itu tampak jelas dari kenyataan yang terjadi. Pantai diuruk untuk pembangunan hotel. Bukit-bukit dikepras, “ditanami” gedung-gedung mewah. Pohon-pohon ditebang untuk permukiman dan kota baru. Isi laut dikuras. Hutan dijarah. Bumi dikeruk. Dan yang melakukan semua itu adalah mereka yang mendapat amanah untuk membangun negeri ini dan sudah tentu notabene pernah mengenyam pendidikan.

Paradigma yang Keliru

Kesalahan dalam cara pandang ini berakar dari etika antroposentrisme, yaitu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat alam semesta dan satu-satunya makhluk yang memiliki nilai. Dalam perspektif ini, alam beserta seluruh isinya dipandang hanya sebagai sarana untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan manusia. Pandangan semacam ini mendorong munculnya perilaku eksploitatif yang mengabaikan kelestarian alam, karena alam dianggap tidak memiliki nilai intrinsik.

Teknologi dan ilmu pengetahuan direduksi menjadi sekadar mempunyai fungsi ekonomis belaka untuk diperdagangkan, sehingga itu harus diatur dan dikendalikan perdangannya. Maka yang terjadi adalah kealpaan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai fungsi sosial, budaya, dan moral dalam rangka humanisasi manusia.

Padahal, ilmu pengetahuan mengandung tanggung jawab dan kewajiban moral untuk me-nolong sesama manusia di seluruh dunia tanpa pamrih serta tanpa kalkulasi untung-rugi secara ekonomis. Fungsi ini hilang sama sekali dan yang tinggal hanya fungsi ekonomis yang individualistis dan eksploitatif

Dampak ideologi semacam ini, menurut Wolfgang Sach, masyarakat dan rakyat di negara-negara berpacu menyusuri jalan yang sama. Konsekuensinya, semua aspek kehidupan yang lain ditempatkan di bawah imperatif ekonomi. Segala institusi sosial, termasuk pendidikan dan kebudayaan, dirancang hanya untuk menjawab dan meladeni kepentingan ekonomi. Dengan demikian, bisa ditebak bahwa aspek-aspek lain, termasuk sosial-budaya dan lingkungan hidup, dikorbankan demi kepentingan imperatif ekonomi (A.Sony Keraf, 2010).

Dengan kenyataan seperti itu, untuk mengatasinya bisa dilakukan dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal. Dibutuhkan sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Artinya, dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntun manusia untuk berinteraksi secara baru terhadap alam semesta.

Peran Kampus

Untuk mewujudkan adanya etika lingkungan hidup, Langkah strategis yang bisa digunakan adalah dengan menjadikan lembaga pendidikan tinggi atau kampus sebagai penanaman nilai-nilai etika itu. Sebagai sumber ilmu, kampus menempati posisi kunci, terutama dalam mengungkap, menggali, dan menyebarluaskan teori dan ilmu tentang pengelolaan planet bumi ini dengan landasan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan seluruh civitas academica kampus agar etika lingkungan hidup itu benar-benar terwujudkan.

Pertama, menerapkan aturan prosedur dan mekanisme yang jelas dengan prinsip insentif dan disentif, penghargaan dan sanksi, dan sistem meritokrasi dalam pengelolaan lingkungan.

Kedua, memotivasi segenap pihak agar lebih ramah lingkungan dalam setiap kegiatannya, hemat energi dan kian efisien dalam pemanfaatan sumbernya.

Ketiga, mendirikan dan mengembangkan pusat-pusat studi, penelitian dan kursus-kursus tentang lingkungan bagi kalangan, baik di luar maupun di dalam kampus itu sendiri. Terakhir, membuat rencana program dan pelaksanaan kegiatan pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di kampus maupun di luar kampus.

Melalui langkah-langkah tersebut, perguruan tinggi akan amat strategis dan menonjol sebagai garda depan pelestari lingkungan dan pengemban kaidah pembangunan berkelanjutan dalam aksi nyata. Semoga.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA