Oleh : Nurma Junia
Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah yang serius.Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan ada sekitar 5.949 kasus kekerasan pada perempuan, 15 di antaranya kekerasan seksual. Sedangkan menurut data Polri lebih rincimenyebutkan ada 153 kasus kekerasan seksual dan pornografi dengan 354 korban serta 390 pelaku.
Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja tetapi juga terjadi dibeberapa daerah. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Kalsel menunjukkan, hingga 10 April 2025 sudah tercatat 63 kasus kekerasan seksual yang menimpa anak dan perempuan. Ada 204 korban kekerasan, terdiri atas 85 korban kekerasan psikis dan 48 korban kekerasan fisik. Bahkan Ombudsman RI mencatat, dalam tiga tahun terakhir sudah lebih dari 300 kasus.
Terungkapnya beberapa kasus kekerasan seksual ke publik telah menjadikan Indonesia darurat kekerasan seksual. Dan ini adalah bukti minimnya peran negara sebagai penyelenggara terhadap jaminan keamanan dan perlindungan bagi individu. Meskipun berbagai upaya peningkatan kapasitas petugas layanan dan koordinasi antar lembaga terus dilakukan untuk memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban.
Maraknya kasus kekerasan, penyimpangan, dan pelecehan seksual bukan hanya masalah individu yang tidak mampu menjaga diri. Bukan pula sekedar persoalan budaya patriarki dan juga bukan masalah ketimpangan gender. Namunyang menjadi sumber utama kerusakan moral adalah penerapan sistem sekuler-liberal dengan paham kebebasan dalam segala hal. Sehingga benteng keimanan dan ketakwaan seakan tidak mampu menjadi pencegah perundungan dan pelecehan karena agama dianggap terlarang menjadi aturan kehidupan.
Sistem sekuler telah menjauhkan agama dari kehidupan. Agama tidak lagi dijadikan pedoman dalam menentukan perbuatan. Siapa pun akan dengan mudah melakukan perundungan atau pelecehan dengan berbagaidalih pembenaran yang justru melahirkan manusia-manusia bejat yang tak berperikemanusiaan. Kehidupan sekuler liberal dengan asas kebebebasannya telah menjadikan individu merasa berhak mengeskpresikan diri sesukanya baik dalam hal berpakaian, pergaulan bahkan dalam menyalurkan hasrat naluri seksual.
Kekerasan seksual adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Dan Kasus ini banyak terjadi dilingkungan yang seharusnya aman seperti keluarga dan sekolah yang mayoritas korbannya adalah anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga kekerasan seksual menimbulkan dampak yang luar biasa kepada korban baik secara psikis, kesehatan, ekonomi dan sosial.
Sejatinya, kekerasan seksual tidak akan pernah selesai dengan payung hukum ala kapitalis liberal meskipun dengan banyaknya UU yang dibuat untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual yang semakin brutal.
Dan dalam hal ini, negara telah gagal menjalankan perannya dalam 2 hal yakni mencegah stimulan berupa pornografi, perilaku seks bebas, peredaran narkoba, miras yang semakin tumbuh subur dan telah merusak pemikiran dan keimanan masyarakat. Bahkan diperparah oleh lemahnya negara dalam mengatur media, baik televisi, tontonan, film dan media sosial. Para produsen film atau tayangan yang mengumbar syahwat tetap saja tidak ditindak tegas.
Kekerasan seksual masih menjadi masalah besar, karena banyak pelaku kekerasan seksual tidak mendapatkan hukuman maksimal karena negara menindak pelaku dengan menjatuhkan hukuman dan sanksi setengah hati sehingga tidak akan menimbulkan efek jera. Bahkan dalam beberapa kasus, proses hukum berjalan lambat dan berakhir secara kekeluargaan, tanpa mempertimbangkan trauma korban. Hukum positif yang dijalankan sistem saat ini ternyata hanya sekedar memberikan solusi parsial dan tambal sulam sehingga masih belum mampu memberikan perlindungan komprehensif kepada korban. Termasuk di dalamnya menjamin kerugian fisik dan psikis korban, rehabilitasi korban dan juga pelaku, melindungi hak-hak korban, dan mencegah terulangnya kejahatan seksual yang sama dimasa yang akan datang.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik atau nonfisik, mengarah kepada tubuh atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomi. Al Qur’an dan hadis Rasulullah SAW juga menyebut berbagai bentuk kekerasan seksual seperti pemaksaan perkawinan, perkosaan dan bentuk kekerasan lainnya.
Kekerasan seksual dilarang dalam Islam karena merupakan perbuatan merendahkan martabat kemanusiaan, baik martabat pelaku, terlebih lebih martabat korban. Dalam pandangan Islam kejahatan dan kekerasan terjadi akibat lunturnya nilai-nilai kemanusiaan yang Allah lekatkan dalam setiap diri manusia.
Islam memiliki aturan lengkap untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Allah SWTtelah menciptakan naluri seksual pada laki-laki dan perempuan sekaligus menurunkan seperangkat hukum untuk mengaturnya baik secara preventif maupun kuratif. Islam juga telah mengatur perlindungan sejati bagi perempuan dan anak dalam konsep relasi keluarga yang sesungguhnya.
Dalam Islam, negara memiliki peran penting dalam menjaga, melindungi generasi dan masyarakat dari tindak kejahatan dengan penerapan aturan yang dapat mencegah dan meminimalisir terjadinya kekerasan atau penyimpangan seksual. Secara preventif, negara akan menerapkan sistem sosial dan pergaulan Islamdi lingkungan keluarga dan masyarakat secara preventif melalui mekanisme yang khas seperti (1) kewajiban menutup aurat atau berhijab syar’I, (2) larangan berzina, berkhalwat (berduaan dengan nonmahram), dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan)secara bebas tanpa batas kecuali dalam aktivitas yang memang dibolehkan seperti pendidikan, ekonomi dan kesehatan, (3) larangan eksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja, (4) larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa diserta mahram, (5) melarang perempuan untuk berdandan berlebihan (tabarruj) yang merangsang naluri seksual laki-laki karena kejahatan seksual bisa dipicu rangsangan dari luar yang kemudian memengaruhi naluri seksual/gharizah an-na’u, (6) memisahkan tempat tidur anak dan izin saat hendak memasuki rumah,(7) menempatkan penyaluran naluri seksual hanya pada hubungan pernikahan.
Dan secara kuratif, negara menerapkan hukum pidana Islam yang tegas dengan menghukum para pelaku berdasarkan kadar kejahatannya menurut pandangan syariatyaitu berupa had zina dengan hukum rajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya muhshan (sudah menikah) dan dijilid (dicambuk) 100 kali serta diasingkan selama setahun jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah)ditambah pemberatan sebelum hukum rajam itu dilakukan, jika terdapat bentuk kejahatan lain di luar tindak perkosaan tersebut.Hukuman tegas ini tentu saja akan memberikan efek jera (zawajir) sekaligus menjadi penghapus dosa (jawabir) bagi si pelaku.
Negara wajib menjalankan perannya mengawasi pemilik media dengan menyaringnya sesuai standar syari’at seluruh konten media yang berdampak negatif bagi warga masyarakat dan generasi. Seperti konten pornografi, kekerasan, mengajak bermaksiat dan lainnya. Jika hal ini memerlukan teknologi tertentu, maka negara akan mendatangkan teknologi tersebut demi melindungi warganya dari segala rupa keburukan.
Negara juga akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum, media belajar, dan proses pembelajaran akan mengacu pada aturan Islam. Sehingga anak-anak memiliki akidah yang kuat, orang tua memiliki pemahaman agama yang baik, dan masyarakat terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar, saling menasihati dalam kebaikan.
Darurat kekerasan seksual bukan sekedar masalah individu, melainkan krisis sistemik. Oleh sebab itu dengan adanya mekanisme yang khas inilah kepastian perlindungan bagi perempuan dan anak dari tindak kekerasan seksual akan segera dihapuskan tanpa perbedaan perlakuan. Islam akan tegas memberantas setiap tindak kejahatan seksualitas.
Dan tentu saja semua aturan ini hanya bisa diterapkan dengan sempurna jika ada institusi yang menaunginya. Hanya dengan penerapan Islam kaffah yang bersumber dari Allah, kejahatan seksual bisa ditekan dan masyarakat bisa hidup dengan aman dan nyaman. Karena penegakan syariat Islam secara kaffah tidak akan pernah lahir dari sistem sekuler yang menuhankan kebebasan sebagai standar perbuatan. Wallahu’alam.