Rabu, Juni 18, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Mental Health dan Gen-Z

by Mata Banua
8 Mei 2025
in Opini
0

Oleh: Rasyid Alhafizh (Founder AMBO Community)

Generasi Z menjadi saksi bagaimana kesehatan mental berubah dari tabu menjadi topik hangat yang tak terelakkan. Kesadaran akan kesehatan mental kini menjadi bunga api yang muncul ke permukaan, didorong oleh akses nonstop ke media sosial dan arus informasi yang deras. Namun, kesadaran yang menguar dari generasi ini bukan sekadar narsisme belaka, melainkan sebuah upaya nyata untuk memahami dan bertahan dalam dunia yang penuh tekanan ini. Media sosial menjadi pisau bermata dua; di satu sisi memberi ruang berekspresi, di sisi lain memicu ketidakpuasan diri akibat perbandingan tanpa henti dengan standar ideal yang dibangun dari highlight reel kehidupan orang lain. Efeknya, muncul gelombang kecemasan dan rasa tidak cukup baik yang membayangi keseharian banyak anak muda.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juni 2025\18 Juni 2025\8\8\master.jpg

Pelajaran dari Serangan Balik Iran ke Israel

17 Juni 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Dispensasi Kawin Celah Legalisasi Kekerasan Seksual Anak

17 Juni 2025
Load More

Tak dimungkiri, media sosial juga menyediakan sentra solidaritas yang memungkinkan Gen Z menemukan komunitas sejiwa yang memahami luka batin mereka. Berbagi pengalaman dan dukungan di ranah digital menjadi salah satu cara untuk mengurangi rasa kesepian yang kerap menggerogoti mental. Namun, kecenderungan mereka untuk mencari solusi di ranah tersebut, tanpa pendampingan profesional, seringkali menimbulkan bahaya terselubung berupa informasi tak terverifikasi yang justru menjerumuskan. Dalam konteks ini, peran ahli kesehatan mental makin krusial sebagai pemandu yang mampu memberikan diagnosis tepat dan terapi ampuh yang jauh dari sekadar saran simpelnya media sosial.

Pendidikan juga menjadi ladang kunci untuk membangun pondasi sehat tentang pemahaman mental bagi Gen Z. Sekolah-sekolah dan universitas sudah mulai membuka ruang diskusi dan layanan konseling, sebagai jawaban atas kebutuhan yang semakin nyata. Meskipun demikian, pendidikan tentang kesehatan mental seharusnya lebih terintegrasi dalam kurikulum supaya pengetahuan ini menjadi konsumsi wajib, bukan sekadar pelengkap. Anak-anak muda harus dibekali dengan alat untuk mengenali tanda-tanda stres, kecemasan, dan depresi, serta upaya pencegahannya, agar siap menghadapi tantangan hidup yang datang bertubi. Keluarga pun berperan vital di balik layar; dukungan emosional dan komunikasi terbuka di rumah menjadi perisai ampuh yang marginalkan stigma dan memantik rasa aman untuk berbicara tentang kesehatan mental.

Menyorot dari perspektif sosial lebih luas, tugas mendesak menanti semua lapisan masyarakat untuk membantu mendorong perubahan. Kampanye kesadaran masif, layanan mudah dijangkau, dan penghilangan stigma seputar gangguan mental mesti dibangun bersama. Kerja kolektif antara pemerintah, institusi pendidikan, dan komunitas menjadi kunci agar Gen Z bisa mendapatkan akses dan bantuan yang layak. Kesehatan mental bukan lagi beban individu, tetapi tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang ramah secara mental dan inklusif.

Tekanan akademis juga menjadi momok serius yang merundung Gen Z. Harapan tinggi dari berbagai pihak seperti orang tua maupun lingkungan sekolah elit membuat stres kronis menjadi keniscayaan. Kombinasi dari tuntutan ekspektasi dan persaingan ketat memupuk kecemasan berlebihan yang pelik dipulihkan. Ditambah, realita zaman kini yang penuh perbandingan sosial, menuntut anak muda untuk tampil sempurna dalam banyak aspek, dari penampilan hingga prestasi. Semua ini seperti memasang kuda-kuda yang rapuh, siap roboh saat ujian mental menghampiri.

Tidak kalah penting, fenomena isolasi sosial juga harus mendapat sorotan. Meskipun terhubung via layar gadget dan berbagai platform media sosial, tak jarang Gen Z merasa kosong secara emosional. Jeda interaksi langsung menggantikan sentuhan manusiawi yang vital untuk menyehatkan mental. Seolah-olah, kesendirian batin ini menjadi korosi perlahan yang memperparah kondisi kecemasan dan depresi.

Pada gilirannya, media sosial menunjukkan potensi positif sebagai sarana edukasi dan solusi emosional. Banyak akun dan komunitas yang membagikan konten edukatif, tips coping psychological, serta kisah penyembuhan yang menginspirasi. Ini memecahkan kebekuan dan membuka dialog yang selama ini tertutup rapat. Namun, keberadaan sumber informasi yang salah dan saran yang tidak berdasar mental health profesional menjadi tantangan serius yang harus diantisipasi bersama.

Integrasi pendidikan mental health dalam sistem sekolah perlu dikawal agar tak berhenti di wacana. Program konseling yang mudah diakses dan lingkungan belajar yang mendukung akan meningkatkan kapasitas Gen Z dalam memahami dan mengelola kondisi batin mereka. Penanaman budaya keterbukaan dan empati harus dimulai dari rumah, agar stigma yang mengekang keberanian membuka diri bisa diluruhkan perlahan.

Secara keseluruhan, kesehatan mental Gen Z adalah gambaran dari zaman yang menuntut kesadaran tinggi dan dukungan serius. Mereka tidak sekadar mencari perhatian, melainkan berupaya keras menentang tekanan dunia modern yang sering menyisakan luka batin tersembunyi. Dengan sinergi antara pendidikan yang memadai, dukungan keluarga, dan perhatian sosial, masa depan kesehatan mental generasi ini bisa lebih cerah. Upaya ini membuat bukan hanya generasi muda yang diuntungkan, tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih peka dan inklusif.

Gen Z mengajarkan bahwa membicarakan kesehatan mental bukan hal tabu lagi, melainkan sebuah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi masyarakat luas. Kesadaran ini bisa menjadi awal dari revolusi budaya yang menghargai kesejahteraan mental sebagai bagian dari kualitas hidup yang sejati. Maka, mari kita sambut perubahan positif ini dengan tangan terbuka dan komitmen kuat, untuk memastikan generasi sekarang dan yang akan datang tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara mental, bebas dari stigma, dan penuh dukungan. Mental health bukan sekadar tren, tapi sebuah fondasi penting bagi masa depan yang lebih manusiawi dan berdaya.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA