Selasa, Juli 15, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Pemberantasan Judol Setengah Hati

by Mata Banua
20 April 2025
in Opini
0
D:\2025\April 2025\21 April 2025\8\8\Inosensius Enryco Mokos.jpg
Inosensius Enryco Mokos, M. I. Kom (Peneliti Komunikasi Politik, Pendidikan, Publik dan Budaya)

Di balik gemerlap kemajuan teknologi, Indonesia tengah menghadapi momok kriminalitas yang menggerus sendi-sendi moral dan ekonomi bangsa: mafia judi online. Investigasi terbaru majalah Tempo menguak fakta mencengangkan tentang jaringan kasino di Kamboja yang dikendalikan oleh orang-orang Indonesia, sekaligus menjadi otak dibalik operasi judi online (judol) yang menyasar masyarakat tanah air.

Ironisnya, sementara pemerintah mengklaim komitmen memberantas judi, data Pusat Analisis dan Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) justru membeberkan potensi perputaran uang judol mencapai Rp 75 triliun pada momen Lebaran tahun 2025—angka yang tak hanya mencerminkan kegagalan sistem pengawasan, tetapi juga membuka tabir betapa aktor-aktor lokal berperan sebagai “tangan tak terlihat” yang mengorbankan nyawa dan masa depan bangsa demi keuntungan semata.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\15 Juli 2025\8\8\Ahmad Mukhallish Aqidi Hasmar.jpg

Huru-Hara Konstitusi

14 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\15 Juli 2025\8\8\palestina.jpg

Palestina dan Fajar Kebangkitan Umat di Depan Mata

14 Juli 2025
Load More

Lantas, bagaimana praktik ilegal ini bisa tumbuh subur, dan mengapa upaya pemberantasan terasa begitu setengah hati? Esai ini akan membahas pertanyaan tersebut juga memberikan strategi terbaik memberantas judol yang mengancam kehidupan masyarakat Indonesia.

Pemberantasan Setengah Hati

Investigasi terbaru majalah Tempo mengungkap jaringan judi online (judol) yang dioperasikan oleh sindikat Indonesia-Kamboja dengan skala transaksi masif, keterlibatan aktor berpengaruh, dan dampak sistemik yang mengancam stabilitas sosial-ekonomi Indonesia.

Tempo melakukan investigasi selama 8 bulan (Januari–Agustus 2024) dengan melibatkan jurnalis undercover, analisis data transaksi keuangan dari PPATK, dan wawancara dengan mantan karyawan kasino di Kamboja. Laporan ini juga memanfaatkan dokumen kebocoran (leaked documents) dari otoritas Kamboja yang menunjukkan keterlibatan warga Indonesia dalam kepemilikan 15 kasino di Phnom Penh dan Sihanoukville.

Sindikat ini menggunakan Kamboja sebagai “markas” karena regulasi perjudian yang longgar dan kemudahan membuka kasino. Setidaknya 12 kasino di Phnom Penh dan Sihanoukville dikendalikan oleh orang Indonesia, yang menyamar sebagai pengusaha properti atau eksportir.

Platform judol dirancang khusus untuk pengguna Indonesia, dengan bahasa, mata uang rupiah, dan metode pembayaran lokal (e-wallet, transfer bank). Iklannya menyasar kelompok rentan, seperti pengangguran, remaja, dan pekerja berpenghasilan rendah.

Delapan puluh persen kasino di Kamboja yang menargetkan pemain Indonesia ternyata dimiliki oleh WNI. Mereka adalah mantan narapidana kasus korupsi, pengusaha properti, dan mantan pejabat yang melarikan diri ke Kamboja untuk menghindari hukum.

Pemberantasan judi online di Indonesia sering dinilai tidak serius, bahkan cenderung simbolis. Hal ini tercermin dari maraknya praktik judol yang terus berkembang meski pemerintah mengklaim telah melakukan upaya pencegahan.

UU No. 7/1974 tentang Penertiban Perjudian tidak mengatur secara spesifik tentang judol. Sanksi hanya berlaku untuk bandar fisik, bukan pemilik server, pengiklan, atau penyedia layanan pembayaran digital.

Pelaku utama (pemilik kasino di Kamboja atau penyedia dana) sulit dijerat karena mereka menggunakan rekening offshore dan teknologi enkripsi. Sementara yang ditangkap biasanya hanya “kambing hitam” seperti debt collector atau agen pemasaran.

Mayoritas platform judol menggunakan server di Kamboja, Filipina, atau Singapura—negara dengan regulasi longgar. Pemerintah Indonesia tidak memiliki kewenangan hukum untuk menutup server tersebut.

Pemerintah lebih sering mengumumkan jumlah situs yang diblokir (3.582 situs pada 2024) daripada menangkap pemiliknya. Padahal, 80% situs tersebut bisa diakses kembali via VPN dalam 24 jam. Upaya seperti edukasi bahaya judol di sekolah atau pelatihan literasi digital masih bersifat parsial dan tidak masif.

Isu judol kerap diabaikan dalam debat publik karena dianggap “tidak seksi” dibanding korupsi atau kemiskinan. Padahal, dampaknya sama merusaknya.

Menurut PPATK, proyeksi perputaran uang judol sebesar Rp75 triliun pada Lebaran tahun 2025 bukanlah angka sembarangan. Lonjakan ini dipicu oleh tradisi bagi-bagi THR yang kerap disalahgunakan untuk berjudi, ditambah strategi agresif platform judol menawarkan bonus dan akses mudah.

Dampak buruk dari judol tidak main-main dan sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat umum yang terjerumus di dalamnya. Judi online menjerat pemain dalam lingkaran utang. Banyak korban meminjam uang dari rentenir atau pinjaman online (pinjol) ilegal untuk menutupi kerugian, berujung pada kebangkrutan dan kehilangan aset. Keluarga pun terancam kehilangan tempat tinggal dan akses pendidikan.

Kecanduan judi memicu stres, depresi, hingga keinginan bunuh diri. Pada tahun 2023 saja, Komnas HAM mencatat 124 kasus kematian terkait judol, baik karena overdosis, bunuh diri, atau dibunuh debt collector ilegal. Uang hasil judol sering kali dialirkan untuk kejahatan transnasional, seperti narkoba, prostitusi, dan pencucian uang. Pelaku juga memanfaatkan teknologi canggih seperti VPN dan cryptocurrency untuk menghindari deteksi otoritas.

Judi merusak kepercayaan dalam keluarga dan masyarakat. Anak-anak menjadi korban kelalaian orang tua, sementara praktik kecurangan dalam permainan judi menormalisasi ketidakjujuran.

Jangan Setengah Hati Lagi

Di tengah kompleksitas jaringan judi online yang bersifat transnasional, upaya memutus mata rantai judol tidak bisa lagi mengandalkan langkah parsial atau sekadar pemblokiran situs. Dibutuhkan strategi terintegrasi yang menyerang dari hulu ke hilir—mulai dari tracking aliran dana, ekstradisi pelaku utama, hingga rehabilitasi korban—sembari memberangus akar masalah: kolusi antara pemodal, oknum aparat, dan kerentanan literasi masyarakat.

Ada beberapa strategi terbaik yang dapat dilakukan untuk memberantas dan memutus mata rantai judol di dalam negeri. Pertama, memperkuat kolaborasi internasional. Kerja sama dengan pemerintah Kamboja dan Interpol wajib ditingkatkan untuk membongkar jaringan kasino ilegal. Diplomasi ekstra harus dilakukan agar pelaku yang berkewarganegaraan Indonesia bisa diekstradisi dan diadili.

Kedua, reformasi regulasi dan penegakan hukum. Revisi UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian perlu memasukkan sanksi berat bagi “beking” dan pemodal judol, termasuk pencabutan hak politik dan denda hingga Rp1 triliun. Kejaksaan Agung harus membentuk satgas khusus yang fokus pada pelacakan aset ilegal.

Ketiga, edukasi dan rehabilitasi korban. Kampanye masif tentang bahaya judol perlu gencar dilakukan melalui media sosial, sekolah, dan komunitas agama. Kemenkes juga harus menyediakan layanan rehabilitasi gratis bagi pecandu judi.

Keempat, pembatasan transaksi finansial. Bank Indonesia dan OJK wajib memaksa bank dan platform pembayaran digital untuk memblokir transaksi mencurigakan. Teknologi AI bisa digunakan untuk mendeteksi pola taruhan online.

Kelima, pemberdayaan masyarakat. Aparat desa dan tokoh masyarakat harus dilibatkan sebagai “ujung tombak” pencegahan. Sistem pelaporan berbasis aplikasi, seperti Sistem Pelaporan Judi Online (Sijaron), bisa memudahkan warga melaporkan aktivitas mencurigakan.

Menyelesaikan persoalan judi online bukan sekadar urusan menangkap bandar atau memblokir situs, melainkan pertaruhan untuk menyelamatkan martabat bangsa yang kian terperosok dalam jerat keserakahan. Jika proyeksi PPATK tentang perputaran Rp75 triliun pada tahun 2025 dibiarkan menjadi “bom waktu”, yang akan hancur bukan hanya ribuan keluarga, tetapi juga masa depan Indonesia sebagai negara berdaulat yang menjunjung integritas. Saatnya pemerintah dan masyarakat bergerak serentak: tebas akar korupsi yang membiarkan judol merajalela, bangun kesadaran kolektif, dan pastikan setiap rupiah yang mengalir ke Kamboja dialihkan untuk membangun negeri. Sebab, selama satu nyawa masih terancam jerat utang judol, selama itu pula kita gagal menyebut diri sebagai bangsa yang beradab. Semoga!

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA