Rabu, Juli 16, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Dubes Dan Kekuasaan Eksekutif

by Mata Banua
25 Maret 2025
in Opini
0
D:\2025\Maret 2025\26 Maret 2025\8\foto opini 1.jpg
Presiden Prabowo Subianto melantik 31 duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (dubes LBBP) Republik Indonesia (RI) untuk negara sahabat, Senin (24/03/2025) di Istana Negara, Jakarta.( Foto: mb/ist)

Oleh : Tomy Michael (Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)

Presiden Prabowo Subianto baru saja melantik tiga puluh satu duta besar (dubes) dan tentu saja harus ada perubahan mendasar akan diangkatnya dubes ini. Mereka harus melalui kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Tidak terdapat independensi dalam pengangkatannya walaupun hanya sekadar pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\16 Juli 2025\8\master opini.jpg

Ada Hukum Perlindungan Anak, Tapi Mengapa Perundungan Makin Brutal?

15 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Anak Tidak Sekolah Terus Bertambah,Bukti Kegagalan Sistemik Pendidikan

15 Juli 2025
Load More

Mengacu ajaran pemisahan kekuasaan yang awal, keberadaan perwakilan di luar negeri adalah ketidakmampuan pemimpin dalam mengakomodasi keinginan negara lain dan kebutuhan internal kepada negara lain. Penguasa yang cenderung berbasis kerajaan selalu mengutamakan kehendak dirinya dan problematikan ini dianalogikan seperti katak dalam tempurung. Terjadi konflik hukum ketika ketidaktahuan menjadi tahu dengan perantara orang lain. Ini sama halnya penyampaian pesan oleh dewa Hermes dari para dewa ke manusia. Artinya penyampaian pesan bisa terdapat perubahan atau menyesuaikan dengan perkembangan terkini.

Walaupun keberadaan dubes berkaitan erat dengan hukum diplomatik tetapi ia jarang dikaitkan dengan hukum tata negara. Sebagai awal mengacu Pasal 3 Konvensi Wina 1961 tentang Perwakilan Diplomatik, adalah merepresentasikan negara pengirim, melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya, melakukan negosiasi, membuat laporan keadaan dan perkembangan negara penerima serta meningkatkan hubungan kedua negara dalam bidang ekonomi, kultur dan sains. Hak yang dimiliki tersebut jika betul-betul mengadopsi kekuasaan federatif yang awal maka akan sangat bagus dalam menata negara.

Misalnya bagaimana negara bisa mengatasi permasalahan ideologi yang seringkali tidak sejalan dengan prinsip perkembangan dunia. Kemudian bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan menjadi bagian peradaban bangsa. Tentu momen demikian hanya dapat diberikan oleh dubes kepada Indonesia. Apakah mungkin melepas dubes sebagai kekuasaan eksekutif tanpa campur tangan kekuasaan lainnya? Sangat mungkin karena dubes identiksuara presiden.

Penempatan dubes harus membawa perubahan dalam banyak hal termasuk cara penyelesaian yang cermat tanpa meninggalkan keindonesiaan kita. Menurut saya hingga saat ini dalam ranah hukum tata negara yang harus mendapat perhatian dubes adalah kekuasaan yudisial. Sejauh mana sebaran para dubes di negara lain bisa memberi perubahan dalam kekuasaan yudisial.

Di Indonesia, kekuasaan yudisial masih dianggap jalan terakhir mencari keadilan padahal kita mengakui keberadaan hukum adat, atau kebiasaan. Ketika kekuasaan yudisial menjadi penentu suatu subjek hukum maka hal-hal yang telah ada sejak lama di Indonesia adalah kesia-siaan. Contohnya seperti hakim Francesco Caprio dengan pendekatan yang pada akhirnya kesalahan seseorang bisa diampuni jikalau ia sadar. Hakim populer ini pernah “mengadu kebenaran” antara orang tua yang menjadi pelanggar dan anak menjadi kebenaran miliknya. Akhirnya terjadi pemuliaan hukum dalam ruang sidang sehingga norma yang kaku bisa menyesuaikan. Termasuk hakim ZhouQiang dari Cina yang menentang praktik pejabat pemerintah campur tangan dalam kasus hukum. Menurutnya suatu kelemahan dalam Partai Komunis namun ia secara tegas menyatakan bahwa itu kekeliruan keadilan di masa lampau.

Dominasi dubes harus menyesuaikan dengan perkembangan hukum internasional sehingga tatanan dalam negeri menjadi lebih baik lagi.Dubes sebaiknya tidak dipandang sebagai penyeimbang perkembangan internal negara melainkan negara ini harus menyesuaikan. Ideologi Pancasila adalah penyaringnya sehingga peran kekuasaan yudisial dan kekuasaan legislatif harus dibuat pasif. Dengan demikian kekuasaan eksekutif akan semakin kuat bersama perkembangan global namun kekuatan itu hasil dari pengamatan dubes. Ini mencegah kedaulatan hukum yang kering di Indonesia.

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA