Oleh: Zuhra
Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa ada sebanyak 2.000 rekening yang diduga digunakan untuk menampung uang dari bisnis judi online di Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Ivan ketika menanggapi terkait adanya sosok yang berinisial T yang diduga sebagai pengendali bisnis judi online di Indonesia dan memiliki hubungan dengan jaringan yang ada di kamboja (Editor Indonesia).
Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yaitu Benny Rhamdani mengungkapkan bahwa bisnis judi online di tanah air dikendalikan seorang yang berinisial T. Menurut Benny sosok tersebut adalah warga negara Indonesia yang mengendalikan bisnis judi online dan scaming (penipuan online) di Indonesia dari Kamboja. Benny pun mengklaim bahwa T adalah sosok yang selama ini sulit tersentuh oleh para penegak hukum. Dia bahkan menjuluki sebagai orang yang kebal terhadap hukum selama NKRI berdiri. Atas dasar itu, Benny berharap pemerintahan dan para aparat penegak hukum dapat dengan segera mengambil tindakan yang tegas dalam mengatasi praktek judi online, tidak hanya menyeret para calo dan kaki tangannya tapi juga mampu menyentuh para bandar judi online (RRI.co.id).
Adanya fakta bandar judi online yang kebal hukum membuktikan lemahnya hukum sanksi di negeri ini. Permasalahan ini sejatinya sudah lama namun penemuan bandar judi online baru-baru ini menunjukkan pemerintah setengah hati dalam memberantas kejahatan yang merusak kehidupan masyarakat. Mirisnya pemerintah menganggap pelaku kejahatan judi hanya para bandar sedangkan pelaku judi online dianggap sebagai korban. Tak heran muncul kebijakan memberikan bansos bagi pelaku judi online yang kalah dalam permainan judi dan terlilit hutang.
Pemberantasan judi online di negeri ini tidak lepas dari paradigma Kapitalisme-Sekularisme yang menjadi asas bagi pemeritah dalam mengeluarkan kebijakan. Kebijakan pemberantasan judi online tidak pernah menyentuh akar persoalan, sebagimana penyakit yang diobati hanya gejalanya saja namun tidak pernah memberantas sumber penyakitnya itu sendiri. Sebagai contoh kebijakan menutup situs-situs judi online sementara pemerintah tidak memiliki sistem digital yang berdaulat. Kebijakan pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring, penyuluhan tentang larangan judi online pada calon pasangan pengantin hingga upaya melibatkan kaum agamawan, tokoh masyarakat, hingga ormas.
Merebaknya judi online sesungguhnya berpangkal pada kuatnya pandangan hidup Kapitalisme-Sekularisme dari barat terutama paham Utilitarianisme dan Hedonisme. Kedua paham ini berpangkal pada dasar ideologi barat yaitu Sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Utilitarianisme adalah paham yang memandang baik buruknya suatu perbuatan berdasarkan pada manfaat yang dihasilkan dari suatu perbuatan. Sedangkan Hedonisme adalah paham yang menganggap bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi khususnya kesenangan yang besifat jasadiyah (fisik) seperti kepuasan seksual, kepuasan harta, kepuasan jabatan dan sebagainya.
Pemahaman Kapitalisme-Sekularisme ini kini menjadi pemahan umum di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, pemberantasan judi online yang dilaksanakan oleh sistem hukum sekular sekarang sebaik apapun pelaksanaannya tidak akan mampu memberantas judi online di negeri ini.
Judi online adalah aktivitas yang diharamkan islam secara mutlak sebab ada unsur permainan, taruhan, dan pihak yang menang mengambil apa yang dipertaruhkan dari yang kalah. Segala keharaman dalam islam dikategorikan sebagai kajahatan sehingga harus diberi sanksi syariat. Oleh karena itu, hanya negara yang berparadigma islam yang mampu dalam menyelesaikan persoalan judi online ini.
Negara tersebut adalah negara islam kaffah, kepala negara akan memimpin secara langsung pemberantasan segala kemaksiatan dan kejahatan apapun bentuknya termasuk judi. Menurut hukum islam, pemain dan bandar judi baik itu online maupun offline harus diberikan sanksi ta’zir. Ta’zir adalah pidana syariat yang tidak ada dalilnya secara khusus di dalam al-qur’an maupun as-sunah. Menurut Abdurrahman Al-Maliki dalam kitab Nizhamul ‘Uqubat “setiap orang yang memiliki harta dengan satu akad dari berbagai akad yang batil sedangkan dia mengetahui maka dia dihukum dengan hukuman cambuk (maksimal sepuluh kali cambukan) dan dipenjara hingga dua tahun”.
Kepala negara islam kafah akan membentuk sistem hukum islam yang kokoh dengan mengokohkan 3 unsur yang ada dalam suatu sistem hukum:
1.Menerapkan syariat islam sebagai substansi hukumnya termasuk sanksi pidana syariat.
2.Memebentuk struktur APH (Aparat Penegak Hukum) syariat. Seperti mengangkat para hakim syriat ((Qadhi), polisi (Syurthoh), tentara (al-Jaisy), dan aparat penegak hukum lainnya.
3.Membenuk culture of law atau budaya hukum yang kuat di masyarakat dengan menumbuhkan budaya amar ma’ruf nahi munkar di masyarakat.
Sistem hukum islam tersebut dengan penegakan hukum yang disertai dakwah fikriyah diantaranya dalam sistem pendidikan islam formal, media massa, social media, dan sebagainya yang dilakukan kepada masyarakat akan mampu memberantas judi tidak hanya gejala penyakitnya tetapi juga sumber penyakitnya yang terdalam.
Jadi sistem hukum islam itu tidak hanya menindak tegas para pemain dan bandar judi online dengan menangkap dan menyeret mereka ke pengadilan syariat serta memberikan sanksi pidana syariat yang tegas dan terukur bagi mereka. Tetapi juga akan memberantas paham-paham pendukung judi itu hingga keakar-akarnya, yaitu memberantas paham-paham dari Barat yang kafir seperi Utilitarianisme yang bercokol dalam fikiran dan jiwa umat islam.
Sungguh umat islam hari ini harus menyadari bahwa tegaknya islam dalam institusi negara islam kafah akan mampu memberantas segala bentuk kejahatan di tengah-tengah masyarakat termasuk judi online.