Oleh : Tomy Michael (Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengakui entitas kebudayaan tradisional seperti termaktub dalam Pasal18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Sebagai dasar hukum maka muncul pertanyaan, apakah peranan undang-undang kerajaan masa lampau bagi kemajuan teknologi 5.0 di Indonesia?
Hal ini penting karena nilai teknologi seringkali dimaknai dari peristiwa-peristiwa modern. Misalnya saja, untuk mendukung pembuatan aturan hukum mengenai keceedasan buatan maka bermula dari keadaan teknologi saat ini. Artinya harus ada sesuatu yang modern barulah terbentuk dasar hukumnya. Dalam konteks ini, inovasi dasar hukum tercermin dari peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Padahal representatif teknologi bisa bermula dari undang-undang kerajaan yang dimiliki seperti Undang-Undang Simbur Cahaya, Patik Dohot Uhum Ni Halak ataupun Kutara Manawa di Era Majapahit. Salah satu contohnya di era Majapahit bahwa seorang yang berlaku jahat pada malam hari memperoleh sanksi lebih berat daripada ketika ia melakukannya di siang hari. Tentu ini tidak tiba-tiba muncul melainkan malam hari diberi sanksi lebih berat karena masyarakat telah lelah bekerja pada siang hari. Waktu untuk beristirahat berubah menjadi petaka pemilik tempat tinggal. Dalam konsep demikian sebetulnya telah diakomodasi pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum.
Penyerapan itu tentu saja menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang heterogen namun undang-undang itu tetap memberi warna tersendiri dalam produk hukum kita. Kebaruan apa yang diperoleh ketika kita mempelajari undang-undang kerajaan? Masyarakat dapat melihat apa secara umum namun para peneliti cenderung berfokus pada keilmuannya. Contoh sederhana, saya sebagai pribadi yang bekerja di fakultas hukum tidak pernah secara khusus dan mendalam mempelajari undang-undang tersebut. Hanya muncul dalam hukum adat atau hukum tata negara dan selebihnya menjadi fokus ketika menulis tugas akhir. Paradigma yang ada bahwa peninggalan kerajaan identik dengan fakultas-fakultas budaya, bahasa atau yang berfokus pada kesejarahan.
Untuk mendukung ini, negara harus menjadikan undang-undang kerajaan menjadi perhatian generasi muda. Penekanan akan cinta budaya adalah kewajiban sehingga apa yang dianggap baru saat ini, sebetulnya telah ada di masa lampau. Mewujudkan undang-undang kerajaan di era teknologi 5.0 yaitu dengan menerapkan kajian naskah akademik atau perbandingan hukum. Terkesan tidak memiliki korelasi tetapi apabila melihat hibah-hibah yang ditujukan kepada perguruan tinggi oleh negara maka teknologi tidak selalu pada barang atau alat. Apa yang memiliki daya guna dapat menjadi bagian teknologi apalagi ada pengukuran tingkat ketersiapan teknologinya.
Bulan Juli lalu berkesempatanmengikuti diskusi yang dilaksanakan oleh perpustakaan di salah satu provinsi Sumatera. Narasumber yang merupakan ahli aksara kuno mengatakan bahwa negara sebaiknya segera membawa naskah-naskah kuno yang berada di Belanda karena ini merupakan bagian menarik minat generasi bangsa dalam mengerti apa yang belum dipahami. Ia menyatakan bahwa sebagai penerjemah memiliki keterbatasan sehingga tidak menutup kemungkinan, akan muncul terjemahan yang lebih lengkap.
Ilmu hukum pun sebaiknya tidak lagi otoriter dengan sui generisnya karena ia harus mengajak disiplin ilmu lainnya untuk menghasilkan peraturan perundang-undangan yang baik. Baik adalah mendukung teknologi 5.0 yang jiwa manusia sebetulnya masih ada tetapi dibatasi dalam beban moral kita. Baik lainnya juga melibatkan masyarakat serta tetap menjadikan undang-undang kerajaan sebagai bagian utamanya.
Sepanjang hal tersebut maka, riset dan inovasi dalam ilmu hukum yang baik adalah berpusat pada undang-undang kerajaan, kebiasaan adat masa lampau dan pemuktahiran metodelogi. Kalau ini dilakukan secara terus menerus, maka tugas akhir ilmu hukum bertema masa lampau seperti kerajaan, naskah kuno, mantra tradisional akan membuka tabir ketidaktahuan. Jadi mari mengubah paradigma dalam menghasilkan teknologi dalam ilmu hukum, seperti kata anak muda “semuanya tergantung mindset”. Lagipula dalam perkembangan kecerdasan buatan haruslah tetap menggunakan daya pikir manusia itu sendiri.