Rabu, Agustus 20, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ekslusivitas Keuangan Daerah/Negara dari Penyitaan

by Mata Banua
5 Agustus 2024
in Opini
0
D:\2024\Agustus 2024\6 Agustus 2024\8\8\andik mawardi.jpg
Andik Mawardi, S.H., M.H (PNS Pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan)

 

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah dan pemerintah daerah tidak terlepas dari pengelolaan keuangan negara/daerah. Dalam rangka memberikan legalitas terhadap keuangan negara/daerah dari penyitaan, berdasarkan ketentuanPasal 50 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara), pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap: (a) uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; (b) uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah; (c) barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; (d) barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah; (e) barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\20 Agustus 2025\8\8\Gennta Rahmad Putra.jpg

Dua Sisi Artificial Intelligence dalam Pembangunan Berkelanjutan

19 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Indonesia Masih Dijajah

19 Agustus 2025
Load More

Setidaknyaada 2 (dua) putusan uji materi ketentuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara yakni Putusan MK No. 46/PUU-VI/2008 menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima (nietontvankelijkverklaard) dan Putusan MK No. 25/PUU-VII/2009 yang menyatakan permohonan pemohon ditolak seluruhnya. Dengan demikian ketentuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara berdasarkan kedua putusan MK tersebut dari aspek konstitusionalitasnya sesuai dengan UUDNRI Tahun 1945. MK sebagaithe guardian of constitution dan the final interpreter of constitution telah memutuskan bahwa tindakan penyitaan terhadap kualifikasi norma yang diatur dalam ketentuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara dilarang. Memang menjadi kekurangan norma, ketika dalam sebuah rumusan norma mengatur larangan seharusnya ada sanksi baik administratif, perdata, dan/atau pidana.

Alasan pembentuk UU Perbendaharaan Negara melarang tindakan penyitaan terhadap keuangan negaraa/daerah yakni secara filosofis kewajiban negara dalam rangka melindungi dan mensejahterakan seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam aleniake 4 Pembukaan UUDNRI Tahun 1945, kemudian untuk dapat merealisasikan fungsi dan peran negara (pemerintah) maka diperlukan adanya: (a) pemerintah selakuotoritas yang menjamin kepentingan masyarakat (public interest) yang memiliki kewenangan baik dibidang politik maupun hukum; (b) pemerintah selaku otoritas yang menjamin kepentingan masyarakat tersebut memiliki jaminan bahwa asset yang dikelolanya dalam keadaan aman, dan tidak mendapat ancaman (penyitaan) dari berbagai pihak manapun, selanjutnya ketentuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara sebagai langkah/sarana operasional dalam rangka menjamin terselenggaranya tugas, fungsi dan kewajibanNegara/pemerintah dengan baik.

Lantas bagaimana dalam kaitan pembayaran atas beban kewajiban pemerintah/pemerintah daerah, dalam hukum pedata misalnya sumber keuangan negara/daerah adalahAPBN untuk pemerintah pusat, danAPBD untuk pemerintah daerah, sehingga pembayaran ganti rugi yang menjadi kewajiban negara/daerah harus dialokasikan dalam APBN atau APBD, hal ini terkait dengan siklus pengelolaan keuangan negara/daerah dimulai dengan perencanaan, penanggaran, pelaksanaan, danpertanggung jawaban APBN/APBD. Oleh kaerna itu, tidak serta merta dilakukan penyitaan terhadap barang/ uang milik negara/daerah yang memang harus diperlakukan secara khusus tidak sebagaimana barang/uangyang dimiliki oleh badan hukum perdata yang lain, hal tersebut mengingat fungsi yang melekat pada barang/uang milik negara/daerah tersebut untuk digunakan dalam pelayanan umum/publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagaimana kemudian dengan pendapatan pengembalian yang merupakan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berdasarkan ketentuan UU Pemerintahan Daerah, PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang dikembalikan dalam rangka pemulihan kerugian daerah. Apakah dapat dilakukan penyitaan karena merupakan bagian yang patut diduga merupakan bagian tindak pidana korupsi. Kewenangan penyidik melakukan penyitaan diatur dalam ketentuan KUHAP dan UU No. 30 Tahan 2002, namun dalam hal penyitaan terhadap keuangan daerah dalam APBD berlaku ketentuan khusus dalam UU Perbendaharaan Negara yang dilarang penyitaan oleh pihak manapun.

Dengan mempedomani ketentuan Pasal 1 angka 16 KUHAP menyebutkan bahwa “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”.Adapun yang dapat dikenakan penyitaan berdasarkan ketentuanPasal 39 ayat (1) KUHAP adalah (a) benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; (b) benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untukmempersiapkannya; (c) benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; (d)benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; (e)benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Adapun pendapatan pengembalian yang merupakan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan pendapatan daerah, sehingga sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan pendapatan daerah. Dalam hal kemudian akan dikeluarkan sebagai belanja daerah, maka yang dilakukan harus mempedomani ketentuan pengeluaran daerah. Berdasarkan asas preferensi hukum yakni asas lex specialis derogat legigenerali, maka penyitaan terhadap pengembalian kerugian negara kedalam kas daerah tidak dapat dilakukan karena pengelolaan keuangan daerah mempunyai pengaturan khusus dalamketentuan PP No. 12 Tahun 2019 dan Permendagri No. 77 Tahun 2020.

Kemudian dalam rangka penyidikan, penyidik dapat melakukan tindakan pemblokiran melalui bank kas daerah karena uang yang disetor kedalam kas daerah diperlukan dalam rangka pembuktian dipengadilan. Upaya pemblokiran dilakukan karena untuk mengeluarkan 1 (satu) sen rupiah pun dari APBD melalui belanja dalam APBD yang terikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tidak adanya pengaturan yang memberikan jaminan dari tututan hukum kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) mengeluarkan kas daerah untuk dilakukan penyitaan oleh penyidik merupakan problem hukum. Termasuk mengunakan anggaran belanja tidak terduga (BTT) yang pengunaanya dibatasi digunakan untuk menganggarkan pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dan pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya serta untuk bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

Dalam hukum pidana seseorang tidak dapat dipidana manakala melaksanakan perintah jabatan sesuai ketentuan Pasal 51 ayat (1) KUHP yang merupakanalasanpembenar, sedangkan dalam mengeluarkan kas daerah untuk kemudian dilakukan penyitaan oleh penyidik tidak adanya dasar hukum melaksanakannya sehingga akan menimbulkan perbuatan melawan hukum berikutnya oleh PPKD manakalamengeluarkankasdaerah yang kemudiandilakukanpenyitaanolehpenyidik.

Dalam penegakan hukum yang sangatdijujung adalah due process of law, yang merupakan seperangkatprosedur yang mewajibkanhukummemilikistandarberacara yang berlakubaginegara yang menjunjungtinggihukum.Konsep due processmerupakanunsurrule of law, sehingga dapat diterapkan pada setiap negara hukum termasuk Indonesia. Asas due process of lawdalampengertian yang sesuai yaitu perlindungan hak individu setiap warga negara untuk diproses sesuai prosedur melalui peradilan, prosedur diutamakan dalam sistem peradilan pidana (due process) merupakan unsurrule of lawPasal 1 ayat (3) UUDNRI Tahun1945 karena itu dapat diterapkan pada setiap negara berdasarkan hukum.

 

 

Tags: Andik MawardiKeuangan Daerah
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA