
JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut sebenarnya Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor beas. Salah satunya dengan menggencarkan program setop boros pangan.
Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy, menyampaikan berdasarkan data Badan Psat Statistik (BPS) tercatat sekitar 30 persen total pangan yang terbuang, hal ini setara dengan pemenuhan pangan kepada 60-125 juta rakyat Indonsia.
“Sehingga kalau kita berhemat, boros angan ini (dikurangi) misalnya 20 persen dari 30 persen yang terbuang, insyaallah beras kebutuhan nasional 31 juta ton (cukup),” kata Sarwo saat diemui usai Rapat Koordinasi Perencanaan Program Pembangunan Ketahanan Pangan Tahun 2025.
Adapun untuk komoditas beras aja, kebutuhan masyarakat Indonesia mencapai 2,6 juta ton per bulan. Apabila masyarakat berhasil menghemat sedikitnya 20 persen saja dari total yang tebuang, maka Indonesia mampu menghemat hingga 6 juta ton beras.
“Kalau kita bisa menghemat 20 persen saja itu luar biasa berarti kita aka bisa menghemat sekitar 6 juta ton. 6 juta ton itu luar biasa bisa memberi makan kepada sekitar 60 sampai 80 juta jiwa,” ujarnya.
Jumlah Impor Bers
Dari angka 20 persen penghematan ini secara otomatis dapat menghentikan impor beras. Kendati begitu, Bapanas mencatat hingga kini sudah ada 2,2 juta on beras yang diimpor.
Atas dasar itulah, Bapanas akan terus mendorong masyarakat agar menghemat pangan. Jika semuanya kompak, maka Pemerintah Indnesia bisa menghentikan impor beras. “Artinya kalau kita bisa hemat setop boros pangan, ini insyaallah kita tidak impor. (Ini) yang kita harus pahmi,” pungkasnya.
Pengamat kebijakan publik Adib Miftahul meminta adanya kajian ulang terhadap penerapan impor beras yang masih bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Adib mengatakan evaluasi tersebut pentingkarena masih ada dugaan pelanggaran tata kelola dalam pelaksanaan impor beras dan pengadaannya hanya menguntungkan pihak tertentu.
“Perlu melakukn pendalaman dan di kaji ulang bagaimana sistem mekanisme impor beras. Sebab patut diduga ada sesuatu yang diatur-atur,” katanya dikutip dari Antara Kamis (25/7/2024).Ia juga mengatakan segala aduan terkait dugaan pelanggaran hukum harus ditindaklanjuti agar pelaksanaan tata kelola impor beras edepannya dapat lebih baik dan tidak merugikan negara.
“Makanya harus dikaji ulang jangan-jangan ada mafia impor beras di dalam,” kata akademisi Uniersitas Islam Syekh Yusuf ini.
Terkait pelaksanaan impor beras, ia pun mengharapkan adanya pembenahan mengingat kebijakan tersebut yang tidak perah dilakukan dalam waktu yang tepat, karena impor selalu berdekatan dengan musim panen. “Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola impor beras bermasalah, ujarnya. lp/mb06