
Oleh: Muhammad AufalFresky
Hari ini, kita bisa menyaksikan dengan mata kepala kita sendiri bahwa dunia benar-benar tanpa sekat ruang dan waktu. Setiap orang di belahan dunia mana pun bisa saling terhubung. Ya, masifnya perkembangan teknologi infomasi dan komunikasi membuat segalanya menjadi mudah. Sekarang, setiap orang bisa menjalin hubungan dan membangun relasi, baik yang berhubungan dengan bisnis, pendidikan, sosial, budaya, politik, dan semacamnya. Antar individu, instansi, dan komunitas, bisa saling bersinergi dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Era digital membuka peluang seluas-luasnya bagi pelaku usaha, politisi, budayawan, dan semacamnya untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin.
Tulisan ini akan difokuskan bagaimana seseorang individu bisa memanfaatkan peluang emas ini untuk meningkatkan kualitas dirinya. Khususnya generasi muda Indonesia yang suatu saat nanti akan menjadi pemimpin masa depan di segala sektor kehidupan.
Optimisme ini harus dibangun sedini mungkin. Pemuda adalah harapan bangsa. Kita bisa menjadi apapun yang kita inginkan. Bisa melaukan apa saja untuk mencapai cita-cita hidup. Dalam hal ini, diperlukan pikiran terbuka dan adaptasi yang berkelanjutan untuk menjadikan teknologi digital sebagai sarana menuju kesuksesan. Sudah saatnya pemuda Indonesia bergerak dan berdampak bagi sekelilingnya. Tidak ada kata terlambat untuk memulainya. Masa muda adalah masa terbaik untuk mengembangkan diri. Menggali potensi diri dengan sebaik mungkin. Jangan batasi kemampuan diri hanya pada bidang tertentu. Banyak hal yang bisa diperbuat untuk mengeluarkan potensi diri. Bukan tidak mungkin kita tidak hanya bisa ahli dalam satu bidang. Kita bisa saja menjadi ahli di beberapa bidang. Tentu saja dengan kemauan, ketekunan, dan tekad pantang menyerah. Hanya, pertanyaan saya adalah: akan digunakan untuk apa kepintaran, kecerdasan, dan skill yang telahk itamiliki?
Rasa-rasanya, pemuda hari ini perlu memantapkan tujuan hidupnya sejelas mungkin. Akan digunakan untuk apai lmu dan pengetahuan yang telah dimilikinya. Apakah hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau kepentingan bangsa dan negara? Percuma menjadi seorang intelektual atau cendekiawan atau orang yang memiliki keahlian di bidang tertentu jika di sisi lain tidak memiliki nasionalisme dan patriotisme dalam jiwanya. Orang-orang semacam in biasanya hanya memikirkan bagaimana ambisi pribadinya bisa terpenuhi secepat mungkin. Kadang tidak peduli dengan cara-cara atau langkah-langkah yang dilakukan, apakah sesuasi dengan norma agama atau norma hukum. Halal haram tidak dihiraukan. Hukum negara tidak dipedulikan. Yang terpenting bisa meraih kekayaan dengan instan atau mencapai jabatan tertentu selekas- lekasnya.
Godaan harta dan tahta telah menutup mata hatinya. Sekali lagi, banga ini tidak membutuhkan pemuda semacam ini. Pintar secara akademis, tapi keropos secara karakter. Sikapi ndividualisnya begitu kentara. Jangankan diajak berpikir tentang masa depan bangsa dan negarnaya, diajak berpikir tentang kondisi sekitarnya saja sulitnya minta ampun. Tidak semua pemuda yang pintar itu pasti benar. Tidak semua pemuda yang benar itu pasti pintar. Tapi, jika disuruh memilih, lebih baik pemuda yang benar, meski pun tidak pintar. Sebab, kepintaran ini bisa didapatkan dengan cara tekun belajar. Namun, untuk menjadi benar ini agar sulit diperbaiki. Sebab berhubungan dengan kebiasaan dan karakter. Sebab itulah, teknologi digital yang di tangan pemuda yang tak benar, bisa menjadi awal kehancuran. Mereka bisa memanfaatkannya untuk segala jeniskejahatan. Bahkan, melalui teknologi digital, pemuda tersebut bisa menjadi pemicu atau biang keladi segala jenis permusuhan dan perpecahan di tengah masyarakat. Semisal dengan cara menyebar hoaks, melakukan kejahatan cyber, menyebarkan konten pornografi, dan semacamnya.
Sebaliknya, teknologi digital di tangan pemuda yang pintar dan benar, bisa menjadi sarana untuk membangun bangsa dan negaranya. Mereka bisa menjadi problem sover di tengah masyarakat. Teknologi digital digunakan untuk memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi bangsa dan negaranya. Semisal dengan menciptakan aplikasi pencarikerja, mempromosikan wisata Indonesia kekancah internasional, menyebarkan konten-konten positif terkait pentingnya persatuan nasional, dan semacamnya. Pemuda semacam inilah yang diharpakan bisa membangun spirit nasionalisme dan patriotisme di tengah-tengah publik.
Jadi silakan dipilih, ingin menjadi pemuda yang proaktif memberikan sumbangsih positif di tengah masyarakat, atau menjadi pemuda yang pasif dan tidak mau tahu dengan keadaan masyarakat. Jujur saja, kita ini kekurangan pemuda yang berani mengambil inisiatif dan bergerak secara konsisten dalam membangun bangsa dan negaranya. Tidak peduli asal usulnya, tidak peduli jenjang pendidikannya, selama pemuda tersebut bersedia untuk terjun di tengah masyarakat, itu sudah menjadi nilai plus. Dalam hal ini, memang perlu kepekaan dalam membaca situasi dan kondisi terkini. Mengamati secara seksama apa yang sebenarnya menjadi problematika bangsa dan negara ini. Dari situlah, kita sebagai anak muda mulai bisa mengambil ancang-ancang dan merumuskan langkah-langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk berkontribusi.
Pemuda bisa menjadi pioneer dan penggerak kemajuan. Bisa menjadi agen pembangunan di segala bidang. PRnya mungkin hanya bagaimana mengasah diri seoptimal mungkin agar manfaatnya bisa lebih terasa. Artinya pemuda perlu membekali diri dengan ilmu, pengetahuan, leadership, kemampuan membangun jejaring, dan kemampuan teknologi digital. Akhir kata, selaku penulis saya berharap pemuda hari ini memanfaatkan teknologi digital untuk membangun bangsa dan negaranya. Untuk memberikan sumbangsih bagi pembangunan nasional. Setidaknya melalui ide dan pemikiran brilianya yang disebarkan melalui beragam platform digital. Semoga semakin banyak lahir di tengah-tengah kita pemuda yang visioner, nasionalis, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Masa depan bangsa ini berada di tangan pemuda.