Kamis, Agustus 21, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Strategi Meningkatkan Daya Saing Indonesia

by Mata Banua
23 Juli 2024
in Opini
0

Oleh: Muhammad Aufal Fresky (Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya, Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi)

Riset Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 mencatatkan peringkat daya saing Indonesia menduduki posisi ke-27 dari 67 negara. Naik 7 tingkat dibandingkan tahun lalu yang berada di posisi ke-34. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berhasil menjadi tiga besar setelah Singapura dan Thailand. Pemeringkatan IMD WCR tersebut sendiri menggunakan empat indikatorya itu performa ekonomi, efesiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infratruktur. Lantas, yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah kenaikan peringkat tersebut selaras dengan pemerataan dan keadilan ekonomi di tengah masyarakat? Apakah sumber daya manusia (SDM) di negeri sudah benar-benar mampu bersaing di tingkat global?

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Krisis Gaza (Pelaparan Sistemis) dan Momentum Kebangkitan Umat

20 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Wisata Gunung Kayangan: Pesona Alam Terbengkalai

20 Agustus 2025
Load More

Mungkin kita bertanya-tanya, bahkan mencoba mengkritisi hasil riset IMD. Sebab, di lapangan ternyata seolah tidak ada korelasinya antara peningkatan peringkat daya saing Indonesia dengan berkurangnya angk apengangguran. Semacam tidak berdampak apapun terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat, apalagi kesejahteraan masyarakat. Ternyata, menurut Senior Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, WCR hanya melakukan survei di Jakarta dan Surabaya. Rasa-rasa, saya juga tidak begitu yakin laporan tersebut bisa menggambarkan keseluruhan wilayah se-Indonesia. Kelemahan dari suvei tersebut tidak menggambarkan problem sebenarnya di Inodnesia (Tirto.id). Sebab, setiap kabupaten/kota, memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri, yang kadang tidak bisa begitu saja disamakan dengan Surabaya dan Jakarta.

Hasil penelitian suatu lembaga, baik lembaga tingkat nasional maupun internasional, baiknya tidak serta merta diterima mentah-mentah. Percuma data peringkat menunjukkan kenaikan yang signifikan, tapi di kondisi sebenarnya justru berbicara sebaliknya. Sebagian pemuda kita masih kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Sebagian investor juga belum begitu yakin untuk berinvestasi di negeri ini. Belum lagi ketimpangan pendapatan antar warga. Distrubusi kepemilikan modal juga tidak merata. Peran negara dipertanyakan. Rakyat tidak membutuhkan laporan prestasi yang tidak mencerminkan kondisiaslinya. Saya pun jadi sedikit menaruh rasa curiga, jangan-jangan daya saing Indonesia tidak seperti yang disampaikan oleh IMD. Tentu saja ini hanya prasangka saja. Sebab, saya pribadi bukan analis ekonomi ulung. Hanya berdasarkan pandangan awam yang mencoba menerka-nerka terkait hubungan kenaikan daya saing Indonesia dengan peningkatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di tengah masyarakat. Ini masih belum bicara terkait keadilan ekonomi.

Baiklah, kita lupakan sejenak data tersebut. Sebagai negara besar, dengan ratusan juta penduduk yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, rasa-rasanya mustahil jika tidak memiliki tujuan pembangunan jangka panjang. Mengutiplaman Kemenkeu.go.id, tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia yang telah disepakati bersama adalah membangun Indonesia yang maju, mandiri, adil, dan makmur. Pemerintah telah berkomitmn untuk mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan.

Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggim erupakan salah satu kunci dalam menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan sekaigus untuk mewujudkankemakmuran masyarakat. Hal itu juga sebagai bentuk upaya untuk keluar dari middle income trap. Yaitu suatu kondisi negara yang telah mencapai tingkat pendapatan menengah, namun tidak dapat keluar menjadi negara maju. Idealnya, kita hendak memberantas kemiskinan hingga keakar-akarnya, menciptakan lowongan pekerjaan sebanyak-banyaknya, dan sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan begitu, setiapwarga di negeri ini bisa mendapatkan pendidikan yang layak, layanan kesehatan yang layak, dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebuthuan hidup layak. Sekali lagi, kuncinya adalah peningkatan daya saing.

Berdasarkan, laporan BPS, ada hampir 9,9 juta penduduk uisia muda tanpa kegiatan atau Not in Education, Employment, or Training (NEET). Proporsinya mencapai 22,25 persen dari total pendudukusia 15-24 tahun. BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan. Ini mengindikasikan adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan. Data dari BPS tersebut menjadi alarm keras bagi kita terkait kondisi ekonomi nasional yang tidak sedang baik-baiksaja. Kita memiliki setumpuk pekerjaan rumah terkait penyediaan lapangan kerja dan peningaktan SDM. Sebab, realitasnya memang berbicara demikian. Sebagian besar output pendidikan tinggi tidak terserap industri. Seolahada gap yang begitu lebar antara kebutuhan industtri dan kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi.

Padahal, dalam persepekftif ekonomi makro, kemakmuran suatu negara; sebagai indikator kinerja suatu perekonomian tergantung pada kemampuan negara tersebut dalam menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan rill penduduknya (Lawton, 1999). Porter (1990) merumuskan daya saing sebagai kemakmuran ekonomi, dan hal ini sangat tergantung pada produktivitas penduduk suatu negara. Dan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas penduduk yaitu meningkatkan kualitas SDM. Sebab, jujursaja, kita masih kekurangan tenaga kerja yang terampil dan profesional.

Kian Wie (2000) menyoroti tiga aspek rendahnya daya saing produk industri Indonesia. Di antaranya adalah (1) sisteminsentif yang tidak mendukung: kebijakan makro ekonomi yang tidak stabil dan sehat, regim perdagangan, kebijakan persaingan dalam negeri yang tidaksehat, (2) kapabilitas yang tidakmemadai: mencakup investasi SDM, prasarana dan teknologi, (3) kelembagaan.

Beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya daya saing indusri di Indonesia menurut Maidir (2006), di antaranya yaitu rigiditas peraturan ketenaga kerjaan, limitasi kapabilitas teknologi dan pemasaran, serta kendala pada industri pendukung. Kucoro (2006) mengungkapkan bahwa kematangan teknologi, penelitian dan pengembangan belum mendapatkan perhatianserius. Juga menambahkan bahwa hal itu tidak terlepas dari iklim berusaha yang belumkondusif, seperti masih adanya penyelundupan barang, kebijakanpajak yang berbeda-beda, dan kebijakan tenagakerja.

Upaya untuk meningkatkan daya saing Indonesia yaitu salah satunya mencetak SDM yang unggul yang adaptif terhadap perubahan zaman. Dengan begitu diharapkan, negara kita mampu mengekar ketertinggalan, bahkan melampaui negara-negara maju di dunia. Tentu saja syarat dan ketentuan berlaku. Yaitu SDM mumpuni, tata kelola pemerintah yang bersih dan adil, iklim usaha kondusif, situasi politik yang stabil. Selain itu, beberapa ikhtiar untuk menigkatkan daya saing yaitu.

Selain itu, hemat saya, peningkatan investasi dalam riset dan pengembangan serta penguatan infrastruktur juga bisa berdampak pada peningkatan daya saing Indonesia. Terakhir, memberantas hingga keakar-akarnya dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang terbuka, bersih, dan adil.Intinya, daya saing Indononesia akan meningkat jika SDM-nya mumpuni dan iklim berusaha mendukung investor dan tumbuhnya pengusaha-pengusaha lokal. Sehingga dalam hal ini sangat dibutuhkan kepastian hukum bagi investor dan pelaku usaha dalam negeri. Sinergi dan kolaborasi pemerintah, lembaga pendidikan, dan pelakuusaha juga menjadi kunci utama dalam menggerakkan ekonomi nasional yang pada akhirnya bisa meningkatkan daya saing Indonesia.

 

 

Tags: IMD)Muhammad Aufal FreskyWCR
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA