
Oleh : Nor’alimah, S.Pd
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan ada belasan ribu konten phishing berkedok judi online menyusup ke situs lembaga pendidikan dan pemerintahan. Phising adalah kejahatan digital atau penipuan yang menargetkan informasi atau data sensitif korban. (CNBC Indonesia, 23/05/2024).
Di lembaga pendidikan ada 14.823 konten judi online menyusup ke sana dan lembaga pemerintahan ada 17.001 temuan konten menyusup atau phishing ke situs pemerintahan dan lembaga pendidikan,” kata Budi Arie usai Rapat Terbatas mengenai Satgas Judi Online di Istana Kepresidenan, Rabu dikutip Kamis (23/5/2024).
Lebih lanjut Budi menjelaskan dari pihaknya kini sudah melakukan berbagai pencegahan dan melakukan pemblokiran konten judi online. Setidaknya ada 1.904.246 konten Judi online. Sementara dari dari pihak Otoritas Jasa Keuangan, Budi menerangkan juga sudah melakukan pemblokiran 5.364 rekening yang terafiliasi judi online, dan 555 e-wallet yang diajukan ke Bank Indonesia untuk ditutup
Judol (judi online) telah menjadi persoalan umat hari ini. Lebih miris lagi, telah masuk ke lembaga pendidikan. Tentu yang menjadi pertanyaan, mengapa judol ini semakin marak? Meskipun telah banyak fakta yang menunjukkan judol memberikan dampak negatif di tengah Masyarakat. Seperti melakukan tindakan krimanal untuk mendapatkan uang agar bisa bermain judol.
Tidak bisa dipungkiri makin tingginya pelaku judol di Indonesia disebabkan beberapa faktor seperti minimnya literasi. Banyak pelajar yang terjerat judol melalui game online karena ketidaktahuannya, hingga akhirnya mereka terjebak di dalamnya. Literasi mereka akan bahaya judol pun sangat minim, karena judol tidak hanya menghabiskan harta kekayaan, tetapi juga merusak mental dan meningkatkan angkat kriminalitas.
Selain itu faktor ekonomi yang sulit (kemiskinan) membuat banyak orang tertarik pada judol. Ketika menang mereka berharap bisa mendapatkan uang dengan cepat dan banyak. Namun, judol sifatnya “nagih” layaknya narkoba, akhirnya kebanyakan pelaku ketagihan hingga harta bendanya habis semua.
Penyebab utama yang menjadi pendorong maraknya judol di tengah masyarakat adalah sistem sekularisme liberalisme. Sebuah sistem yang menjauhkan peran agama dalam kehidupan. Sehingga masyarakat bebas menentukan perilakunya, bahkan bisa melakukan apa saja yang disuka walaupun menimbulkan bahaya. Sehingga, haram halal tidak menjadi tolok ukur perbuatannya.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan upaya untuk menyelesaikan persoalan judol. Namun, faktanya hari ini judol justru makin marak. Persoalan judol tidak akan selesai jika hanya dengan melakukan pemblokiran situs-situs judol. Karena sanksi yang diberikan kurang tegas, sehingga tidak memberi efek jera kepada pelaku.
Negara seharusnya memperkuat komitmen, strategi dan langkah untuk memberantas judol hingga tuntas. Tidak hanya menghapus akses konten judol tetapi juga memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku Sehingga tidak mengulangi perbuatan tersebut
Judi telah jelas haram, baik online ataupun offline sama saja. Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Larangan berjudi dalam Islam bukanlah sekadar himbauan moral belaka. Allah Swt. pun telah mewajibkan kaum muslim untuk menegakkan sanksi pidana (’uqûbât) terhadap para pelakunya. Mereka adalah bandarnya, pemainnya, pembuat programnya, penyedia servernya, mereka yang mempromosikannya dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sanksi bagi mereka berupa takzir, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada khalifah atau kepada qadhi (hakim).
Syekh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-’Uqûbât fî Al-Islâm menjelaskan bahwa kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan preventif (zawâjir) dari sanksi ini tercapai. Beliau juga menjelaskan bahwa khalifah atau qadhi memiliki otoritas menetapkan kadar takzir ini. Oleh karena itu, pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat layak dijatuhi hukuman yang berat seperti dicambuk, dipenjara, bahkan dihukum mati.
Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa syariat Islam berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Dengan adanya pengharaman atas perjudian, maka harta umat dan kehidupan sosial akan terjaga dalam keharmonisan. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan, apalagi mengundi nasib lewat perjudian.
Negara juga harus hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas, serta jaminan kesehatan yang memadai. Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam syariat Islam, maka kecil peluang rakyat terjerumus ke dalam perjudian.
Semua ini hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang ditata dengan syariat Islam, bukan dalam sistem kehidupan yang kapitalistik seperti hari ini. Dalam sistem kehidupan hari ini (kapitalis), negara minim hadir dalam kehidupan rakyat, sedangkan berbagai bisnis kotor, seperti perjudian, terus menjamur seperti tidak bisa dihentikan. Wallahu ’alam