Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Perkembangan Emosi pada Anak

by Mata Banua
24 April 2024
in Opini
0
D:\2024\April 2024\25 April 2024\8\8\Muhammad Rafiq Fadhil F.jpg
Muhammad Rafiq Fadhil F (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga)

 

Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada masa bayi, prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak. Setiap anak memiliki kebutuhan emosional yaitu kebutuhan untuk dicintai, dihargai, merasa aman, merasa kompeten, dan kebutuhan untuk mengoptimalkan kompetensi. Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Emosi dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut bisa menjadi hal yang berdampak positif ataupun negatif terhadap anak. Dampak positif dari emosi adalah dapat dijadikan bentuk komunikasi. Kita dapat mengetahui perasaan dan pikiran anak hanya dengan melihat mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan sebagainya (komunikasi non verbal). Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain adalah ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan pergerakan tangan dan lengan.

Emosi dapat menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan seharihari dan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk memperluas wawasannya. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai contoh kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika timbul amarah. Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.

Dampak negatif dari emosi adalah mengganggu keterampilan motorik serta mengganggu aktivitas mental. Terlalu sering merasa takut akan mengganggu kepercayaan diri anak. Hal ini akan mengganggu dimensi perkembangan lainnya. Emosi yang memuncak dapat mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik anak.

Selain berdampak terhadap diri anak itu secara pribadi, emosi juga dapat mempengaruhi ranah sosial anak. Emosi dapat dijadikan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi anak dalam menilai dirinya sendiri. Emosi dapat mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.

Penting bagi guru untuk mengetahui dan memahami pentingnya dimensi emosi bagi kehidupan anak baik dari sisi positif maupun negatif seperti yang sudah dijabarkan di atas. Selain itu, guru juga perlu memahami fase perkembangan emosi anak. Dengan mengetahui dan memahami fase perkembangan emosi pada anak, diharapkan tidak ada lagi salah penanganan dalam menghadapi keunikan antar anak di kelas.

Fase perkembangan emosi pada anak usia sekolah dasar dimulai pada usia 5-6. Pada usia ini, anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut anak untuk menyembunyikan informasi.

Pada usia 6 tahun, anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan. Tetapi, anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain. Pada tahapan ini anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional serta menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman emosional.

Pada masa anak usia 7-8 tahun, perkembangan emosinya telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain. Mereka mulai belajar untuk memahami perasaan yang di alami oleh orang sekelilingnya. Anak usia 9-10 tahun, anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu, anak dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol. Pada tahap ini anak mempelajari cara untuk meredam emosi negatif yang muncul lalu mencari cara agar hal tersebut dapat mereda.

Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang normanorma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud merupakan bentuk komunikasi. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan, Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan dan Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi anak secara individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal namun juga eksternal. Faktor pertama yang mempengaruh perkembangan emosi anak adalah keadaan anak secara individu. Perkembangan emosi anak secara individu dapat terpengaruh oleh adanya ketidaksempurnaan fisik atau kekurangan pada diri anak itu sendiri. Jika terjadi hal seperti ini, bukan tidak mungkin anak akan merasa rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkungannya. Anak akan merasa tidak nyaman dengan ketidaksempurnaan yang dimilikinya. Mereka akan cenderung menutup diri dari pergaulan teman sebaya yang juga akan mempengaruhi perkembangan sosial.

Faktor kedua yang mempengaruhi perkembangan emosi anak adalah pengalaman belajar. pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain belajar dengan coba-coba. Pada pengalaman belajar seperti ini anak belajar dengan coba- coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.

Belajar dengan meniru. Dengan cara seperti ini anak akan bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati. Belajar dengan mempersamakan diri. Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Belajar melalui pengondisian. Dengan metode ini objek situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.

Belajar dengan bimbingan dan pengawasan. Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.

Faktor ketiga adalah konflik-konflik dalam proses perkembangan. Setiap anak pasti pernah mengalami konflik baik di rumah maupun di sekolah. Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat melewati atau gagal menyelesaikan konflik, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi. Pada usia aktif sekolah, bukan tidak mungkin mereka akan meluapkan emosi dengan menggunakan fisik.

Faktor terakhir dan yang terpenting dalam mempengaruhi perkembangan emosi adalah lingkungan keluarga. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Potensi individu pula ditentukan oleh faktor keturunan di keluarga. Artinya adalah sejak lahir anak telah memiliki bakat-bakat atau benih-benih kemampan yang dapat dikembangkan melalui pengasuhan dan pendidikan (Plato dalam Desmika, 2005: 13). Lingkungan keluarga mempunyai fungsi sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak

bersikap dan berperilaku.

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.

Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif.

Perkembangan emosi anak juga dapat dipengaruhi oleh sikap, perlakuan dan peran yang diberikan orang tua sesuai dengan tempat dan urutannya dalam keluarga. Hal ini dapat mempengaruhi pola perilaku, kepribadian dan pembentukan sikap anak, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

 

 

Tags: EmosiMahasiswa UIN Sunan KalijagaMuhammad Rafiq Fadhil
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA