Selasa, Agustus 19, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Amicus Curiae Dalam Putusan PHPU Pilpres 2024

by Mata Banua
23 April 2024
in Opini
0
D:\2024\April 2024\24April 2024\8\8\andik mawardi.jpg
Andik Mawardi, S.H., M.H.(PNS pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan)

 

Dua Putusan MK No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 dan Putusan MK No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024, memang MK membaca keterangan Amicus Curiae dari Petisi BRAWIJAYA (BarisanKebenaran Untuk Demokrasi); Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (PEREKAT NUSANTARA); Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil; Tonggak Persatuan Gerakan Untuk Nusantara (TOP GUN); Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (Center For Law And Social Justice) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada; Pandji R. Hadinoto; M. Busyro Muqoddas, dkk.; Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga; Megawati Soekarnoputri (yang disampaikan kuasanya, Hasto Kristiyanto); Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI); Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN); Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI); Stefanus Hendrianto; serta Komunitas Cinta Pemilu Jujur Adil (KCP-JURDIL).

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\Edi Setiawan.jpg

Ekonomi Merdeka Angka 80: Janji Yang Belum Tuntas

18 Agustus 2025
D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\tias aditya.jpg

Menyusui Sebagai Praktik Cinta yang Berkelanjutan

18 Agustus 2025
Load More

Namun dalam pertimbangan hukum 2 (dua) Putusan MK tersebut, sama sekali tidak mempertimbangkan amicus curiae. Tentunya menjadi pertanyaan mengapa MK tidak mempertimbangkan amicus curiae yang disampaikan oleh pihak-pihak tersebut. amicus curiae sendiri tidak dikenal dalam sistem peradilan dan bahkan sistem hukum di Indonesia yang memang menganut sistem civil law (sehingga dikenal sebagai sistem eropa kontinental) yang merupakan warisan hukum kolonial belanda berdasarkan asas konkordansi yang termuat dalam Pasal II Aturan Peralihan UUDNRI Tahun 1945 sebelum amandemen.

Adapun amicus curiae secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yang berarti sahabat pengadilan. Amicus Curiae merupakan praktik yang umum dalam sistem hukum Common Law (Anglo-Saxon). Amicus Curiae atau friends of court merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga, yaitu mereka yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Berbeda dengan Indonesia yang mengunakan sistem civil law, sehingga tentu menjadi hal yang bisa dimaklumi ketika MK dalam putusan PHPU Pilpres 2024 mengesampingkan amicus curiae yang disampaikan oleh pihak-pihak tersebut diatas.

Tentu hakim konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) menegaskan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam konteks ini, sesunguhnya hakim konstitusi dengan meminta keterangan dari Menko PMK, Menko Ekonomi, Menkeu, dan Mensos dalam perkara PHPU Pilpres 2024, telah melaksanakan kewajiban hakim konstitusi yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman. Sehingga tidak ada alasan hukum mempertimbangkan amicus curiae karena hakim konstitusi sesuai dengan kewajibannya telah menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dengan meminta keterangan 4 (empat) menteri tersebut untuk dalil pemohon terkait dengan bansos yang merupakan perlindungan sosial dalam APBN Tahun 2024.

Selanjutnya alat bukti dalam pembuktian sidang pada MK, sesuai dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU MK menyebutkan alat bukti ialah a. surat atau tulisan; b. keterangan saksi; c. keterangan ahli; d. keterangan para pihak; e. petunjuk; dan f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU MK tersebut, amicus curiae tidak merupakan alat bukti dalam persidangan di MK. Sehingga tidak ada alasan menurut hukum bagi hakim konstitusi untuk mempertimbangkan amicus curiae dalam putusan MK.

Konsistensi pertimbangan hukum Putusan MK No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 dan Putusan MK No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 sesuai misalkan dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, bahwa sistem omnibus law belum diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), sehingga secara formil UUCK dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Agar amicus curiae dapat menjadi salah satu alat bukti dalam persidangan di MK, maka pembentuk UU harus memasukaan amicus curiae sebagai alat bukti dalam persidangan di MK.

Adapun MK dalam Perkara No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 dan Perkara No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024, untuk pengesahan alat bukti sudah dilakukan oleh hakim konstitusi sebelum amicus curiae disampaikan kepada MK, sehingga tentu tidak relevan dipertimbangkan dalam Putusan PHPU Pilpres 2024. Kalaupun amicus curiae dipertimbangkan dalam Putusan MK, semestinya amicus curiae disampaikan kepada MK sebelum pengesahan alat bukti sebelum sidang pembuktian berakhir bukan ketika sudah selesai sidang pembuktian sudah selesai dilakukan.

Kedepan memang tidak mutlak kemudian sistem hukum yang dianut oleh sebuah negara linier murni dengan sistem hukum yang dianut baik itu sistem hukum civil law maupun common law, karena kebutuhan akan sistem hukum mengikuti perkembangan kebutuhan hukum yang tentunya berbeda. Amicus curiae sebagai sebuah gagasan baru sebagai alat bukti dalam persidangan peradilan di Indonesia baik lingkup peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan agama, dan peradilan militer pada MA serta peradilan konstitusi pada MK yang perlu diatur dalam UU Kekuasaan Kahakiman.

Tidak mungkin pengadilan mengadili suatu perkara tidak berdasarkan UU sebagai hukum acara peradilan, dalam konteks perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dalam beracara di peradilan, termasuk dalam hal amicus curiae menjadi alat bukti harus dimasukkan dalam hukum acara di lingkungan peradilan dibawah MA, dan peradilan konstitusi oleh MK. Putusan pengadilan yang tidak berdasarkan hukum acara berakibat batal demi hukum karena mendasarkan pada prosedur beracara yang tidak diatur dalam UU.

Dalam kerangka politik hukum mewujudkan peradilan yang partisipatif, amicus curiae mungkin dapat diterapkan di peradilan di Indonesia. Namun yang menjadi persolan berikutnya terkait dengan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan merupakan asas universial, dalam hal amicus curiae diterapkan tentu akan memperpanjang pembuktian dipengadilan dan tidak relevan dengan asas sederhana dan cepat dalam peradilan.

Dalam pandangan penulis, hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman bisa menjadi hal yang krusial dalam pembuktian dengan permohonan dari para pihak dalam perkara yang diperiksa oleh pengadilan. Sehingga tanpa merubah UU hukum acara, amicus curiae dapat diterapkan. Sehingga yang aktif dalam hal ini menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan hakim sendiri. Para pihak hanya sebatas mengusulkan amicus curiae untuk diminta keterangan dalam sidang pengadilan. Dalam hal hakim dan hakim konstitusi tidak menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, konsekuensinya harus diberikan sanksi.

 

 

Tags: Amicus CuriaeAndik MawardiPilpres 2024
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA