Oleh: Abdurrahman (Dosen Metode Riset Sosial)
Pertandingan perempat final Liga Champions Eropa baru saja selesai dinihari tadi (18/04/2024). Menarik untuk membahas salah satu pertandingannya, Manchester City VS Real Madrid. Manchester City gagal memanfaatkan keunggulan mereka dalam statistik permainan untuk mengalahkan Real Madrid. Walaupun unggul dalam segala aspek seperti jumlah tendangan ke gawang, tendangan pojok, dan penguasaan bola, tim asuhan Pep Guardiola ini akhirnya tersingkir secara menyakitkan melalui adu penalti, setelah bermain imbang 1-1 hingga akhir babak kedua perpanjangan waktu.
Mari kita lihat statistiknya, dikutip dari situs livescore.com. Jumlah tembakan Manchester City yang ditujukan ke gawang Real Madrid sebanyak 34. Sangat timpang dengan Real Madrid yang hanya mampu memberikan 8 tembakan. Begitu pula penguasaan bola. Manchester City sukses mengolah si kulit bundar sebesar 64 persen dari total waktu sepanjang pertandingan hingga babak tambahan (diluar bola out/mati). Sisanya 36 persen milik Real Madrid. Paling timpang dari tendangan pojok. Manchester City mendapatkan kesempatan corner kick sebanyak 18 kali. Madrid hanya punya kesempatan 1 kali.
Hasil akhir, nyatanya keberuntungan tidak berpihak pada Manchester City. Penyebab utama adalah performa gemilang kiper Real Madrid. Dengan serangkaian penyelamatan krusial, kiper Real Madrid, Andriy Lunin, menjadi tembok penghalang yang kokoh. Setiap serangan yang dilancarkan oleh Kevin De Bruyne dan punggawa City, tampaknya selalu berakhir di tangan atau terhalang oleh reaksi cepat sang kiper. Total ada 9 penyelematan dilakukan oleh Lunin, dari 10 tembakan yang tepat mengarah ke gawang Real Madrid. Alhasil Lunin mendapatkan penghargaan sebagai pemain terbaik pada pertandingan ini.
Manchester City jelas menunjukkan frustrasi seiring berjalannya waktu. Setiap peluang yang gagal menjadi gol semakin menambah tekanan. Pep Guardiola, sang pelatih City mencoba berbagai strategi dan perubahan pemain untuk mencari solusi. Namun pertahanan Real Madrid dan penampilan apik sang kiper terus mematahkan semua usaha mereka.
Real Madrid, meskipun terkurung dalam tekanan dan memiliki lebih sedikit peluang, menunjukkan efisiensi yang mengagumkan. Mereka mampu memanfaatkan salah satu dari sedikit peluang yang ada dan berhasil mencetak gol yang menjadi pembeda dalam pertandingan ini. Ini adalah pengingat bahwa dalam sepak bola, efisiensi dan keberuntungan kadang kala lebih menentukan daripada dominasi statistik. Dominasi dalam statistik belum tentu menjamin kemenangan.
Real Madrid, dengan strategi bertahan yang disiplin dan kinerja kiper yang luar biasa, berhasil mengatasi serangan bertubi-tubi dari salah satu tim terbaik di Eropa, sekaligus pemegang piala Liga Champion Eropa edisi sebelumnya. Keberhasilan mereka mengamankan kemenangan ini bisa disimpulkan karena ketangguhan mental dan fisik, daripada keberuntungan semata.
Kegagalan ini bagi Manchester City menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya memanfaatkan peluang dan variabilitas keberuntungan dalam sepak bola. Mereka harus kembali lagi dengan persiapan yang lebih matang jika ingin meraih kembali digdaya pada pentas Eropa.
Tak menutup kemungkinan Indonesia, juga mampu menjelma layaknya Real Madrid sebagaimana di pertandingan di atas. Indonesia kerap kali belum mampu memegang penguasaan bola, saat berhadapan dengan negara Asia Timur (seperti Jepang dan Korea Selatan), dan Asia Barat (seperti Arab Saudi dan Iran). Dengan strategi bertahan yang disiplin mengatasi serangan beruntun, untuk kemudian memanfaatkan serangan balik secara efisien, maka Indonesia bisa saja meraih kemenangan. Kita tunggu saja kiprah Indonesia di sisa kualifikasi Piala Dunia 2026 menghadapi Irak dan Filipina yang dijadwalkan pada tanggal 6 dan 11 Juni 2024 nanti. Semoga Indonesia bisa berbicara banyak dengan efisiensinya.