
JAKARTA – Ekonom yang juga mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro mengungkapkan serangan Iran terhadap Israel bisa berdpak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Eskalasi konflik kedua negara tersebut dapat berimbas pada perubahan target pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,2 persen menjadi 4,6 hingga 4,8 persen.
“Pertumbuhan ekonomi bisa agak terdorong ke bawah, ke 4,6-4,8 persen karena keseimbangan eksternal yang terganggu, ditambah dengan potensi inflasi,” kata Bambang dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter.
Meskipun begitu, Bambang menuturkan bahwa masih ada harapan bagi Indonesia untuk mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga berhasil mencapai 5,2 persen tahun ini.
Satu-satunya harapan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yakni melalui konsumsi domestik saat penyelenggaraan pemilihan daerah (Pilkada) 27 November 2024 nanti.
“Tapi kalau melihat dampak dari pemilu kemarin, pemilu sekarang agak beda daripada pemilu sebelumnya, karena pemilu sekarang orang mainnya di medsos (media sosial), jadi tidak banyak dampak konsumsi yang di luar konsumsi data atau internet,” tuturnya.
Bambang menambahkan tingkat inflasi di Indonesia masih perlu diwaspadai karena masih sedikit di atas target. Hal ini ditambah harga pangan yang masih cukup tinggi.
Adanya konflik Iran dan Israel ini akan tergantung seberapa jauh harga minyak melonjak. Pada 2022 inflasi di Indonesia pernah menyentuh di atas 5 persen akibat perang Rusia dan Ukraina..
“Karena waktu itu perang Rusia Ukraina membuat harga minyak di atas USD 100 terpaksa pemerintah harus menaikan harga BBM karena subsidi terlalu banyak yang mencapai Rp 500 triliun sendiri, saat itu juga inflasi akan berpengaruh,” jelas Bambang.
Bambang memprediksi akan ada tekanan terhadap inflasi Indonesia yang sedikit lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama baik dari internal maupun eksternal.
Pertama, tingginya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang masih menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia. Kedua, inflasi pada arga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG).
Ketiga, inflasi yang berasal dari luar negeri atau imported inflation yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat seluruh komponen mengalami inflasi pada Maret 2024. Secara bulanan inflasi Maret mencapai 0,52 persen.
Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti menjelaskan, inflasi bulan ke bulan ini didorong oleh seluruh komponen, terutama komponen harga bergejolak. “Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,23 persen, komponen ini memberikan andil inflasi sebesar 0,15 persen,” kata Amalia dalam konferensi pers BPS. lp6/mb06