oleh: Hayatun Izati Annisa, S.Pd (Aktivis Muslimah)
Korupsi di Indonesia sepertinya telah menjadi persoalan yang sangat amat kronis. Masalah korupsi di negeri ini tiada hentinya, bahkan semakin bertambah dan belum tuntas-tuntas dalam penyelesaiannya.
Akhir-akhir ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tengah melakukan penyidikan dalam dugaan kasus korupsi di PT Taspen (Persero). Di KPK, ketika penanganan kasus naik ke tahap penyidikan, artinya telah ditetapkan pula para tersangka.
“Saat ini tengah dilakukan proses pengumpulan alat bukti terkait penyidikan dugaan korupsi dalam kegiatan investasi fiktif yang ada di PT Taspen (Persero) Tahun Anggaran 2019 dengan melibatkan perusahaan lain,” kata juru bicara KPK Ali Fikri
Ali mengatakan penyidikan kasus ini bermula dari laporan masyarakat. KPK menduga modus korupsi dalam kasus ini adalah kegiatan investasi fiktif yang dilakukan PT Taspen pada tahun anggaran 2019 dengan melibatkan perusahaan lainnya. Penyidik, kata Ali menduga korupsi ini merugikan negara hingga ratusan miliar Rupiah. Dia mengatakan dugaan kerugian tersebut masih dalam perhitungan.
“Diduga timbul kerugian keuangan negara dari pengadaan tersebut mencapai ratusan miliar rupiah dan sedang dilakukan proses penghitungannya real nilai kerugiannya,” kata dia. ( CNBCIndonesia,8/3/2024)
Korupsi Taspen life dengan modus investasi fiktif makin menambah daftar panjang penyelewangan terhadap dana asuransi oleh perusahaan Negara hingga swasta di negeri ini.
Masalah Korupsi, masyarakat tentunya sangat menanti upaya-upaya tuntas untuk mengatasi salah satu problem besar di negara ini. Pertanyaannya Bagaimana upaya itu harus dilakukan agar kasus korupsi bisa diselesaikan secara tuntas sampai ke akarnya?
Buruknya integritas SDM menjadi salah satu penyebab korupsi. Berbicara integritas SDM , tentunya tidak bisa dipisahkan dengan sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang diterapkan saat ini berasaskan sekulerisme-kapitalisme. Dalam sistem ini aturan agama tidak dihadirkan karena sistem ini memiliki akidah sekuler, sehingga ketakwaan individu itu tidak ada dalam setiap aktifitas perbuatan. Akibatnya generasi tidak paham standar hidup harus sesuai tuntunan agama. Tetapi justru menjadikan kekayaan materi sebagai tolok ukur kesenangan dan kebahagiaan. Mengakarnya korupsi di Indonesia bukan tanpa sebab, tetapi karena penerapan sistem yang selalu mengutamakan keuntungan (kapitalisme).
Selain itu, sistem yang mendukung adanya korupsi, sanksi yang diberikan juga tidak memberikan efek jera. Ketika ada ketahuan korupsi, sanksi yang diberikan bias dengan menonjobkan pelaku bisa juga dengan pemecatan. Jika sekedar pemecatan tanpa memberikan efek jera bagi yang lain. Jika dilaporlam lebih lanjut, bisa saja hukuman yang diberikan ada pengurangan karena ada grasi karena saat ditahan pelaku berkelakuan baik.
Ada pula yang menyuap agar hukuman yang diberikan dikurangi. Jika seperti itu, pemberantasan korupsi hanya sebuah mimpi. Apalagi saat ini para petugas KPK yang lurus sering diteror, sehingga kasus yang tengah diselidik hilang begitu saja, jika sudah ditangani oleh orang-orang yang tidak lurus. Ini bukan rahasia lagi.
Gaji rendah yang diterima seorang pegawai, juga menjadi pemicu melakukan korupsi. Selain gaji rendah, kehidupan yang hedonisme juga mampu mendorong seseorang melakukan korupsi, apalagi ia menduduki sebuah jabatan yang tinggi. Rasa gengsi itu pasti menyelimutinya, sehingga membuat dirinya berpikir untuk mengambil cara-cara yang diharamkan agar keinginannya tercapai.
Jika dicermati lagi, korupsi ini adalah masalah yang sistemik. Oleh karena itu, korupsi ini akan hilang jika sistem yang diterapkan saat ini diganti. Sebab korupsi tidak bisa hanya menyalahkan oknum yang melakukan tetapi pada sistem juga. Sistem memberikan peluang kepada mereka yang berani untuk korupsi.
Islam Jalan Tuntas Pemberantasan Korupsi
Islam memiliki solusi tuntas dalam memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya, yaitu adanya peran negara, masyarakat, dan individu yang memiliki integritas dalam memberangus setiap kejahatan dan kemaksiatan, termasuk korupsi. Solusinya adalah sebagai berikut.
Pertama, Islam membentengi individu dengan ketakwaan kepada Allah SWT. Ketakwaan individu bisa mencegah seseorang untuk tidak melakukan kejahatan seperti korupsi baik saat mendapat tekanan maupun karena terbuka peluang, karena sistem yang baik akan melahirkan individu yang baik.
Sistem kapitalisme-sekuler menjadikan beban hidup berbiaya mahal yang turut andil menyuburkan korupsi, sedangkan Islam akan membina setiap individu dengan ketakwaan hakiki. Dengan keimanan tersebut, ia akan terjaga dari perbuatan maksiat dan dosa.
Kedua, Sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya dan sulit berjalan dengan bila gaji mereka tidak mencukupi. Karena mereka manusia biasa yang memiliki kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukupi nafkah keluarga. Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak.
Ketiga, Adanya lingkungan yang kondusif. Dalam Islam, pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan senantiasa diberlakukan. Masyarakat menjadi penjaga sekaligus pengawas diterapkannya syariat. Jika ada anggota masyarakat yang berbuat kriminal atau korupsi, mereka dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. Kondisi saling menasihati dan berbuat amal saleh seperti ini akan tercipta seiring tegaknya hukum Islam di tengah mereka. Individu bertakwa dan adanya masyarakat yang berdakwah akan menjadi kebiasaan yang mampu menyokong negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana hukum Islam.
Keempat, negara menegakkan sistem sanksi Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera. Untuk kasus korupsi, sanksi yang berlaku adalah takzir, yakni sanksi yang khalifah berwenang untuk menetapkannya. Takzir bisa berupa hukuman penjara, pengasingan, diarak dengan disaksikan seluruh rakyat, hingga hukuman mati, tergantung tingkat perbuatan korupsi serta kerugian yang ia timbulkan.
Selain mekanisme negara terlebih dahulu dalam rekrukmen para pegawai terlebih di dasarkan pada profesionalitas dan integritas bukan berasaskan koneksinya maupun nepotisme. Selain itu SDM nya harus memiliki kriteria dan kapabilitas serta berkepribadian islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran itu”. HR Bukhori.
Selain itu negara akan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap para pegawai ataupun pejabat negara, serta memberi gaji dan fasilitas yang layak kepada mereka. Upaya ini dilakukan agar fokus dan totalitas membantu mengurus urusan rakyat. Selain itu haram hukumnya menerima suap dan hadiah. Negara juga akan melakukan perhitungan kekayaan terhadap pelaku inilah mekanisme pemberantasan korupsi dalam sistem Islam.
Demikianlah, jalan Islam mampu mewujudkan sistem antikorup secara tuntas. Namun hal itu bisa terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam bish-shawwab.
K