
BULAN Ramadhan yang juga disebut sebagai Syahru Rahmat (bulan yang penuh rahmat), tidak hanya sekadar diisi dengan ritual berpuasa semata.
Terkadang umat Islam lupa tentang bagaimana esensi puasa yang seharusnya, yaitu membentuk individu Muslim menjadi pribadi yang menyebar rahmat dan perdamaian.
Membahas makna puasa Ramadhan secara mendalam, Ketua Umum Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia (ADDAI), Moch Syarif Hidayatullah menjelaskan bahwa dalam bulan Ramadan, umat Islam dilatih untuk bersabar, merukunkan, dan mengasihi sesama manusia.
“Ini adalah momen di mana kesabaran, perdamaian, dan kasih sayang menjadi fokus latihan. Jadi, jika seseorang berpuasa tetapi tidak mempraktikkan sifat-sifat tersebut, maka dia sebenarnya gagal memahami esensi sejati dari puasa,” jelasnya di Jakarta.
Dalam konteks ini, Syarif mengutip sebuah hadis yang menekankan bahwa orang yang berpuasa seharusnya menghindari provokasi dan konflik. Bahkan, mereka diperintahkan untuk menjawab provokasi dengan menyatakan bahwa mereka sedang berpuasa.
“Maka dari itu, jika ada seseorang yang berpuasa lalu ia justru menebar konflik dan hal-hal yang negatif, maka dipastikan ia telah gagal da memahami esensi puasa itu sendiri. Kalau orang yang memahami esensi puasa pasti dia akan jadi pribadi yang ramah dan menebar rahmat kepada seluruh manusia,” kata Syarif.
Dia juga memberikan penekanan tentang signifikasi ibadah puasa dalam mereduksi fenomena Islamofobia yang masih saja ada.
Menurutnya, Islamofobia adalah fenomena yang timbul akibat tindakan kekerasan yang mengatasnamakan Islam dan isu itu membutuhkan perhatian semua pihak. Karena itu, islamofobia harus dilihat tidak hanya dari satu perspektif saja.
“Kebencian terhadap Islam tidak hanya berasal dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sebagian kecil umat Islam, tetapi juga dari propaganda media yang merusak. Oleh karena itu, penanganan islamofobia memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk pengawasan media yang lebih fair dan edukasi yang lebih baik terhadap umat Islam tentang prinsip-prinsip agama mereka,” ungkap Syarif.
Dirinya juga menekankan pentingnya umat Islam untuk tidak memonopoli kebenaran dan memahami bahwa ajaran Islam tidak mendukung tindakan kekerasan. Bahkan, konsep jihad sendiri sering disalahpahami hingga digunakan untuk kepentingan politik atau ekonomi.
Oleh karena itu, menurut Pembina Yayasan Raudhatul Mustariyah ini, umat Islam perlu mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang ajaran agama mereka dari sumber-sumber yang kredibel. Hal ini termasuk dari ulama-ulama yang berpengalaman dan mampu membawa kedamaian dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Syarif juga menyatakan bahwa ibadah puasa memiliki peran penting dalam menghindarkan seseorang dari sikap merasa paling benar. Ia menjelaskan, kesombongan dan sikap merasa paling benar seringkali disebabkan oleh keterbatasan ilmu dan wawasan seseorang. rep/mb06