Sabtu, Agustus 23, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ada Spekulan Global Dibalik Kenaikan Harga Pangan?

by Mata Banua
21 Maret 2024
in Opini
0

0leh : Kayyis Alkhalis (Pemerhati Ekonomi)

Hampir 1 miliar penduduk bumi tercatat di Lembaga Pangan Dunia terancam kelaparan, bahkan sepertiganya sudah masuk tingkat akut karena harga beras global dan harga pangan global mencapai level tertinggi sepanjang abad milenium ketiga ini.

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kebijakan Pemblokiran Rekening Dormant, Solusi Ambigu Salah Sasaran

21 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

PR Kita Setelah Merdeka

21 Agustus 2025
Load More

PBB menyampaikan ada sekitar 900 juta orang penduduk bumi mengalami kelaparan di tahun 2022. Menurut Food Security Information Network, 258 juta orang dari 58 negara ternyata mengalami kelaparan akut dan dinyatakan bahwa sangat mungkin angka tersebut bertambah terutama pada tahun 2024, karena berbagai masalah, seperti inflasi pangan, kekeringan, fenomena El Nino, sampai perang yang tidak berkesudahan.

Ada sisi lain yang jarang dibahas terkait kenaikan harga pangan, yakni spekulasi keuangan oleh spekulan global. Tentu muncul pertanyaan di benak kita, apakah satu-satunya sebab melambungnya harga pangan karena kurangnya suplai? Ternyata tidak. Ada spekulasi keuangan dengan derivatif berbasis pangan yang merupakan satu faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan harga pangan global.

Hal ini karena pangan merupakan salah satu jenis komoditas yang masuk dalam bursa komoditas. Jadi ada sisi lain penyebab harga-harga pangan makin meroket, padahal boleh jadi masalah-masalah, seperti inflasi, El Nino, dan perang, telah terselesaikan.

Jika ada yang menyatakan pasokan dunia yang menipis, ternyata faktanya tidak demikian. Menurut laporan FAO tahun lalu, di tahun 2021 dan tahun-tahun berikutnya, pasokan pangan produksi Cina dan Amerika makin melimpah dan FAO memprediksi bahwa pasokan berkecukupan dari Cina dan Amerika akan terus terjadi sepanjang waktu.

Namun, bursa komoditas pangan—yang bekerja sebagaimana Bursa Efek—,dapat memengaruhi dan membuat harga pangan global meningkat. Setiap ada ekspor ataupun impor bahan-bahan pangan tadi, sebenarnya ada perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor atau impor. Perusahaan-perusahaan inilah yang memiliki semacam saham atau kertas berharga yang dipertaruhkan di bursa komoditas. Jadi, dalam perdagangan pangan dunia, bukan hanya terkait komoditas fisiknya, atau bahan-bahan pangannya, baik beras ataupun serealia lain yang diimpor dan diekspor. Tapi, dalam konteks global, ada bank, broker, dan investor yang memperdagangkan komoditas pangan ini di pasar keuangan yang berupa saham-saham.

Bahkan, ada trader yang memperdagangkan instrumen keuangan. Yang membeli ataupun menjual instrumen keuangan itu di bursa, misalnya ketika ada kebutuhan untuk impor bahan pangan dalam jangka waktu enam bulan ke depan, kemudian diopinikan bahwa harga pangannya akan makin melonjak naik, maka mereka hari ini sudah membeli bahan-bahan pangan itu dari negara-negara produsen. Ada aktivitas menstok dan tidak menjualnya kepada yang lain sampai pada waktu tertentu. Mereka akan menjualnya dengan harga yang mahal, padahal barang-barangnya sendiri yakni bahan pangannya sebenarnya belum ada yang masuk ataupun belum ada yang keluar.

Para trader, hanya menempatkan deposit di bursa dan bisa mendapatkan tambahan ataupun pengurangan pendapatan. Mereka bisa untung, bisa juga rugi. Namun, mereka sesungguhnya tidak pernah menerima barang-barang itu ataupun menjualnya secara fisik. Kondisi yang kurang lebih sama dengan Bursa Efek atau bursa di pasar saham yang sangat lekat dengan unsur spekulatif.

Ada spekulan-spekulan yang memanajemen risiko untuk mendapatkan keuntungan. Saat mereka mendapatkan keuntungan, mereka tidak lagi memperdulikan harga pangan yang meroket tinggi dan menyengsarakan ratusan juta orang, bahkan menjadikan kelaparan akut di sekian ratus juta jiwa.

Inilah tabiat bawaan dalam sistem ekonomi kapitalistik sebagaimana yang diterapkan hari ini di seluruh dunia, termasuk di negeri kita. Memang tidak ada larangan untuk mempraktekkan cara-cara ini. perdagangan nonriil atau perdagangan yang sifatnya spekulatif merupakan hal yang normal terjadi karena ada teori-teori yang membenarkannya. Yang tidak boleh hanya ketika dilakukan secara tersembunyi atau ilegal. Apalagi ternyata pasokan pangan di seluruh dunia tidaklah kurang untuk memenuhi kebutuhan semua orang di muka bumi ini, tetapi ada faktor distribusi pangan yang tidak bisa dilaksanakan. Ini karena masyarakat bahkan di banyak Negara tidak sanggup menstok pangan akibat harganya yang sangat mahal, sedangkan negara-negara tersebut adalah negara miskin, apalagi harga pangannya sudah dipermainkan oleh para spekulan di tingkat global.

Adapun Indonesia, memiliki kekayaan luar biasa untuk memproduksi pangan. Di Indonesia, selain membutuhkan perbaikan tata kelola, produksi pertanian yang melimpah pun belum tentu akan bisa dinikmati oleh semua orang dan menyumbangkan pangan untuk dunia.

Namun, ketika sistem ekonomi kapitalistik masih berjalan di dunia ini, bahkan Indonesia termasuk pihak yang ikut mengadopsi sistem ini, maka sama saja dengan negeri ini membiarkan terjadinya kelaparan akut pada sekian ratus juta penduduk dunia. Ini karena aspek spekulasi tadi terus akan terjadi dan menguntungkan segelintir pihak yang bermain di bursa komoditas ataupun Bursa Efek dan merugikan sekian banyak manusia yang tidak memiliki kekuatan secara ekonomi maupun politik.

Dengan kondisi ini, sesungguhnya masyarakat membutuhkan berlakunya hukum-hukum syariat dalam tataran global. Negara yang memberlakukan syariat secara global, yakni Khilafah, bisa memulai dengan memberlakukan sistem ekonomi Islam dan menjalankan politik ekonomi Islam dengan memastikan semua pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan, bisa dipenuhi secara mandiri. Ketika sudah bisa dilakukan secara mandiri melalui politik pertanian yang dimilikinya, sambungnya, maka negara juga harus memastikan tidak ada aktivitas perdagangan ataupun aktivitas ekonomi yang berbasis sektor ekonomi nonriil di dalam negeri. Jika sistem ekonomi Islam telah diberlakukan pada level global, maka secara otomatis praktik-praktik ekonomi spekulatif sebagaimana hari ini yang menguntungkan segelintir perusahaan multinasional ataupun segelintir pemain-pemain perdagangan spekulatif, tentu akan tersingkir dengan sendirinya.

 

 

Tags: FAOHarga Pangan
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA