Oleh:: Rusita, S.M.
Menurut data yang dihimpun United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), selama 7 Oktober 2023—21 Februari 2024, warga Jalur Gaza yang tewas akibat serangan Israel mencapai 29.313 jiwa, dan korban luka 69.333 orang.
Upaya Dewan Keamanan PBB masih saja gagal merealiasasikan resolusi untuk mendesak gencatan senjata.
Draf resolusi terbarunya disusun oleh Aljazair, dan sudah didukung oleh 13 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB.
Namun, Inggris menyatakan abstain, dan untuk ke sekian kalinya Amerika Serikat kembali menggunakan hak veto untuk membatalkan resolusi tersebut.
HILANG TAJAM HILANG TARINGNYA
Sikap para penguasa Arab dan muslim yang belum jua berubah dalam menanggapi tragedi di Palestina. Mereka hanya bisa mengecam dan mengutuk. Bahkan yang lainnya diam membisu. Dan tidak habis pikir, beberapa penguasa Arab dan muslim tetap menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Sebagian penguasa Arab dan muslim memang mengirim bantuan kemanusiaan berupa bantuan logistik. Namun, tentu saja itu semua hanya pencitraan untuk meredam amarah umat yang sudah sangat kecewa terhadap para penguasanya yang tidak pernah memutuskan untuk mengirim bantuan militer. Kaum Zionis Yahudi tampak kuat lebih karena sikap pengecut para penguasa Arab dan muslim. Mereka lebih memilih berdiam diri.
Para penguasa terkhusus negeri-negeri kaum muslim hari ini begitu pengecut untuk menyuarakan keadilan. Para pemimpin negeri-negeri muslim telah hilang tajam dan hilang taringnya. Masih tunduk pada keputusan negara adidaya dan masih terikat pada PBB yang jelas-jelas terlihat keberpihakannya mengarah pada siapa.
BUKAN BENCANA ALAM
Rentetan serangan Israel terus menerus terjadi, disertai dengan kehancuran massal dan kekurangan berbagai kebutuhan pokok. Israel juga memberlakukan blokade yang melumpuhkan Jalur Gaza hingga menyebabkan penduduk wilayah itu, khususnya di Gaza utara, berada di ambang kelaparan. 85 persen penduduk Gaza mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Selain itu juga pemutusan aliran listrik membuat operasional rumah sakit dijalankan seadanya.
Amerika Serikat mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Yordania dalam mengirim 36.000 paket makanan ke Gaza utara pada Selasa (06/03). Pengiriman bantuan udara itu merupakan misi bersama AS dan Yordania yang kedua dalam beberapa hari terakhir. (BBC.com)
Strategi pencitraan pengiriman bantuan udara itu mencerminkan gagalnya upaya pengiriman bantuan di lapangan. Apalagi organisasi kemanusiaan berargumen bantuan itu tidak dapat memenuhi kebutuhan yang melonjak di Gaza. Secara tidak langsung hal ini juga merupakan gambaran ketidakseriusan lembaga internasional dan para pemimpin negara-negara dalam menghentikan genosida ini.
Apa yang terjadi di Gaza-Palestina, bukanlah bencana alam, pengiriman bantuan logistik tidak cukup untuk menghentikan perang atau lebih tepatnya genosida hari ini, ditambah lagi fakta di lapangan upaya bantuan logistik sangat minim dan nampak seperti main-main. Karena sejatinya yang dibutuhkan Palestina adalah bantuan militer.
HANYA DENGAN JIHAD DAN KHILAFAH PALESTINA BISA MERDEKA
Satu-satunya solusi adalah tegaknya negara yang independen dan tidak terikat ataupun tunduk pada negara adidaya, negara yang bisa menjadi perisai yang mampu melindungi umat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda:
“Sungguh Imam/Khalifah (Kepala Negara) itu laksana perisai; (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Kaum muslim sedunia wajib menegakkan kembali Khilafah. Dengan itu, kaum muslim sedunia bisa memiliki kembali seorang khalifah yang akan benar-benar menjadi perisai/pelindung mereka yang hakiki. Bukan yang sekadar pintar basa-basi. Dengan begitulah harapan Palestina untuk merdeka dapat terwujud.