Selasa, Agustus 19, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Pengeras Suara, Penjaga Kerukunan Umat Beragama

by Mata Banua
18 Maret 2024
in Opini
0

Oleh : Hendrik Kurniawan (Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (PUSKOLEGIS) Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Ampel Surabaya)

Umat muslim sedunia telah merayakan kemenangan di bulan suci Ramadhan ini, termasuk umat muslim yang ada di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang majemuk yang memiliki berbagai macam agama tentunya harus bisa hidup berdampingan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya dan tidak boleh ada yang merasa terganggu. Baru-baru ini Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan sebuah surat edaran mengenai larangan penggunaan speaker saat sholat tarawih merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menjaga kerukunan antar umat beragama agar suara yang keras di masjid tidak menggangu umat agama lainnya.

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\Edi Setiawan.jpg

Ekonomi Merdeka Angka 80: Janji Yang Belum Tuntas

18 Agustus 2025
D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\tias aditya.jpg

Menyusui Sebagai Praktik Cinta yang Berkelanjutan

18 Agustus 2025
Load More

Tentunya kita sebagai masyarakat muslim pada umumnya ingin menyemarakkan bulan ramadhan, namun perlu dipahami bersama adalah ada waktu-waktu tertentu yang tidak boleh menggangu orang lain dengan speaker yang sangat keras. Memang sebetulnya ini masalah kebiasaan saja, yang tentunya di setiap daerah berbeda-beda. Ada yang misalnya yang mayoritas daerah beragama Islam ketika tadarus an hingga larut malam menggunakan speaker luar tidak merasa terganggu ada pula yang daerahnya bermacam-macam agama yang biasanya berada diperkotaan yang merasa terganggu istirahatnya ketika malam hari ada suara keras.

Speaker itu pemersatu agama-agama, bukan pemecah antar agama. Jangan sampai ada yang memperkeruh suasana hanya gara-gara mempersoalnkan keras tidaknya suara. Ayat-ayat Al-Qur’an yang kita baca baik dan mengandung unsur kebaikan dan yang setiap pembacanya akan mendapatkan pahala. Pahala itu bisa kita dapatkan dengan seutuhnya-utuhnya meskipun tanpa pengeras suara luar. Dalam hal ini tidak ada larangan namun yang perlu kita fahami bersama adalah bisa memposisikan waktu yang tepat kapan harus menggunakan speaker luar dan kapan harus menggunakan speaker dalam.

Tentunya dalam hal ini kita juga patut menghargai serta masukan-masukan dari saudara kita non muslim lainnya. Kita beragama dan beribadah pada dasarnya setiap warga negara dalam menjalankan agamanya masing-masing telah diatur dan dijamin oleh konstitusi. Tepatnya pada Pasal 28E ayat (1) yang menyatakan secara jelas bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

Negara demokrasi manapun tidak ada yang melarang warga negaranya untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Di Indonesia sendiri agama yang diakui setidaknya terdapat enam agama resmi pasca dicabutnya instruksi presiden Nomor 14 Tahun 1967 dan keputusan Mendagri Tahun 1978 oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Pencabutan keputusan tersebut menegaskan bahwa Indonesia memiliki enam agama resmi yang diakui di Indonesia, yakni agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Banyaknya agama yang ada di Indonesia tentunya kita harus bisa saling menjaga tanpa harus saling melukai. Dalam surah Al-Kafirun ayat ke-6 jelas Lakum dinukum waliyadin yang artinya bagiku agamaku dan bagimu agamamu. Sehingga kita tidak perlu saling menyalahkan terutama sesama muslim. Sebab dari tahun ketahun pengeras suara selalu menjadi perdebatan oleh beberapa kelompok masyarakat ketika puasa ramadhan. Sebab ketika bulan ramadhan masyarakat muslim banyak melakukan ibadah yang menggunakan pengeras suara, misalnya tadarus dan kajian keislaman yang menggunakan pengeras suara luar.

Aturan menegenai pengeras suara selama ramadhan tertuang di dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola dan ketetapan tersebut berlaku untuk Ramadhan tahun 2024 sebagaimana aturan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 H/2024 M.

Pada dasarnya penggunaan pengeras suara ini adalah alat yang digunakan untuk mengingatkan sesama muslim ketika telah memasuki waktu-waktu ibadah. Misalnya adzan ketika menjelang sholat, bacaan tahrim ketika menjelang adzan. Upaya yang dilakukan oleh kemenag sangat bagus, yakni agar pemanfaatan pengeras suara ini tidak salah dan dapat digunakan sebagaimana mestinya supaya tidak menggangu umat agama yang lainnya dan supaya tetap bisa untuk menjaga kerukunan antara umat beragama dan beribadah masing-masing agama dapat dilakukan secara khusyuk.

Lalu bagaimana upaya pemerintah agar bisa tetap harmonis dalam beragama, terutama dalam surat edaran menag No. 05 Tahun 2022? Yang dilakukan pemerintah adalah salah satunya adalah membatasi pengeras suara maksimal 100 dbl (desibel). Langkah pemerintah ini sangat bagus. Pada dasarnya pengeras suara itu bukanlah ajang untuk saling untuk keras-kerasan suara, namun pengeras suara itu digunakan seperlunya supaya bisa menjangkau jamaah sekitar masjid/mushola.

Pengeras suara ini merupakan teknologi baru yang pada zaman Nabi Muhammad SAW masih belum ada. Ketika mulai munculnya teknologi pengeras suara ini, maka umat Islam memanfaatkannya untuk adzan di tempat-tempat ibadah Masjid dan Mushola. Beda halnya ketika zaman nabi ada sahabatnya yang bernama Bilal bin Rabah ketika megumandangkan adzan pertama kali di dunia tidak ada pengeras suara sehingga Bilal bin Rabbah harus mencari bukit yang agak tinggian untuk menyerukan adzan. Sebab adzan memang harus keras sebagai bentuk panggilan umat Islam untuk menjalankan ibadah sholat. Dengan seiring berkembangnya zaman kemudian pengeras suara ini dimanfaatkan oleh umat Islam untuk berdakwah dan di pasang di Masjid dan Mushola. Pengeras suara ini bukanlah pemecah masyarakat tetapi pemersatu masyarakat. Maka permasalahan yang demikian saya rasa tidak perlu di besar-besar kan dan mari saling toleransi dalam beragama.

 

Tags: Hendrik KurniawanPeneliti Pusat Studi Konstitusi dan LegislasiUmat Beragama
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA