Kamis, Agustus 21, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Transportasi Publik dan Masa Depan Kota Kita

by Mata Banua
17 Maret 2024
in Opini
0

Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)

Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan pada tahun 2035 akan ada 66,6 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Angka ini naik dari semula 57 persen di tahun 2020. Adapun World Bank dalam laporan yang dirilis tahun 2019, memperkirakan bahwa nanti pada tahun 2045, sebanyak 220 juta penduduk atau 70 persen dari populasi Indonesia saat itu, tinggal di wilayah kota. Sebuah pertanda sebenarnya urbanisasi di negara kita berjalan kencang. Kota-kota besar menjelma menjadi metropolitan.

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Krisis Gaza (Pelaparan Sistemis) dan Momentum Kebangkitan Umat

20 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Wisata Gunung Kayangan: Pesona Alam Terbengkalai

20 Agustus 2025
Load More

Sekumpulan kota yang berdekatan sudah menyatu satu sama lainnya membentuk kawasan daerah terintegrasi seperti “Jabodetabek” di Jakarta Raya, atau “Gerbangkertasusila” (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan) di Jawa Timur. Pun di banua kita Kalimantan Selatan, ada “Banjarbakula” yang terdiri atas wilayah Banjarbaru, ditopang Banjarmasin, Banjar, Baritokuala, dan Tanah Laut yang sedang dipersiapkan untuk menyongsong pembangunan sebagai gerbang ibukota negara.

Kondisi kehidupan sosial dan ekonomi kota yang berubah ini berdampak pada kebutuhan dan masalah sosial yang beraneka ragam. Salah satu unsur penting dalam kehidupan kota modern adalah pengembangan transportasi publik. Banyak faktor yang membuat transportasi kota di Kalimantan Selatan sempat “mati suri”. Sistem angkutan umum yang bertumpu pada angkot, limbung dan sepi peminat.

Mudahnya kepemilikan kredit kendaraan bermotor, hingga rendahnya kualitas layanan angkutan umum yang mayoritas dioperasikan oleh pihak swasta, membuat masyarakat lebih memilih naik kendaraan pribadi. Perlahan transportasi publik di Banjarbakula mulai menggeliat. Dimulai dengan diluncurkannya bus BRT, BTS Banjarbakula, hingga Transbanjarmasin yang baru saja merilis 5 bus baru akhir tahun 2023 silam.

Warga bahkan memiliki panggilan kesayangan untuk bus-bus itu: “Tayo”, merujuk pada nama bus bisa bicara layaknya manusia, dalam serial animasi anak-anak. Transportasi umum tidak hanya berkaitan dengan perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya, tapi juga instrumen utama dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup. Permasalahan ini dapat ditelaah dalam beberapa aspek seperti yang dikemukakan dalam laporan World Bank (2017):

Pertama, transportasi publik berperan dalam melancarkan perpindahan mobilitas orang dan barang. Menurut teori ekonomi, mobilitas ini berimpak pada tumbuhnya aktivitas ekonomi suatu kota. Daya angkut yang dimiliki angkutan umum biasanya lebih besar dari kendaraan pribadi. Transportasi umum yang dikelola efektif dan efisien, menghemat biaya saat warga berangkat menuju tempat kerja, lembaga pendidikan, pasar, dan pusat layanan masyarakat lainnya.

Menurut Wilheim (2013), kota yang memiliki akses antar tempat yang lebih baik, dapat mengundang masuknya investasi baru.

Kedua, biaya transportasi umum yang murah dapat membantu kegiatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Kondisi ini dapat mendorong dan mengembangkan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat golongan tersebut dan dapat membantu mengurangi kemiskinan serta membuka lebih banyak lapangan kerja. Banyak negara dengan sistem transportasi yang maju memberikan subsidi yang cukup besar kepada sektor ini.

Ketiga, transportasi umum yang terjangkau, akan membuat masyarakat cenderung beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Ini bukan hanya akan mengurangi beban jalan raya, tetapi juga akan bermuara pada naiknya peningkatan produktivitas warganya. Membesarnya skala ekonomi kota, akan menimbulkan banyak masalah, di antaranya polusi dan kemacetan. Dua problem ini menurut temuan IMD Smart City Index 2023, menjadi salah dua tantangan primer yang jadi fokus penanganan di 3 kota besar Indonesia (Jakarta, Makassar, dan Medan).

Pengembangan sistem transportasi publik di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang dapat mempengaruhi efektivitas dan keberlanjutannya. Beberapa hal yang perlu diatasi untuk meningkatkan pemanfaatan transportasi publik di Indonesia melibatkan aspek infrastruktur, pengelolaan, kebijak-an, dan persepsi masyarakat. Hambatan utama adalah keterbatasan infrastruktur di sebagian kota besar di Indonesia. Terbatasnya jalur, buruknya perawatan infrastruktur yang telah ada, serta minimnya integrasi antarmoda transportasi menjadi benang kusut. Tanpa infrastruktur yang memadai, efektivitas transportasi publik sulit diwujudkan.

Belum lagi tata ruang kota yang “terlanjur” semrawut, akibat kurang komprehensifnya perencanaan wilayah dan kota di masa lalu. Selanjutnya perlu diperhatian pengelolaan sistem transportasi umum. Misalnya, apakah penge-lolaannya dipegang penuh pemerintah, ataukah operasionalnya melibatkan swasta. Pengelolaan juga harus siap menghadapi peningkatan jumlah penumpang dan kebutuhan mobilitas yang semakin kompleks dengan disrupsi teknologi, menjadi tantangan tersendiri.

Penentuan tarif juga menjadi perkara krusial, sistem transportasi publik harus bisa terus berkelanjutan (sustainable), dengan tarif yang terjangkau. Aspek regulasi dan kebijakan juga berpengaruh pada efektivitas transportasi publik. Harus ada koordinasi yang kurang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta antara berbagai instansi terkait. Dan yang terakhir, kendala dapat berbentuk persepsi masyarakat terhadap transportasi publik.

Banyak orang yang masih lebih cenderung memakai kendaraan pribadi karena anggapan bahwa transportasi publik kurang nyaman, tidak aman, atau tidak tepat waktu. Supaya masyarakat beralih dari kendaraan pribadi, perlu upaya peningkatan citra dan kualitas pelayanan agar terbentuk kesan positif di benak warga.

Analisa:

Pada masa pemerintahan sekarang, kita bisa melihat pesatnya pembangunan infrastruktur terutama terkait sarana dan prasarana transportasi, seperti pembangunan bandara, pelabuhan, jalur kereta, jalan tol, dan sebagainya. Transportasi memang bisa memudahkan perpindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Secara ekonomi, ketersediaan suplai kebutuhan orang dan barang bisa terpenuhi secara cepat sehingga diharapkan kegiatan ekonomi menjadi makin efektif dan efisien.

Akan tetapi, lagi-lagi, ketika kita melihat kebijakan pemangku negeri ini di bidang transportasi, tidak lebih daripada eksekutor masterplan transportasi yang digagas oleh para oligarki. Pembangunan transportasi diserahkan ke swasta. Pembangunan transportasi berjalan dengan skema utang. Bahkan, pengelolaan sarana dan prasarana transportasi yang merupakan milik umum, malah dikendalikan oleh swasta.

Jika melihat lebih dalam masterplan transportasi ini, lebih banyak menguntungkan pihak kapitalis karena mereka pasti lebih mementingkan interkoneksi kepentingannya. Mereka tentu menciptakan hubungan yang cepat antara sarana transportasi publik dan unit bisnis serta rumahnya. Misalnya, pengadaan moda transportasi di DKI, pengadaan busway, jalur kereta api yang belum selesai, ataupun bandara-bandara yang sudah dibangun, tetapi tidak memberikan dampak.

Bahkan, kalau kita melihat secara keseluruhan, dampak transportasi ini bagi efektivitas dan efisiensi kegiatan ekonomi belumlah teruji. Kita bisa merasakan, saat Ramadan ini, terjadi kenaikan harga-harga barang yang luar biasa. Semestinya, dengan sarana transportasi yang makin mudah dan maju, minimal bisa menekan biaya atau menurunkan harga-harga barang. Namun faktanya, harga barang terus meninggi. Ini karena sarana transportasi itu memang hanya dinikmati orang-orang tertentu yang juga memiliki daya beli tinggi, ditambah tarif tol yang terus naik.

Walhasil, sarana dan prasarana transportasi yang sudah dibangun seolah hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki daya beli ataupun pihak-pihak tertentu yang memang berkepentingan dengan sarana transportasi tersebut, tetapi tidak bagi rakyat kecil. Rakyat kecil lebih membutuhkan harga-harga barang yang stabil demi terpenuhinya hajat hidup mereka. Kesejahteraan mereka lebih penting dan utama dibandingkan pembangunan infrastruktur.

Seharusnya, prioritas pemerintah adalah upaya terpenuhinya kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat melalui proyek-proyek ekonomi produktif untuk mereka, bukan dengan pembangunan infrastruktur yang bisa dinikmati segelintir orang saja.

Oleh karenanya, dalam persoalan infrastruktur transportasi, kita akan mendapati setidaknya tiga prinsip.

Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, bukan hanya karena sifatnya yang menjadi tempat lalu-lalang manusia, tetapi juga terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta. Di Jakarta, karena inginnya diserahkan ke swasta, pembangunan monorel jadi tidak pernah terlaksana.

Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Di situ dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.

Bahkan, pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan.  Sebagian besar warga tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja. Ini karena semua sudah dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar dan memiliki kualitas yang standar.

Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi mutakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan, hingga alat transportasinya itu sendiri. Navigasi mutlak diperlukan agar perjalanan menjadi aman, tidak tersesat, dan apabila ada masalah, dapat ditolong oleh patroli Khilafah. Untuk itulah kaum muslim belajar astronomi dan teknik membuat kompas sampai ke Cina dan mengembangkan ilmu pemetaan dari astronomi yang teliti.

Islam merupakan agama yang sempurna. Segala pengaturan kehidupan ada mekanismenya, termasuk tata kelola infrastruktur dan moda transportasi. Negara berwenang penuh dan bertanggung jawab langsung untuk memenuhi hajat publik, khususnya pemenuhan keselamatan hajat transportasi publik. Negara tidak boleh menjadi regulator kepentingan operator (korporasi), melainkan wajib menjadi pihak yang mengurusi dan bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Berkenan dengan hal ini, ada tiga poin penting yang harus diperhatikan oleh negara.

Pertama, Khilafah wajib menyediakan moda transportasi publik yang berkualitas, layak, dan memadai. Selain itu, Khilafah juga perlu menyiapkan secara optimal seluruh infrastruktur, termasuk jalan umum dan jembatan penghubung antarkota, serta memfasilitasi warga dengan bahan bakar yang terjangkau. Menjadi catatan tersendiri bahwa dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), transportasi publik memang tidak mesti gratis. Bisa terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat saja sudah cukup. Hanya saja, jika negara mampu menggratiskan, ini akan lebih baik lagi.

Kedua, Khilafah memberi pelayanan menyeluruh dalam ruang lingkup pemenuhan kebutuhan dasar (asasi), tetapi tidak mencakup kebutuhan mewah (sekunder/tersier). Artinya, negara berkewajiban menyediakan sarana transportasi publik dalam jumlah memadai, armada yang terawat dan performa baik, jangkauan rute luas, serta tempat duduk dan pendinginan udara yang representatif.

Selain itu, negara akan memperhatikan jadwal keberangkatan yang tepat waktu, pengemudi yang kompeten dan mampu berkendara dengan selamat, serta tarif yang tidak memberatkan bagi semua kalangan. Itu pun hanya untuk transportasi komuter dalam kota karena aktivitas utama manusia sehari-hari biasanya berpusat di kota yang sama. Adapun kebutuhan untuk fasilitas mewah, sifatnya opsional.

Ketiga, Khilafah wajib menetapkan tata kelola transportasi publik yang menghalangi peran swasta mengendalikan pemenuhan hajat hidup orang banyak. Tata kelola ini bisa dalam bentuk BUMN yang bertujuan mendapat keuntungan. Artinya, kalaupun negara mengambil keuntungan dari sektor yang dibisniskan kepada masyarakat, yakni sektor industri jasa dan konsumer, maka semua keuntungan itu akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk lain.

Keberadaan BUMN pada industri jasa dan konsumer ini dapat membantu mencegah adanya praktik kartel oleh swasta sehingga pelayanan BUMN tersebut pun wajib bagus. Mekanisme pasar bebas yang ditunjang oleh pelayanan prima ini bertujuan mendapatkan pasar yang cukup untuk menjamin kestabilan perusahaan. Selanjutnya, penghasilan dari BUMN akan masuk kas negara sebagai bagian dari kepemilikan negara.

Adapun peran swasta hanya sebatas pemberi penawaran khusus dengan biaya khusus pula kepada masyarakat yang memiliki kelebihan harta, bukan sebagai pengendali pemenuhan hajat publik sebagaimana dalam konstelasi ekonomi kapitalisme hari ini.

Keselamatan transportasi mutlak menjadi tanggung jawab Negara. Untuk itu, Negara juga berkewajiban menjamin ketersediaan transportasi publik yang memadai. Penyediaan moda transportasi publik beserta kelengkapannya, baik darat, laut, maupun udara, juga menjadi tanggung jawab Negara dengan prinsip pelayanan, yaitu sebagai penanggung jawab dan pelindung (raa’in dan junnah). Dengan prinsip ini, negara akan berupaya semaksimal mungkin menyediakan moda transportasi dengan teknologi terkini dengan tingkat keselamatan yang tinggi, serta para awak yang terdidik dan terampil.

Penyediaan moda transportasi dan kelengkapannya tidak diserahkan pada operator yang hanya berhitung untung rugi. Demikian pula, sarana lain yang sangat dibutuhkan dalam transportasi darat, laut, maupun udara harus disediakan dan dikelola secara langsung oleh Negara.

Pembiayaan untuk semua itu didapatkan melalui pengelolaan berbagai kekayaannya secara benar (sesuai syariat Islam) sehingga Negara akan memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab pentingnya.

Biaya perawatan moda transportasi dan pembiayaan pembelian berbagai komponen, semisal elevator pesawat dan sebagainya, harus disediakan Negara agar tidak terjadi dharar (kecelakaan) pada publik pengguna transportasi. Rasul saw. bersabda,”Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada membahayakan (baik diri sendiri maupun orang lain).” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Daraquthni)

 

 

Tags: BPSNor Faizah RahmiPraktisi Pendidikan & Pemerhati RemajaTransportasi Publik
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA