
Oleh: Ummu Amila ( Ibu Rumah Tangga di Batola)
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan harga komoditas pangan mengalami inflasi pada bulan Ramadhan kali ini. Hal ini merupakan situasi musiman seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Biasanya mengacu pada data historis pada momen Ramadhan harga beberapa komoditas meningkat,” kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah dalam konferensi pers Indeks Harga Konsumen di kantornya, Jakarta, Jumat (1/3/2024).
Kondisi ini tentu semakin menambah beban masyarakat. Mengganggu kekhusukan ibadah dibulan Mulia ini.
Apa Saja Kemungkinan Penyebab kenaikan Pangan?
Kartel adalah sebab utama naiknya harga kebutuhan pokok lokal. Yakni memonopoli harga oleh para pengepul besar hingga bebas menjual harga atas keuntungan sendiri. Minimnya pengawasan yang hingga aturan yang kurang tegas dari pemerintah pada pengepul barang menjadikan permainan harga pasar.
Gagal panen juga menjadikan sebab kenaikan harga kebutuhan pokok akibat tingginya curah hujan atau musim kemarau. Hingga kurangnya pasokan dalam negeri mengakibatkan impor barang sebagai solusi atas pemenuhan kebutuhan pokok di masyarakat. Namun sayangnya harga tersebut di kuasai oleh komoditas dunia. Sehingga wajar jika harga kebutuhan pokok yang impor naik akibat keseimbangan harga kebutuhan pokok dunia.
Pemerintah latah dalam mengatasi alurnya distributor kebutuhan pokok yang mana membiarkan monopoli harga oleh para pengepul besar. Tak mau ikut campur atas pengelolaan pasar hingga takut memberikan sanksi tegas pada pelaku monopoli. Ditambah lagi aturan baru atas pajak yang dibebani pada kebutuhan pokok menjadi faktor atas ketidak stabilan harga kebutuhan pokok menjadi masalah tak pernah selesai.
Gagal panen atas tak stabilnya iklim seharusnya pemerintah bijak dalam mengatasi problem tahunan kenaikan harga. Bukan malah pasrah dan menyalahkan alam. Justru hal ini sebagai muhasabah dan mulai berubah mencari solusi bersama demi kemaslahatan para petani. Hingga berswasembada secara mandiri. Bukan sebaliknya membiarkan hal itu terjadi dengan impor di negara lain. Disamping itu tentu saja kerja sama impor antar negara mempunyai syarat yang mungkin bisa menjebak negeri ini dan melemahkan kemandirian bangsa.
Tentu semua itu terjadi akibat fokusnya pemerintah memprioritaskan para kapitalis (pemilik modal).
Islam Solusinya
Kenaikan harga akibat gagal panen seharusnya negara intervensi dengan adanya teknologi canggih dalam mengatasi itu. Upaya antisipasi bencana dengan penciptaan lahan khusus menampung kebutuhan pokok juga hal baik dalam mensupply kebutuhan.
Jika kenaikan barang tersebut terjadi karena adanya aksi penimbunan (ihtikar) barang oleh para pedagang, maka negara juga harus melakukan intervensi dengan menjatuhkan sanksi kepada pelaku penimbunan barang. Sanksi dalam bentuk ta’zir, sekaligus kewajiban untuk menjual barang yang ditimbunnya ke pasar. Dengan begitu, supplay barang tersebut akan normal kembali.
Jika kenaikan barang tersebut terjadi, bukan karena faktor supplay and demand, tetapi karena penipuan harga (ghaban fakhisy) terhadap pembeli atau penjual yang sama-sama tidak mengetahui harga pasar, maka pelakunya juga bisa dikenai sanksi ta’zir, disertai dengan hak khiyar kepada korban. Korban bisa membatalkan transaksi jual-belinya, bisa juga dilanjutkan. Semua itu tentu di awasi negara dengan bantuan Qadhi Hisbah.
Negara perlu ambil alih dalam proses alurnya distributor barang. Yang mana jika hal itu dikelola negara tentunya tak ada lagi biaya mahal penyaluran barang atau ongkos kirim yang bida menambah kenaikan barang pokok tersebut
Langkah selanjutnya lebih baik mengganti standar mata uang kertas dengan emas dan perak. Karena mata uang kertas nilainya berubah ubah, gampang rusak dan rentan mengalami inflasi. Dengan mengganti itu maka menjaga stabilitas sistem perekonomian negara karena tak akan terjadi spekulasi dan manipulasi terhadap nilai tukarnya.
Inilah cara Islam mengatasi problematika kenaikan harga kebutuhan pokok. Semua itu pernah dilakukan ketika tegaknya islam lebih dari 13 abad lamanya.