
Akhir-akhir ini Media Sosial dihebohkan dengan penampakan rumah menteri yang sangat megah, membuat mata ini berkaca-kaca terharu atau kecewa, Banyak opini di kolom komentar dengan pros dan cons yang telah memenuhi jagat maya, tentu hal semacam ini terus ada dan harus ada untuk mendialektika kan realita tersebut, Karena melihat Indonesia masih banyak tunawisma yang masih belum diperhatikan dan itu cukup membuktikan pemerintah masih belum ada sebuah political will dan political commitmen untuk meraih cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Menurut Special Report IKN Triwulan I-2023 dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan, total nilai kontrak pembangunan rumah menteri di IKN mencapai Rp502,6 miliar untuk periode Desember 2023—Juni 2024. Angka itu terdiri atas kontrak pembangunan senilai Rp493,76 miliar, serta kontrak manajemen konstruksi Rp8,3 miliar.Adapun menurut Kementerian PUPR, jumlah total rumah menteri yang akan dibangun di IKN mencapai 36 unit.
Dengan demikian, jika dihitung dari total nilai kontraknya, biaya pembangunan rumah menteri di IKN rata-rata menghabiskan sekitar Rp14 miliar per unit (databoks, 2024)
Tampak nya rumah tersebut sudah include berbagai perabot untuk memenuhi kebutuhan menteri-menteri Indonesia, ter konfirmasi dari Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto menuturkan, anggaran tersebut sudah termasuk perabotan di dalam rumah menteri. Dengan begitu rumah jabatan menteri di IKN siap huni. “Tentang harga ini karena speknya termasuk fully furniture, jadi sudah termasuk isinya. Nanti memang Bapak/Ibu menteri yang akan menempati ya tinggal masuk saja,” ucap Iwan, dikutip dari detikFinance, Jumat (23/2/2024).
Rame di media sosial mempersoalkan kemewahan dari pembagunan ini, namun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Anas menegaskan, Beliau berkata “Justru menurut saya rumah menteri yang sekarang lebih kecil dibanding rumah menteri yang di Jakarta, Justru lebih kecil, justru lebih kecil tanahnya. Bangunannya juga lebih kecil dibanding yang sekarang,” kata Azwar Anas di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (26/2/2024). Tapi, dari segi kemewahan beliau enggan membeberkan nya.
Melihat realitas diatas tentu hal semacam ini menjadi anomali bagi sistem demokrasi, dimulai semenjak pemindahan ibu kota ke kalimantan timur, sehingga pemerintah kehilangan skala prioritas, dimana demokrasi selalu berbicara kedaulatan rakyat dan untuk rakyat, namun tampak nya pemerintah sudah menjauhi yang nama nya perjuangan dari reformasi tersebut, tidak ada political will dari pemerintah yang kelihatan untuk menghidupkan dan menjalankan keadilan sosial dari prinsip demokrasi itu, acap kali kita melihat pemerintah masih menguntungkan dan memperkaya diri nya sendiri, tanpa melihat arah masa depan bagi kedaualatan rakyat yang terus digadang-gadang kan oleh sistem demokrasi. Pertanyaan nya adalah Apakah kita sedang kembali di era sistem Kleptokrasi?
Kleptokrasi (Yunani: dari kleptes (pencuri) dan kratos (kekuasaan). Kleptokrasi (“pemerintah”) adalah istilah yang mengacu pada demokrasi di mana uang (pajak) yang dikumpulkan dari rakyat digunakan untuk memelihara dan memperkaya kelompok lain dengan masive, Kleptokrasi melegalkan pada sebuah pemerintahan yang sangat relevan dengan praktek korupsi serta menyalahgunakan kekuasaan dengan tujuan mencari keuntungan secara tidak legal, bahkan hal ini tidak jauh dari gerakan praktek dan kriminalisasi yang dipertontonkan pada zaman orba.
Pada hari ini belum ada hasrat dari pemerintah untuk tidak terus mengkorupsi reformasi. Acap kali melihat peta politik pun tidak dapat dilihat oleh mata jernih dan kepala bersih. Hasrat adalah suatu yang perlu untuk sebuah kemajuan, tanpa hasrat inovasi tidak akan timbul, tanpa hasrat kemajuan bagi peradaban tidak akan pernah hadir, namun hasrat yang digunakan kepada hal yang tidak pantas dan buruk untuk keadilan dan demokrasi.
Dengan keburukan hasrat tersebut berimplikasi kepada rakyat yang terus menjerit akan sebuah kemakmuran, namun kenyaringan teriakan tidak didengar sama sekali pun bahkan menutup telinga, terbukti Paradoxs pembangunan tersebut, seperti banyak nya tunawisma di Indonesia, menurut United Nation Department of Economic and Social Affairs (DESA) per Desember 2023, menyebut Indonesia menempati posisi ke-5 dalam jumlah tunawisma atau gelandangan terbanyak di dunia setelah Filipina, India, AS, dan Rusia.
Meminjam perkataan salah satu founding fathers Indonesia yaitu bung hatta beliau berkata “Kita masih terus berjuang jadi tuan rumah di negeri sendiri, tanyakan pada diri, apa yang sudah saya berikan untuk bangsa ini?” Agak nya perkataan bung hatta telah bergeser paradigma menjadi “sudah apa yang diberikan pemerintah untuk rakyat Indonesia hingga hari in?” Padahal sumber daya alam Indonesia sangat melimpah ruah yang sangat cukup memenuhi kebutuhan semua rakyat Indonesia, jikalau pemerintah mampu menentukan skala prioritas kebijaksanaan.
Sehingga telah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk kembali kepada tujuan koridor pada saat Indonesia berhasil mengucapkan kemerdekaan yaitu merdeka dari kemiskinan dengan cita-cita negara bangsa Indonesia, berdasarkan undang-undang 1945 yang berbunyi “ Memajukan kesejahteraan umum” dan meminjam perkataan bung hatta beliau berkata “Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat.” Maka seni pengendalian hasrat dibutuhkan!.