Oleh : Rusita, S.M.
Siapa yang tak kenal negeri yang dijuluki jamrud katulistiwa, negeri ini disebut-sebut sebagai paru-paru dunia, betapa kaya dan melimpahnya sumber daya alam, mulai dari laut, hutan, hingga gunungnya. Namun, bukan lagi sebuah rahasia, kekayaan itu tidaklah dirasakan oleh rakyatnya, hanya segelintir orang yang menikmatinya. Berdasarkan Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Augria, sebagian besar lahan di Indonesia dikelola oleh korporasi “Dari 53 juta hektare penguasaan/pengusahaan lahan yang diberikan pemerintah, hanya 2,7 juta hektare yang diperuntukan bagi rakyat, tapi 94,8 persen bagi korporasi”.
MELAHIRKAN BANYAK MASALAH
Berdasarkan data Tanahkita tercatat 562 kasus konflik lahan di Indonesia. Konflik tersebut melibatkan lahan sengketa dengan luas mencapai 5,16 juta hektare dan memakan 868,5 ribu orang korban jiwa. Konflik lahan yang paling banyak terjadi di provinsi Kalimantan Tengah, yaitu 126 kasus. Konflik lahan paling banyak terkait dengan sektor perkebunan, yaitu 286 kasus. Rakyatlah yang selalu jadi korbannya, mereka kehilangan lahan hingga nyawa. Ini semua terjadi karena adanya izin yang dikeluarkan Negara bagi perusahaan untuk menguasai lahan dan mengelolanya, hingga akhirnya menghilangkan hak-hak masyarakat atas lahan dan kehilangan penghidupannya karena dirampas paksa oleh korporasi dengan pelegalan melalui undang-undang yang dibuat oleh pemerintah. Konflik lahan terjadi karena ambisi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendatangkan investor. Meskipun menggunakan cara yang salah, yaitu memerikan izin penguasaan sumber daya alam yang terkatergori milik umum kepada korporasi.
Disamping itu berdasarkan data dari Kementrian Sosial yang diambil dari Dashboard Data Terpadu Kesejahteraan Sosial SIKS-NG per-15 Desember 2020, persentase jumlah anak balita terlantar di Indonesia sebanyak 67.368 orang. Berdasarkan data BPS terdapat 52,12% anak yang tidak memiliki ayah dan ibu kandung. Sementara yang terlantar tetapi memiliki ayah dan ibu kandung sebanyak 4,6%. Yang tidak memiliki ayah kandung sebanyaj 3,4% dan tidak memiliki ibu sebanyak 2,96%. Sisanya yang tidak diketahui keberadaannya sebanyak 3,11%. BPS menyebut anak-anak yang terhambat pertumbuhannya apabila lahir dilingkungan yang kumuh. Sungguh ronis, di negeri yang kaya raya ini, masyarakatnya bak pepatah lama “kelaparan di lumbung padi”. Anak-anak yang seharusnya menjadi salah satu penentu kemajuan bangsa, justru banyak yang terlantar.
Hal ini akibat dari penerapan sistem yang salah, yaitu sistem kapitalis-sekuler, banyak permasalahan cabang yang lahir dari semua ini, mulai dari meningkatnya kriminalitas, kerusakan generasi hingga kemisninan ekstrim.
HANYA PERATURAN ISLAM YANG SAH DI HADAPAN ALLAH
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
“Milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan” (Ali Imran ayat 109).
“Dan barang siapa berpaling dari peringatanku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Taha ayat 124).
Meskipun para korporasi melancarkan aksinya dengan pelegalan undang-undang yang sah di mata hukum, tetapi perbuatan mereka tetap illegal di hadapan Allah. Hanya peraturan islam yang diridhoi oleh Allah. Dalam islam terdapat peraturan dalam segala aspek, tidak terkecuali peraturan mengenai hak kepemilikan termasuk lahan. Dalam islam hak kepemilikan terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan umum, kepemilikan individu, dan kepemilikan Negara.
Kita hidup di bumi milik Allah, maka sepatutnya kita tunduk pada aturan Allah yaitu aturan islam. Karena berpaling dari peringatannya hanya akan mendatangkan kehidupan sempit, seperti yang dihadapi negeri kita saat ini.