Kamis, Juli 31, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Peluit Moral Kekuasaan

by Mata Banua
14 Februari 2024
in Opini
0

Oleh : Moh. Khoirul Umam(Dosen FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya)

Gelombang petisi dan kritik terhadap kondisi politik menjelang pemilu 2024 oleh guru besar, dosen, akademisi, mahasiswa dan para tokoh terus terjadi di berbagai daerah. Teranyar, sejumlah tokoh bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang terdiri dari Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Quraish Syihab, Lukman Hakim Syaifuddin, Karlina Rohima Supelli, Makarim Wibisono, Kardinal Suharyo, Pendeta Gomar Gultom, dan Alissa Wahid, menemui Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, menyampaikan keprihatinan atas dinamika politik dan demokrasi Indonesia.

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\1 Agustus 2025\8\8\Kwik Kian Gie.jpg

Kwik Kian Gie, Sang Nasionalis dan Penjaga Nalar Ekonomi Bangsa

31 Juli 2025
D:\2025\Agustus 2025\1 Agustus 2025\8\8\foto opini 1.jpg

PPATK Blokir Rekening Dormant: Langkah Berani Tumbangkan Judol

31 Juli 2025
Load More

Jika dilihat dalam catatan sejarah pemilu Indonesia, belum pernah terjadi, kaum intelektual dan para tokoh lintas agama bergerak bersama-sama mengkritik kekuasaan kecuali di era ini dan era Orde Baru 1998. Konteks penyimpangan kekuasaan saat ini, tentu, terhadap penegakan hukum dan praktik etika politik yang kian jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.

Barangkali, para intelektual memahami gejala penghancuran sistem demokrasi lewat pelanggaran etika di mahkamah dan penghancuran sistem pemilu lewat pelanggaran etika di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tak lagi dipandang serius di mata kekuasaan. Belum lagi praktik kekuasaan yang tak netral, keterlibatan pejabat publik dalam kampanye, hingga politik cawe-cawe presiden di pemilu 2024.

Intisari dari petisi kaum intelektual berupa seruan agar kekuasaan kembali kepada koridor demokrasi dan menjalankan pemerintahan sesuai dengan prinsip-prinsip moral, etika, keadilan dan sikap menjunjung tinggi hukum.

Para intelektual kampus dan tokoh bangsa sejatinya adalah the guardian of truth, morality and justice. Ialah sekolompok manusia yang bertugas mengawal kebenaran objektif, moral dan rasa keadilan rakyat. Mereka tumbuh dalam kesadaran objektif yang bersumber dari perenungan kritis (rasio) dan pengamatan mendalam. Oleh karenanya, kritik kaum intelektual dan tokoh-tokoh tersebut harus diliat sebagai peluit moral kekuasaan.

Koreksi terhadap kekuasaan

Bagaimanapun tafsir terhadap gerakan tersebut, tak boleh dilihat sebelah mata, harus dijadikan koreksi terhadap praktik politik di dalam sistem presidensial Indonesia. Di mana presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara telah powerfulles hingga membuat kekuasaan bebas kontrol.

Sementara di sisi lain, kontrol lembaga legislatif terhadap kekuasaan Presiden melemah karena sejumlah faktor:Pertama, sistem politik di Indonesia tidak mengenal oposisi sehingga pengawasan tidak cukup kuat. Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 tidak mengatur keberadaan pengawasan oposisi, yang ada, hanya fungsi pengawasan yang diberikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diisi oleh kader-kadet partai politik.

Kedua, fenomena partai politik oportunis yang tak lagi sebagai penyeimbang di dalam sistem demokrasi. Sehingga pada praktiknya, partai politik cenderung lebih memilih bersama-sama berada dalam kekuasaan. Hal ini, berbeda dengan era awal sejarah partai politik di Indonesia, di mana partai politik yang kalah menjadi penyeimbang kekuasaan.

Ketiga, sistem koalisi tidak bersifat permanin sehingga koalisi cenderung hanya sebatas kendaraan politik untuk memenuhi syarat 20% pencalonan. Alhasil, koalisi di Pilpres tak menggambarkan koalisi pemerintahan pasca Pilpres.

Lemahnya kontrol legislatif tersebut dimanfaatkan Presiden untuk cawe-cawe di pemilu. Padahal sikap cawe-cawe paradoks dengan asas netralitas, independensi lembaga, dan etika kekuasaan.

Sebagai penulis, saya menghargai “tubuh sosial” Presiden berhak menentukan pilihan politik, tapi tak boleh berpihak dengan menggunakan kekuasaan. Karena di dalam “tubuh kekuasaan” Presiden ada legitimasi rakyat Indonesia. Meskipun memang sulit memisahkan tubuh sosial dan tubuh kekuasaan Presiden di dalam sistem presidensial, karena identitas individu, sosial dan identitas kekuasaan kabur. Kekaburan paham terhadap tubuh kekuasaan inilah yang tak bisa dijawab apakah kebebasan Presiden mungkin ada tanpa adanya quadrillage?

Menurut hemat penulis, kritik para intelektual adalah bentuk jaringan kontrol (quadrillage) yang menjelaskan bahwa tubuh kekuasaan harus diselamatkan dari kekaburan terhadap tubuh sosial politik. Jika tidak, maka sistem demokrasi Indonesia akan seperti sistem kerajaan di mana tubuh Raja menguasai sistem sosial dan politik secara bebas.

Menjaga moral

Untuk memperbaiki integritas madani sistem demokrasi Indonesia diperlukan moralitas kekuasaan agar tak lagi terjadi praktik moral hazard (penyimpangan). Pandangan ini sudah lama diusulkan filsuf Emmanuel Kant dan Betrand Russel, bahwa moral harus menjadi landasan berfikir penguasa dalam menjalankan kekuasaan. Karena kodrat penguasa memiliki naluri selalu ingin berkuasa.

Pertanyaanya bagaimana menghilangkan elemen-elemen yang menyimpang dan bahkan merusak nilai-nilai demokrasi ?

Pertama, sistem demokrasi harus dipahami sebagai proses perubahan sistem nilai. Sebagaimana Carlton Clymer Rodee, 1983, menyebut, bahwa demokrasi adalah perubahan sistem nilai dan politik. Nilai yang dimaksudkan yaitu jaminan hak kebebasan (freedoom) bagi rakyat dan perubahan politik di masyarakat adalah perubahan kekuasaan dari yang absolut ke kekuasaan milik rakyat. Karena itu, sejarah demokrasi di dunia adalah sejarah konflik perjuangan hak-hak warga negara untuk menikmati kebebasan berpendapat dan berpolitik akibat. Oleh karenanya, tidak boleh kekuasaan mengintimidasi rakyat .

Kedua, kekuasaan yang dipimpin oleh presiden tak boleh digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan pelanggengan politik-kekuasaan. Meskipun konflik kepentingan untuk melanjutkan kekuasaan selalu ada. Tapi dalam konteks elektoral, relasi keluarga antara Joko Widodo dengan Gibran Rakabuming Raka, harus benar-benar ditempatkan pada posisi yang tak berimplikasi terhadap apa pun sekalipun hal itu sulit dihindarkan. Karena yang dikhawatirkan kaum intelektual adalah terjadinya ilegalitas yang tak kentara dari kekuasaan.

Ketiga, moralitas presiden harus mengambil wilayah sebagai “politikus moralistis” bukan “moralis politis” (Emmanuel Kant: 1919). Di mana Presiden harus menjalankan kekuasaan dengan prinsip etika politik, demokrasi, dan hukum yang berkeadilan. Sebaliknya, jika Presiden menjadi moralis politis, ia akan mementingkan dirinya sehingga terjadi praktik menyimpang yang justru berisiko terhadap runtuhnya demokrasi yang dibangun sejak reformasi 1998.

Keempat, kekuasaan harus memedomani prinsip penegakan rule of law secara bijaksana, dengan kembali pada UUD bahwa Indonesia adalah negara hukum. Penegakan rule of law penting sebagai instrumen penyelesai ketegangan di masyarakat akibat konflik pemilu. Dengan kata lain, penegakan hukum pemilu harus hati-hati dan netral. KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu harus fair play dan tak boleh kembali melanggar etika. Sikap ini dibutuhkan agar penyelenggaraan pemilu dipercaya, dan delegitimasi pemilu yang membahayakan pemerintahan tak terjadi. Dengan demikian, moral kekuasaan terjaga dan demokrasi terselamatkan.

 

 

Tags: Dosen FISIP UIN Sunan Ampel SurabayaMoh Khoirul UmamMoral Kekuasaan
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA