Oleh: Fadhila Rohmah (Aktivis Muslimah dan Pemerhati Remaja)
Pernikahan anak usia dini saat ini dianggap sebagai suatu masalah yang harus diselesaikan. Jajaran pemerintah dan pihak-pihak terkait telah membentuk program-program untuk menurunkan angka pernikahan dini yang disinyalir menjadi faktor dari berbagai masalah perceraian, KDRT, dan permasalahan-permasalahan lainnya. Terkhusus di Provinsi Kalimantan Selatan yang hingga saat ini masuk peringkat 5 besar angka pernikahan dini tertinggi secara nasional.
Pada tahun 2022 yang lalu, angka pernikahan dini di Kalimantan Selatan menurun menjadi 10,53 persen dibandingkan tahun 2021 sebesar 15,30 persen. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kalimantan Selatan saat ini kembali melakukan usaha dengan monitoring dan evaluasi pencegahan perkawinan anak di enam kabupaten yang menunjukkan persentase pernikahan dini tertinggi di Kalimantan Selatan. Tentu, usaha ini dilakukan dengan orientasi untuk menurunkan angka pernikahan dini.
Pernikahan dini dianggap sebagai masalah bagi terjadinya perceraian, KDRT, dan permasalahan rumah tangga lainnya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa maraknya pernikahan dini ini disebabkan karena berbagai faktor seperti faktor ekonomi keluarga dan kemiskinan. Terutama bagi anak perempuan, didorong untuk cepat menikah agar nafkahnya menjadi tanggungan suami sehingga mengurangi tanggungan orang tua. Ketidakmampuan keluarga secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sering menjadi faktor yang mendorong pernikahan dini.
Faktor lainnya seperti faktor pergaulan bebas yang kebablasan pun tidak jarang menjadi sebab pernikahan dini. Perempuan yang terlanjur hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas diselesaikan dengan menikahkan anaknya sebagai solusi. Kita tidak bisa menafikan bahwa ada faktor-faktor eksternal yang menyebabkan kepada maraknya pernikahan dini. Adanya faktor-faktor eksternal ini menyebabkan ketidaksiapan pasangan dalam menghadapi pernikahan karena dipaksa oleh keadaan.
Tentu untuk mencegah pernikahan dini yang tidak diinginkan, faktor-faktor eksternal yang menjadi pendorong harus diselesaikan. Pengaruh pergaulan bebas yang merajalela bahkan telah menjadi alami di tengah masyarakat harus diatasi hingga ke akarnya. Kebebasan dalam berperilaku yang diterapkan dalam kehidupan saat ini akan selalu mendorong munculnya pergaulan bebas sebagai ekspresi kebebasan.
Demikian pula faktor ekonomi yang saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Angka kemiskinan yang masih tinggi mendorong terjadinya pernikahan dini. Negara berlepas tangan pada pemberian jaminan atas terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Hal ini dilihat dari orientasi negara untuk mencapai pertumbuhan ekononi dengan rakyat sebagai tulang punggung ekonomi negara melalui pajak yang semakin tinggi. Tentu ini sejalan dengan sistem yang diterapkan saat ini yaitu sistem Kapitalisme dimana sistem ini melepas peran negara sebagai penjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat.
Berbanding terbalik dengan solusi yang diberikan Islam. Islam dalam mengatur kehidupan bernegara memiliki orientasi utama yaitu mengurusi seluruh urusan rakyat. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah SAW: “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)nya”.
Orientasi pemimpin di dalam Islam adalah menjaga dan melindungi rakyatnya. Orientasi ini akan tertuang dalam regulasi yang diterapkan pemimpin di dalam sistem Islam. Dalam penerapan sistem ekonomi, akan berbasis pemenuhan kebutuhan rakyat. Kas pendapatan negara bukan diambil dari pajak, namun salah satunya diambil dari pengelolaan SDA secara mandiri dan maksimal tanpa tergantung dengan asing. Jaminan kesehatan, pendidikan, pelayanan terhadap rakyat didapatkan secara gratis dengan didanai oleh pendapatan hasil pengelolaan SDA.
Melalui pendidikan gratis yang dapat dicicipi seluruh rakyat, setiap individu akan dididik dengan orientasi mencetak individu yang berkepribadian Islam, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang mumpuni. Dengan begini, setiap individu memahami betul tindakan-tindakan yang melanggar hukum Islam dan akan menjauhinya, seperti pergaulan bebas, dan sebagainya. Melalui pendidikan yang bisa dijangkau siapapun, laki-laki dan perempuan akan dibekali sejak dini keilmuan yang cukup untuk mengarungi kehidupan rumah sesuai tugas dan peran masing-masing. Sehingga laki-laki dan perempuan akan terhindar dari ketidaksiapan membangun rumah tangga, meskipun menikah dini sekalipun. Pendidikan ini dijamin oleh negara dalam kurikulum pendidikan yang berasas Islam.
Demikian Islam memberikan alternatif solusi bagi permasalahan pernikahan dini yang dinilai membawa masalah bagi generasi saat ini. Solusi ini diberikan secara komprehensif menyelesaikan permasalahan dari segala faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini yang menuai masalah-masalah lain. Solusi ini tentu dijalankan berdasarkan tuntunan Al Quran dan As Sunnah dalam pengaturan sistem Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Wallaahu a’lam bish shawwab.