
BANJARMASIN – Jika dibandingkan tahun 2022 lalu, penanganan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Banjarmasin mengalami penurunan.
Tercatat di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Banjarmasin bahwa penanganan kasus kekerasan fisik di tahun 2022 lalu sebanyak 45 kasus. Sedangkan tahun 2023 turun menjadi 21 kasus.
Sedangkan kasus kekerasan psikis di tahun 2023 sebanyak 32 kasus atau turun jika dibandingkan dengan tahun 2022 sebanyak 59 kasus.
“Kami selalu update data yang masuk Instagram DP3A bahwa kasus kekerasan mengalami penurunan dari tahun 2022 ke tahun 2023,” ungkap Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Kota Banjarmasin, Susan.
Ia menjelaskan, menurunnya kasus kekerasan saat ini di Banjarmasin karena tak lepas dari peran aktif dari dinas yang terus menyosialisasikan kepada masyarakat dengan menggandeng semua pihak. Di antaranya organisasi wanita, para kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK), partisipasi pendidikan dan lainnya.
“Partisipasi pendidikan seperti perguruan tinggi di Banjarmasin, serta kita juga memiliki Satgas Kekerasan Perempuan,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga sudah bekerja sama dengan organisasi penyandang disabilitas seperti Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN).
Dikatakannya bahwa resiko tindak kekerasan bisa terjadi pada siapa pun. Bahkan pernah ada kasus kekerasan terhadap penyandang tuna rungu.
“Jadi kita menggali semuanya sebagai upaya kita menanggani kekerasan dan itu sudah jadi peran kami,” ujarnya.
Latar belakang tindak kekerasan umumnya terjadi dari berbagai faktor diantaranya karena perselingkuhan dan faktor ekonomi.
Makanya, pihaknya menghimbau kepada masyarakat bahwa upaya menekan kasus kekerasan untuk peduli terhadap lingkungan atau tindak kekerasan yang terjadi disekitarnya agar segera melaporkan.
“Bisa hubungi langsung di hotline kita 082250453333 yang aktif 24 jam bahkan di hari libur,” katanya.
Layanan dari DP3A Kota Banjarmasin tentunya ditangani oleh tenaga ahli Mulai ahli hukum, ahli psikologi, dan lainnya untuk mendampingi korban kekerasan selama di proses.
“Pendampingan ini sebagai perlindungan terhadap korban hingga tidak takut untuk melaporkan,” tutup Susan. via