Sabtu, Juli 12, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Sistem Kesehatan Islam, Model Terbaik Menjamin Pelayanan Kesehatan

by Mata Banua
15 Januari 2024
in Opini
0

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)

Pemerintah memastikan program vaksinasi Covid-19 tidak lagi ada untuk masyarakat umum mulai 1 Januari 2024. Hal ini diungkapkan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Ia menjelaskan harga vaksin Covid-19 berbayar akan ditentukan masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan vaksin Covid-19 berbayar. Artinya, pemerintah tidak terlibat dalam penentuan harga vaksin Covid-19 berbayar.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Menuju Negeri Bersih dan Berdaya

10 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\Nur Alfa Rahmah.jpg

Indonesia Darurat Perundungan Anak: Mencari Solusi Sistemik

10 Juli 2025
Load More

Sebelumnya, menurut perkiraan Menteri Kesehatan (Menkes), harga vaksin Covid-19 kemungkinan mencapai ratusan ribu rupiah per dosis. Meski mulai berbayar tahun ini pemerintah memastikan tetap menyediakan vaksin Covid-19 gratis untuk kelompok tertentu (kompas.com).

Kebijakan ini mendapat kritik dari Wakil Ketua Komisi IX DPR RI. Ia menyatakan kebijakan vaksin Covid-19 berbayar yang sudah diberlakukan 1 Januari 2024 belum tepat untuk diberlakukan. Sebab menurutnya, pada akhir tahun 2023 ada peningkatan kasus Covid-19. Ada 318 kasus baru dan satu kematian (antaranews.com).

Di tengah naiknya kasus Covid-19 kebijakan pemerintah menetapkan vaksin Covid-19 berbayar memang terlihat aneh. Meski masih menyediakan vaksin gratis untuk yang belum pernah mendapatkan vaksin dan kelompok rentan. Seharusnya negara memberikan vaksin gratis kepada semua rakyat mengingat penyakit ini termasuk penyakit menular.

Di sisi lain, istilah kelompok rentan seolah menjadi alat pembungkam yang menghalangi pemberian vaksin pada yang tidak rentan. Padahal, semua rakyat rentan terhadap wabah sehingga peningkatan kekebalan tubuh penting untuk semua lapisan masyarakat. Penetapan vaksin berbayar ini sejatinya menggambarkan potret negara kapitalis, yang tidak meriayah atau mengurus rakyat dengan baik, tetapi malah negara menjadi pedagang bagi rakyatnya.

Penerapan sistem kapitalisme yang disadari negara meniscayakan kesehatan akan tetap menjadi objek komersial bagaikan barang atau jasa yang ditujukan untuk mencari untung. Negara hanya bertindak sebagai regulator yang menyerahkan pelayanan kesehatan kepada pihak swasta. Kalaupun negara ikut berperan dengan adanya subsidi kesehatan dari APBN jumlahnya sangat terbatas. Alhasil, pelayanan kesehatan semakin sulit diakses masyarakat karena harganya semakin mahal, apalagi jumlah warga miskin negeri ini masih cukup banyak.

Konsep kesehatan kapitalisme dilandasi sudut pandang sekularisme dengan bentuk liberalisasi kesehatan. Konsep ini dijalankan seluruh dunia di bawah kontrol otoritas kesehatan dunia WHO. Pada 2005, seluruh anggota WHO menandatangani sebuah resolusi soal Universal Health Coverage (UHC), yakni agar semua negara mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat. Sistem pembiayaan yang dimaksud tidak lain adalah asuransi yang melibatkan perusahaan plat merah dan milik swasta atau kapitalis. Dengan demikian, berharap kesehatan gratis termasuk jaminan preventif dari penyakit menular dalam sistem kapitalisme adalah hal utopis.

Sistem kapitalisme demokrasi meniscayakan negara berperan sebagai regulator semata. Bukan mengurus rakyat dan menyejahterakan rakyat. Melainkan hanya menyejahterakan sebagian kalangan saja, terutama para kapitalis.

Kondisi ini tidak akan terjadi di dalam negara yang menerapkan Islam kaffah di bawah institusi Khilafah. Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Negara wajib menyediakan rumah sakit, klinik, dokter, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan lainnya yang diperlukan masyarakat. Sebab, fungsi negara atau pemerintah adalah mengurus segala urusan dan kepentingan rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda, “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Al-Bukhari).

Jaminan kesehatan dalam Islam memiliki tiga sifat. Pertama, berlaku umum tanpa diskriminasi, artinya tidak ada perbedaan pelayanan baik Muslim maupun non-Muslim, kaya ataupun miskin. Kedua, bebas biaya atau gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan sepesar pun untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga, seluruh rakyat harus diberi kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh negara. Pengadaan layanan, sarana dan prasarana kesehatan tersebut wajib senantiasa diupayakan negara bagi seluruh rakyatnya.

Sebab, jika pelayanan kesehatan tidak ada maka akan dapat mengakibatkan terjadinya bahaya (dharar), yang mengancam jiwa rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda, “Tidak boleh menimbulkan mudharat (bahaya) bagi diri sendiri, dan juga mudharat (bahaya) bagi orang lain di dalam Islam.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

Apalagi Islam telah menetapkan negara tidak hanya sebagai raa’in (pengurus), tetapi juga junnah (pelindung), termasuk negara wajib membentengi masyarakat terhadap serangan penyakit menular. Sebab, kesehatan adalah kebutuhan pokok yang menjadi tanggungjawab negara. Dalam hal penyakit menular, negara Islam atau Khilafah akan memfasilitasi para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi sendiri, sehingga mampu mencukupi kebutuhan vaksin secara gratis. Negara juga akan menerapkan lockdown atau menutup wilayah sumber penyakit untuk memberantas wabah.

Negara wajib senantiasa mengalokasikan anggaran belanjanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya. Negara tidak boleh mengalihkan tanggungjawab tersebut kepada pihak lain, baik kepada pihak swasta maupun rakyatnya sendiri. Pemberian jaminan kesehatan seperti ini tentu membutuhkan dana besar. Dana tersebut bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan syariat.

Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas dan sebagainya. Dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, ‘usyur, dan masih banyak lainnya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk memenuhi pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat. Tentu saja dengan kualitas terbaik. Demikianlah sistem kesehatan dalam Khilafah adalah model terbaik dalam menjamin pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negaranya.

Dalam pandangan Islam, posisi pemimpin atau penguasa adalah pengurus rakyat. Dengan demikian, kekuasan harus diorientasikan untuk melayani Islam dan kaum Muslim. Hal ini hanya akan terwujud jika kekuasan itu menerapkan syariah Islam secara total, memelihara urusan dan kemaslahatan umat, menjaga Islam dan melindungi umat. Kekuasaan semacam inilah yang harus diwujudkan kaum Muslim semuanya. Sehingga kekuasaan akan menjadi kebaikan dan mendatangkan keberkahan bagi semua.[]

 

 

Tags: Kesehatan IslamNor AniyahPemerhati Masalah Sosial dan Generasi
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA