
Oleh: Shielvia,(Mahasiswa Prodi Agribisnis, STIPER Amuntai)
Masalah stunting harus diselesaikan, karena mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak. Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting berada pada 27,67 persen pada tahun 2019. Walaupun angka stunting ini menurun, namun angka tersebut masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen.
Stunting merupakan kondisi dimana balita dinyatakan memiliki panjang atau tinggi yang pendek dibanding dengan umur. Panjang atau tinggi badannya lebih kecil dari standar pertumbuhan anak dari WHO (Kemenkes, 2018). Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal kehidupan setelah lahir, tetapi baru tampak setelah anak bersusia 2 tahun (Izwardy, 2019). Memang tidak semua anak yang memiliki tubuh pendek itu stunting, tapi anak stunting sudah pasti memiliki tubuh yang pendek dibandingkan teman seusianya dan anak yang stunting sulit berkonsentrasi sehingga kesulitan dalam menyerap pelajaran dan akhirnya berakibat pada potensi sumber daya manusia.
Ketahanan pangan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Rendahnya ketahanan pangan dapat berakibat stunting, karena kekurangan asupan pangan menyebabkan nutrisi atau gizi didalam tubuh tidak terpenuhi dengan optimal.
Ketahanan pangan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti ketergantungan impor pangan, tidak seimbangnya distribusi pangan, perubahan iklim, dan bencana alam sehingga produktivitas pangan rendah.Hal ini dapat meningkatkan kerawanan pangan dan gizi, terutama bagi kelompok miskin dan rentan.
Untuk mencegah stunting, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
1. Meningkatkan produksi pangan lokal yang beragam dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, teknologi, dan inovasi.
2. Meningkatkan akses dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal, dengan memperbaiki infrastruktur, logistik, dan sistem distribusi pangan.
3. Meningkatkan kualitas dan keamanan pangan, dengan menerapkan standar mutu, pengawasan, dan sertifikasi pangan, serta mengedukasi masyarakat tentang pangan sehat dan aman.
4. Meningkatkan konsumsi pangan yang beragam, bergizi, dan berimbang dengan mengubah perilaku masyarakat melalui sosialisasi gizi, serta memberikan bantuan pangan kepada kelompok prioritas, seperti ibu hamil, menyusui, dan anak balita.
5. Memberikan anak-anak asupan pangan yang baik, jika anak tidak suka dengan buah atau sayur yang dimakan secara langsung, maka para orangtua bisa memberi variasi, yaitu diolah menjadi nugget sayur, puding, kue dan sebagainya.
6. Meningkatkan koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan lintas sektor, serta melibatkan partisipasi aktif dari swasta, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dan program ketahanan pangan dan gizi.
Dengan meningkatkan ketahanan pangan, kita dapat mencegah stunting dan meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas sumber daya manusia Indonesia.