
Gita Pebrina Ramadhana, S.Pd., M.Pd (Pemerhati Masalah Pendidikan dan Remaja)
Kasus perundungan (bullying) terus meningkat. Pelakunya pun makin muda dan tindakannya makin brutal. Baru-baru ini, sebuah video yang memperlihatkan dua remaja perempuan menganiaya seorang korban perempuan lainnya viral di media sosial. Video itu diduga merekam aksi perundungan yang terjadi di pinggir Jalan Lingkar Selatan Desa Tumbukan Banyu, Kecamatan Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Minggu (31/12) siang.
Menurut Kapolres HSS AKBP Leo Martin Pasaribu, perundungan itu bermula dari perselisihan antara pelaku AH (14) dan korban KOV (14) di grup WhatsApp. Keduanya diduga bersaing memperebutkan seorang pacar. AH kemudian menantang KOV untuk berkelahi di kawasan Stadion M Safi’i, dan KOV menyanggupi. (https://kalsel.prokal.co/read/news/51686-heboh-video-perundungan-rebutan-pacar-di-hss-pelaku-dan-korban-sama-sama-pelajar-smp.html)
Kapolres Hulu Sungai Selatan (HSS) AKBP Leo Martin Pasaribu menyampaikan pihaknya melakukan penanganan perkara perundungan anak sesuai dengan ketentuan yang mengatur sistem peradilan anak. Oleh karenanya itu, maka para penyidik di jajaran Polres HSS akan juga mengupayakan diversi, dengan melibatkan instansi terkait. (https://kalsel.antaranews.com/berita/400536/polisi-upayakan-diversi-penanganan-perkara-perundungan-anak-di-hss)
Bullying, Mengapa Terus Berulang?
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus perundungan di satuan pendidikan sepanjang Januari—September 2023 telah mencapai 23 kasus. Dari 23 kasus itu, dua di antaranya meninggal. (Kompas, 4-10-2023).
The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) meminta pemerintah mengatasi maraknya kasus perundungan dengan mengedepankan kepentingan terbaik anak tanpa menghilangkan proses pembelajaran pada anak ketika berhadapan dengan hukum. Meski pelaku berusia anak, hukuman harus tetap ditegakkan yang disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku untuk subjek hukum anak sehingga bisa memberikan efek jera. (Antara News, 4-10-2023).
Upaya lainnya adalah pembentukan satgas di sekolah, pembentukan sekolah ramah anak, sampai penerbitan aturan Permendikbud Antikekerasan di sekolah. Akan tetapi, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf menilai Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) dianggap belum efektif. (Republika, 3-10-2023).
Jika dicermati, upaya demi upaya untuk mengatasi perundungan tetap tidak membuahkan hasil, bahkan semakin meningkat, baik di sekolah umum maupun di pondok pesantren. Lebih menyedihkan lagi, tindakan ini dilakukan kepada teman sebaya dan masih dibawah umur.
Tidak dipungkiri lagi, berulangnya kasus perundungan ini menyimpan banyak tanya, mengapa hal ini teus berulang? mengapa sangat sulit untuk diatasi? Apa penyebab akar masalahnya? Terlebih lagi terjadi pada generasi muda.
Benar bahwa keluarga dan lingkungan masyarakat berpengaruh besar bagi maraknya kasus perundungan yang dilakukan anak. Orang tua sibuk bekerja sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna, juga mudahnya anak mengakses informasi lewat internet, berperan atas terjadinya kasus perundungan.
Akan tetapi, ini semua hanyalah dampak. Akar masalahnya adalah akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme (memisahkan agama dari kehidupan) di negeri ini. Asas sekularisme telah mencabut nilai-nilai moral dan agama. Asas ini akhirnya melahirkan liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku sehingga aturan agama makin terpinggirkan.
Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak peserta didik yang berkualitas, kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan—tanpa memperhatikan aspek spiritual atau agama—justru melahirkan remaja yang banyak masalah. Belum lagi aturan dan kebijakan penguasa yang kental dengan liberalisme, tidak memperhatikan nilai-nilai agama memberi andil besar makin maraknya kasus ini.
Jelaslah bahwa persoalan mendasar penyebab perundungan adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan. Telah nyata bahwa sistem sekuler kapitalisme merupakan sistem rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan dan kenestapaan tanpa pandang bulu. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak, semua menjadi korbannya.
Islam Mengatasi Bullying
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam (Khilafah) yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna. Islam telah menetapkan bahwa selamatnya anak dari segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Negara juga memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak-anak tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, termasuk perundungan.
Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan solusi perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar sebagai berikut:
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Hal ini akan mendorong setiap individu untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya.
Kedua, kontrol masyarakat. Hal ini akan menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai tindakan brutal dan kejahatan yang dilakukan anak-anak. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.
Ketiga, peran negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, termasuk perundungan. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang andal sehingga terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat lainnya. Negara pun harus menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi rakyatnya secara berkualitas dan cuma-cuma.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi sempurna yang dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi persoalan perundungan. Ini semua hanya akan terealisasi jika aturan Islam diterapkan secara totalitas dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiah.[]