Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Islam Solusi Hakiki Akhiri Oligarki

by Mata Banua
9 Januari 2024
in Opini
0

Oleh : Rabiatul Hasanah (Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)

Berdasarkan data dari wahana lingkungan hidup Indonesia (WALHI) sebagian besar lahan di Indonesia dikelola oleh korporasi. Data yang dirilis Agustus 2022 lalu mengungkapkan dari 53 juta hektar penguasaan lahan yang diberikan pemerintah, hanya 2,7 juta hektar yang diperuntukkan bagi rakyat tapi 94,8 % bagi korporasi. Di Kalimantan misalnya, lahan yang dikelola korporasi mencapai 24,73 juta hektar, sedangkan yang dikelola rakyat hanya 1,07 juta ha. Ketimpangan serupa juga ditemukan di pulau-pulau lainnya. Fakta di atas menunjukkan dominasi oligarki ini memicu ketimpangan social dan menyebabkan hasil kekayaan alam Indonesia tak terdistribusi secara adil kepada seluruh rakyat.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\3 Juli 2025\8\master opini.jpg

Berantas Narkoba Selamatkan Masyarakat

2 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kampus Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan, Sudah Cukupkah?

2 Juli 2025
Load More

Oligarki muncul dari sistem demokrasi. Dengan demokrasi, rakyat bisa menentukan nasibnya sendiri. Berlindung dibalik prinsip itulah, oligarki bekerja. Mereka bisa menentukan siapa yang duduk mewakili rakyat. Tidak mungkin orang baik tapi tidak punya sumber daya pinansial bisa sebagai wakil rakyat.Yang bisa hanyalah mereka yang memiliki uang, atau orang yang dibiayai oleh para oligarki. Hal yang sama berlaku bagi penguasa,di semua level. Kemana arah kebijakan sebuah negara/daerah, akhirnya dikendalikan oleh para oligarki tersebut, yang notabene adalah para pengusaha alias kapitalis.Itulah mengapa demokrasi tidak ada yang hakiki. Demokrasi menjadi jalan eksploitasi kaum kaya atas kekayaan rakyat dan kaum papa/miskin.Menurut pakar oligarki Jeffry Winters, Oligarki dan elite tidak akan pernah mau berbagi kekuasaan/kekayaan secara sukarela.

Persoalan oligarki adalah persoalan yang sistemik. Harus ada tata nilai yang melindungi hak-hak milik rakyat. Bila kita ingin mengentaskan negeri ini dari cengkeraman oligarki, maka kita harus mencampakkan sistem Demokrasi kapitalisme yang menjadi tempat tumbuh suburnya oligarki. Kemudian menerapkan syariah Islam secara kaffah.

Syariah Islam hadir menjaga manusia dan menjamin pemeliharaan harta yang menjadi haknya (al-muhafazhah ‘ala al-mal). Harta adalah milik Allah (Asy-syari) yang Allah izinkan untuk dimanfaatkan oleh hamba hamba-Nya dengan sebaik mungkin. Karena itu Islam mengatur kepemilikan individu, masyarakat umum,dan negara.Islam pun mengatur cara meraih dan menggunakan kepemilikan. Seluruhnya wajib sejalan dengan aturan Allah. Karena itu pula melanggar batas-batas kepemilikan yang telah Allah tetapkan adalah kezaliman.

Islam sebagai ideologi kehidupan memiliki pandangan yang khas tentang kepemilikan. Konsep kepemilikan Islam akan terlihat jelas perbedaannya dengan sistem ekonomi kapitalisme (yang mengagungkan kepemilikan individu) juga bertolak belakang dengan sistem ekonomi sosialisme (yang seolah segala aset dimiliki oleh negara). Kepemilikan (Al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata “Malaka”, artinya penguasaan terhadap sesuatu.Kepemilikan atau al-milk biasa juga disebut dengan hak milik atau milik saja.Para ahli fiqih mendefinisikan hak milik sebagai kekhususan seseorang atas harta yang diakui syariah sehingga menjadikan dia mempunyai kekuasaan khusus atas suatu harta tersebut,baik memanfaatkan dan atau mengelolanya.

Dalam Islam, terdapat 3 unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

1.Kepemilikan Individu

Filosofinya, kecenderungan kepada kesenangan adalah fitrah manusia. Allah menghiasi pada diri manusia kecintaan terhadap wanita, anak-anak,dan harta benda.Allah SWT berfirman:”Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta pada apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang.Itulah kesenangan hidup di dunia. Disisi Allah lah tempat yang baik.(T.Q.S.Al-Imran:14)

Dalam ayat diatas Allah menjelaskan bahwa kecenderungan manusia pada kesenangan adalah fitrah manusia.Manusia terdorong untuk memperoleh dan berusaha untuk mendapatkan kesenangan. Karena itu, usaha manusia untuk memperoleh kekayaan adalah suatu hal yang fitri.Ini merupakan suatu yang pasti dan harus dilakukan.

Oleh karena itu, kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu. Sebaliknya, pelarangan terhadap kepemilikan barang harus ditentang. Ini bertentangan dengan fitrah manusia. Pelarangan kepemilikan berdasarkan kuantitasnya juga harus ditentang sebab akan melemahkan semangat untuk memperoleh kekayaan.Kebebasan dalam memperoleh kepemilikan juga akan menyebabkan kesenjangan sosial pada masyarakat. Filosofi demikian sangat berbeda dan bahkan bertentangan dengan filosofi kepemilikan sistem kapitalisme maupun sistem sosialisme.

Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan memberikan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas. Cari ini sangat sesuai dengan fitrah manusia.Ia akan mampu mengatur hubungan antarmanusia dengan terpenuhinya kebutuhan.

2.Kepemilikan Umum

Kepemilikan umum adalah izin Asy-syari kepada masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan suatu barang atau harta. Kepemilikan umum terbagi menjadi 3, yaitu :

a.Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat,yakni sesuatu yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat dan akan menyebabkan persengketaan tatkala ia lenyap, seperti; seperti air, Padang rumput, dan api. Rasulullah Saw bersabda yang artinya : Manusia berserikat dalam 3 perkara yaitu air, Padang rumput dan api. Yang juga termasuk kedalam kepemilikan umum ini adalah setiap peralatan yang digunakan untuk mengelola fasilitas umum.

b.Segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, seperti jalanan, sungai,laut,danau, masjid, sekolah-sekolah negeri,dan lapangan umum. Rasulullah s.a.w. bersabda yang artinya : Tidak ada pagar pembatas kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya. Makna hadits ini adalah, tidak ada hak bagi seorangpun untuk membuat batas atau pagar (yang mengkapling) segala sesuatu yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.

c.Barang tambang yang depositnya tidak terbatas, yaitu barang tambang yang jumlahnya sangat banyak. Apabila jumlahnya sedikit dan terbatas maka dapat saja menjadi kepemilikan individu. Individu boleh saja memilikinya. Barang tambang yang depositnya banyak, contohnya adalah tambang emas, perak, minyak bumi, fosfat dan sebagainya. Dalilnya, adalah yang diriwayatkan oleh Abyadh bin Hamal Al-mazini, bahwa Abyadh telah meminta kepada Rasul Saw untuk mengelola tambang garam.Lalu Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, ada seseorang yang berkata kepada Rasul,”Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir.”. Rasul kemudian berkata,”Tariklah kembali tambang tersebut dari nya.”(H.R.At-Tirmidzi). Rasul bersikap demikian karena sesungguhnya garam adalah barang tambang seperti air mengalir (yang tidak terbatas depositnya).

3.Kepemilikan Negara

Kepemilikan negara adalah setiap harta yang pengelolaannya diwakilkan pada Khalifah sebagai kepala negara.Jenis-jenis harta tersebut adalah seperti, ghanimah (rampasan perang), jizyah (pajak dari orang kafir), kharaj, pajak, harta orang-orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, asrama dan wisma-wisma bagi aparat pemerintahan yang dibuka oleh Daulah Islamiyyah, dan tanah-tanah yang dimiliki oleh negara.

Selain dengan cara khas tentang pengaturan kepemilikan tersebut, Islam juga memberikan jalan yang sangat terang mekanisme atau cara-cara memperoleh penguasaan tanah dan kepemilikan tanah. Diantaranya dengan diberikan oleh Negara, menghidupkan tanah mati dan warisan.

Pertama : Pemberian Tanah Negara untuk rakyat. Yang termasuk kedalam sebab kepemilikan adalah pemberian Negara kepada rakyat yang diambil dari Baitul mal, baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka atau memanfaatkan kepemilikan mereka. Dapat berupa pemberian tanah untuk digarap. Khalifah Umar bin Khathab ra. pernah memberikan para petani di Irak harta dari Baitul mal yang bisa membantu mereka untuk menggarap tanah pertanian mereka, serta memenuhi hajat hidup mereka, tanpa meminta imbalan dari mereka.

Kedua : Menghidupkan tanah mati (ihya ‘al mawaat). Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh seorangpun. Yang dimaksud menghidupkan tanah mati adalah mengolah/menanami tanah tersebut atau mendirikan bangunan diatas nya. Oleh karena itu setiap usaha seseorang untuk menghidupkan tanah mati telah cukup menjadikan tanah tersebut miliknya.

Rasulullah bersabda yang artinya : Siapa saja yang menghidupi tanah mati, maka tanah itu menjadi milik nya (H.R.Al-Bukhari)

Rasulullah Saw juga bersabda yang artinya : Siapa saja memagari sebidang tanah maka tanah itu menjadi milik nya (H.R.Ahmad). Beliau juga bersabda,”Siapa saja yang lebih dulu sampai pada sesuatu (tempat disebidang tanah), sementara tidak ada seorang muslim pun sebelumnya yang sampai padanya, maka sesuatu itu menjadi milik nya”(H.R.Ath-thabrani). Dalam hal ini tidak ada pembedaan antara muslim dan kafir dzimmi. Ini Karena makna hadits tersebut bersifat mutlak. Kepemilikan atas tanah tersebut memiliki syarat, yakni tanah tersebut harus dikelola selama 3 tahun sejak tanah itu dibuka dan terus menerus digarap manfaat nya. Jika tanah tersebut belum dikelola selama 3 tahun sejak tanah tersebut dibuka atau dibiarkan selama 3 tahun, maka hak kepemilikan atas tanah tersebut hilang.

Ketiga : warisan. Di antara sebab-sebab kepemilikan adalah warisan. Sifatnya yaitu kepemilikan harta secara turunan kepemilikan dari orangtua. Hal ini Allah telah menjelaskan dalam hukum-hukum yang sudah sangat jelas (Q.S.An-nisa:11). Dalam Islam tidak ada konsesi, berupa pemberian hak guna tanah pada tanah-tanah yang bukan milik negara. Negara tidak boleh merampas tanah milik individu tanpa persetujuan dari yang memiliki dengan alasan apapun. Dengan demikian tidak ada kesempatan bagi oligarki untuk berkembang biak.

Hanya saja semua ini tidak akan terlaksana dengan baik dan sempurna dalam sistem demokrasi. Sistem kepemilikan, hingga larangan negara merampas hak milik tanah rakyat hanya dapat diwujudkan oleh pemimpin dan sistem yang baik yaitu Khilafah Rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah. Wallahu ta’ala a’lam

 

 

Tags: OligarkiPemerhati Sosial KemasyarakatanRabiatul HasanahWalhi
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA