Cintya Nurika Irma. (Dosen PBIN, FKIP, Universitas Peradaban)
Penunjukkan hasil karya literasi siswa selain ditunjukkan dengan pemanfaatan majalah dinding, dapat pula dilakukan melalui penerbitan majalah sekolah. Majalah sekolah dapat menjadi media aktualisasi program literasi baca dan tulis bagi siswa di sekolah menengah atas. Literasi baca dan tulis merupakan kemampuan dalam memahami, mengidentifikasi, menafsirkan, merespons, dan mengevaluasi melalui kegiatan membaca dan menulis melalui teks.
Pemanfaatan majalah sekolah dapat meningkatkan kemampuan literasi baca dan tulis siswa dalam aspek a) peningkatan motivasi membaca dan menulis, b) memberikan pengalaman keterampilan jurnalisme, c) memperkaya kosakata, d) kepekaan dan kreativitas visual, e) pemahaman etika dan ragam penulisan, dan f) pengenalan literasi digital. Peningkatan motivasi membaca secara langsung menjadi dasar pembiasaan yang akan dilakukan sebagai awal dalam kegiatan literasi. Majalah sekolah dengan kepengurusan terdiri dari guru dan siswa, memiliki peran saling berkolaborasi untuk memberlanjutkan praktik baik dari kegiatan literasi yang telah dilakukan melalui pembelajaran di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah.
Pada proses ini, guru memiliki peran sebagai pendamping/pembina dalam kepengurusan majalah sekolah dapat melakukan program-program dalam memfasilitasi peningkatan membaca dan menulis siswa sebagai pengurus majalah sekolah. Program yang dapat direalisasikan misalnya dengan 1) menguatkan kembali pemahaman dan persamaan persepsi terkait literasi, 2) membuat proyek membaca dan menulis secara berkala, 3) presentasi hasil membaca dan menulis, dan 4) workshop menulis.
Esensi majalah sekolah bukan sekadar menampilkan hasil cipta siswa melainkan juga diperlukan perhatian terkait proses pencapaian baca dan tulis. Oleh sebab itu, keterlibatan guru mata pelajaran berperan penting dalam tercapaiannya program tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan misalnya melalui penugasan yang disesuaikan dalam materi mata pelajaran, misalnya pada kelas X terdapat materi puisi, beberapa hasil siswa yang terpilih akan dilakukan presentasi dalam hasil membaca dan menulis serta puisi yang diciptakan akan dimuat dalam majalah sekolah. Begitu pula pada guru mata pelajaran lain, misalnya guru atau siswa yang berprestasi pada bidang olahraga dapat menjadi narasumber dalam topik tulisan yang akan dibuat oleh siswa.
Secara tidak langsung, siswa memiliki pengalaman dan kemampuan mempraktikan keterampilan jurnalisme mencakup proses berpikir kritis, melakukan wawancara, pengumpulan informasi dari berbagai sumber, etika jurnalistik, mempelajari penyuntingan, dan penerapan penggunaan teknologi. Pada proses penulisan, siswa juga akan memiliki penambahan dalam penguasaan kosakata atau ketepatan memilih kosakata dalam tulisan. Baik hasil tersebut nantinya melalui proses pengoreksian awal yang dilakukan dalam mata pelajaran maupun program kepengurusan majalah sekolah atau bisa juga diperoleh melalui saran dari pembaca.
Selain itu, kepekaan dan kreativitas visual juga akan berproses dialami oleh siswa dalam penyusunan misalnya peletakan gambar atau diagram dalam tulisan maupun pengetikan rata tepi kanan dan pemilihan jenis serta ukuran huruf. Tujuan tersebut guna keterbacaan dan daya tarik nantinya bagi pembaca maupun ada maksud dari penulis seperti penekanan dengan melakukan penebalan dan ukuran huruf yang berbeda pada bagian tertentu dalam tulisan.
Kemampuan literasi membaca dan menulis menuntut siswa menerapkan etika serta memahami ragam penulisan. Salah satu etika yang amat penting mengenai tidak melakukan tindakan plagiat. Guru perlu memperjelas kembali pada siswa mengenai konsep tindakan plagiat baik urgensi atau dampak. Tindakan ini perlu kerja sama dengan guru mata pelalajaran dan kepala sekolah melalui sosialisasi ataupun diselipkan pada proses pembelajaran. Meski saat ini terdapat aplikasi pemeriksaan kemiripan yakni turnitin, tetapi esensialnya siswa sudah memiliki kemantapan pemahaman etika menulis dan tidak melakukan plagiat. Dalam menerapkan literasi membaca dan menulis, siswa juga memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi ragam tulisan sesuai jenis dan tujuannya.Selanjutnya, pelibatan sumber dalam membaca dan menulis bukan hanya diperoleh dalam bentuk cetak melainkan dengan pemanfaatan secara digital. Oleh karena itu, literasi digital juga perlu dipahami dan dikuasai oleh siswa dan guru. Penguatan praktik literasi digital secara berkelanjutan harus dibelajarkan sebagai Upaya peningkatan penggunaan teknologi, perluasan informasi dan pemerolehan data, keterampilan dalam penelusuran dan evaluasi, keamanan digital, dan kemampuan berkomunikasi secara daring.
Keberlanjutannya saat ini sebagian sekolah telah meningkatkan dalam bentuk majalah daring yang semakin memudahkan dalam mengakses dan membaca serta keuntungan lainnya menghemat biaya. Tentu kehadiran majalah sekolah memiliki adil sebagai media yang menampilkan hasil karya siswa dalam berliterasi. Disebabkan keterbatasan dari jumlah yang dipublikasikan pada tiap jenis tulisan maka alternatif lainnya perlu adanya kolaborasi dengan majalah dinding (mading) maupun website atau media sosial sekolah.
Harapannya, seluruh siswa memiliki peluang dan apresiasi untuk karyanya dapat dipublikasikan melalui proses refleksi, evaluasi, dan perbaikan. Tentu dampak lainnya yakni peningkatan minat dan motivasi siswa.Selain itu, program lainnya dapat pula dengan mengikutsertakan siswa dalam perlombaan seperti mendongeng, menulis atau membaca puisi, menulis cerpen, dan lain sebagainnya maupun pemberian apresiasi dalam bentuk hadiah bagi siswa yang karyanya terpublikasi pada majalah sekolah.
Oleh karena itu, majalah sekolah dapat dijadikan media dalam penguatan literasi membaca dan menulis dengan tujuan memberikan pengetahuan dan pengalaman secara langsung keterampilan berbahasa dan kecakapan berliterasi yang komprehensif.