Selasa, Agustus 19, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ilusi Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju

by Mata Banua
2 Januari 2024
in Opini
0

Oleh: Mariatul Adawiyah, ST (Aktivis Muslimah)

Dalam rangka merayakan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia atau HAKORDIA pada tanggal 9 Desember 2023, KPK telah merilis Tema Hakordia 2023. Seperti dilansir laman resminya, Tema Hari Antikorupsi Sedunia 2023 adalah “Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju”. Dikutip dari (Kompasiana.com).

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\Edi Setiawan.jpg

Ekonomi Merdeka Angka 80: Janji Yang Belum Tuntas

18 Agustus 2025
D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\tias aditya.jpg

Menyusui Sebagai Praktik Cinta yang Berkelanjutan

18 Agustus 2025
Load More

Dengan tema tersebut, KPK ingin melibatkan peran serta masyarakat dan partisipasi publik untuk meningkatkan kesadaran dalam memberantas korupsi, sehingga masyarakat dapat menjadi aktor utama dengan terus menumbuhkan inisiatif dan rasa kepemilikan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Dikutip dari (Liputan6.com), Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional bertajuk “Isu-isu Nasional dan Update Peta Kompetisi Pilpres dan Pileg”. Pada hasil survei mengenai evaluasi terhadap lembaga negara, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali merosot.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengatakan, kepercayaan masyarakat terhadap KPK sebagai lembaga negara semakin turun jika dibandingkan 2-3 tahun sebelumnya, dengan persentase 67 persen pada tahun 2023.

Seluruh negara berharap agar pemerintahannya terbebas dari tikus-tikus berdasi yang kian rakus mengerat uang rakyat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas mereka, dari mulai kadar sanksi yang dinaikkan, hingga pembentukan lembaga antirasuah. Namun, alih-alih hilang, praktik korupsi malah kian subur.

Sayangnya, tikus-tikus berdasi pun banyak yang menduduki jabatan tinggi. Mereka berkhidmat pada Hari Antikorupsi, padahal tega menerima gratifikasi. Persis seperti maling teriak maling. Lihatlah sejumlah Menteri pada Era Jokowi yang masuk jeruji, seperti Jhonny G. Plate, Juliari Batubara, Edhy Prabowo, Imam Nahrawi, Idrus Mahram, dan kini Syahrul Yasin Limpo yang sudah berstatus tersangka. Bahkan, dua hakim agungnya pun terjerat korupsi, yakni Gazalba Saleh dan Sudrajat Dimyati.

Oleh karenanya, memperingati Hari Antikorupsi seharusnya bukan hanya mengajak masyarakat untuk bersinergi memberantas korupsi. Lebih dari itu, momen ini seharusnya dipakai untuk mengevaluasi ulang apa yang menjadi akar persoalan korupsi agar penyelesaiannya bisa tuntas hingga ke akarnya.

Jika menelisik lebih dalam, persoalan korupsi bukan hanya berbicara perilaku individu, melainkan sistemis. Buktinya, dari mulai negara ini berdiri, praktik tersebut telah ada, bahkan keberadaannya kian banyak saja. Apa saja faktor yang menjadi akar penyebab korupsi kian membudaya?

Pertama, makin tertancapnya pemahaman sekularisme. Paham ini telah menghilangkan nilai-nilai ketakwaan dari politik dan pemerintahan. Akibatnya, tidak ada kontrol internal dalam diri para pejabat. Mereka tidak takut akan dosa sebab sekularisme telah membuang ajaran agama dari kehidupan. Akhirnya, nafsu dunia menguasai mereka. Inilah penyebab perilaku korup di sistem kehidupan yang sekuler tumbuh subur.

Kedua, sistem politik demokrasi yang mahal meniscayakan adanya praktik korupsi. Butuh biaya besar untuk menjadi kepala daerah, apalagi presiden. Alhasil, politik transaksional tidak bisa dihindari, para cukong politik pun bermain, mensponsori kontestan agar bisnisnya lancar. Saat menjabat, alih-alih politisi itu fokus pada umat, mereka malah sibuk melayani para cukong politik. Belum lagi ada partai pendukung yang juga harus diberi suntikan agar mesin partai terus berjalan. Inilah demokrasi yang semakin membuka celah korupsi.

Ketiga, sanksi bagi koruptor yang tidak menciptakan efek jera. Bukan lagi satu rahasia jika penjara para koruptor “mewah”. Menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW), sebagian besar koruptor hanya dihukum dua tahun oleh pengadilan. Wacana hukuman mati pada koruptor kakap yang merugikan negara dan menzalimi rakyat, malah terjegal HAM. Wajar saja pada akhirnya para koruptor kian menjamur tersebab hukumannya tidak menjerakan.

Keempat, sebagian besar koruptor yang tertangkap berada dalam link kekuasaan. Ini jelas menunjukkan bahwa koruptor yang “terbabat” lebih karena tebang pilih dan tidak memiliki bargaining position politik yang cukup kuat. Mereka hanya membabat yang “bawah” tanpa berani menyentuh yang “atas”.

Keempat faktor di atas sesungguhnya telah menunjukkan pada kita bahwa budaya korup memang diciptakan oleh sistem hari ini, baik sekularisme, sistem politik demokrasi transaksional, juga sistem sanksi yang buruk dan tidak menjerakan. Oleh karena itu, agar terbebas dari budaya korupsi, kita harus mengubah sistem hari ini.

Sistem sekuler demokrasi telah terbukti menjadi biang lahirnya budaya korup. Sudah saatnya kita membuangnya dan menggantinya dengan sistem Islam. Setidaknya ada enam sebab budaya korupsi niscaya akan hilang dalam penerapan sistem Islam.

Pertama, dasar akidah Islam akan melahirkan kesadaran penuh bahwa dirinya tengah diawasi oleh Allah Taala. Penerapan akidah Islam di tengah umat akan menjadikan para politisi bertakwa dan senantiasa takut melakukan dosa. Inilah yang menjadi kontrol internal yang menyatu dalam diri pemimpin sehingga bisa mencegah dirinya untuk korupsi.

Kedua, sistem politik islam sangat sederhana, tidak mahal. Kepemimpinan Islam bersifat tunggal, pengangkatan dan pencopotan pejabat negara menjadi kewenangan khalifah. Alhasil, tidak akan muncul persekongkolan mengembalikan modal dan keuntungan kepada cukong politik. Inilah yang mencegah adanya praktik korupsi.

Ketiga, politisi dan proses politik tidak bergantung kepada parpol. Peran parpol dalam Islam adalah fokus mendakwahkan Islam, amar makruf nahi mungkar dalam mengoreksi dan mengontrol penguasa. Jika seorang anggota partai sudah terpilih menjadi pejabat, ia harus melepaskan dirinya dari partai. Inilah yang mencegah jabatan menjadi sapi perah partai, sebagaimana jamak terjadi hari ini.

Keempat, seluruh struktur dalam sistem Islam berada dalam satu kepemimpinan khalifah. Sistem Islam tidak mengenal pembagian atau pemisahan kekuasaan, semua atas kontrol khalifah. Inilah yang menutup celah adanya konflik kelembagaan dan mafia anggaran.

Kelima, praktik korupsi yang mungkin terjadi akan diberantas dengan sanksi Islam dan dicegah agar tidak terjadi. Harta ghulul telah jelas, yaitu harta yang diambil atau ditilap di luar imbalan legal. Harta yang diperoleh karena faktor jabatan, tugas, posisi, kekuasaan, dan sebagainya. Sekalipun mereka menamakan hadiah, haram hukumnya diambil.

Keenam, sanksi bagi pelaku akan memberikan efek pencegahan dan menjerakan. Hukum sanksi bagi koruptor berbentuk takzir, yaitu sanksi yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad khalifah atau kadi (hakim). Bisa disita seperti dilakukan Khalifah Umar. Bisa juga dengan tasyhir (diekspose), dipenjara, hingga hukuman mati.

Sesungguhnya, para koruptor itu tidak akan hilang selama sistem sekuler demokarsi masih menjadi platform negeri ini. Justru sistem inilah yang melahirkan budaya korupsi. Oleh karena itu, membuangnya dan menggantinya menjadi sistem Islam merupakan solusi utama dalam menyelesaikan persoalan korupsi.

Sudah selayaknya kita menyampaikan pada umat atas urgensi penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah. Ini karena Islamlah satu-satunya solusi atas seluruh persoalan umat manusia, termasuk korupsi.

 

 

Tags: Aktivis MuslimahHAKORDIAHari Antikorupsi SeduniaMariatul Adawiyah
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA